Padi Organik Binaan TIM PKM-M UNS Siap Panen

Sawah Demonstrasi Plot (Demplot) milik Suyamto, petani Dukuh Jebresan Desa Kadirejo Kecamatan Karanganom, yang dijadikan lahan percontohan penggunaan pupuk dan pestisida hayati (BIVERIA dan PGPR) hasil pelatihan dan pendampingan tim PKM-M UNS Solo sudah mendekati masa panen. Mengetahui hal itu, Suyamto mengaku senang dan mantap untuk melanjutkan penggunaan pupuk dan pestisida sumber hayati yang diajarkan tim PKM-M UNS Solo. Ia berencana akan memanen padinya kurang dari seminggu lagi.

Hal itu disampaikan Suyamto dalam sarasehan di kediamannya, Jumat (22/6/2012), pagi. Dalam kesempatan itu, dia berkisah bagaimana upaya yang ia tempuh selama mengikuti pelatihan dan pendampingan untuk menghasilkan padi organik. “Awalnya memang butuh ketelatenan dan kesabaran. Saya harus menyemprot seminggu sekali selama satu bulan. Setelah itu, penyemprotan dilakukan menjadi 10 hari sekali. Dan hasilnya bisa bapak-bapak lihat seperti yang ada di sawah saya saat ini,” ungkap Suyamto, bangga.

Sarasehan membahas evaluasi hasil pelatihan itu dihadiri pembimbing Tim PKM-M sekaligus Dosen Fakultas Pertanian Retno Wijayanti, Pengamat Hama Tanaman Mujiyono, anggota Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) Hartono, Kepala Desa Kadirejo Agus Ismiyanto, serta belasan petani di dukuh setempat.

Sederhana Tapi Menguntungkan

Pengamat Hama Pertanian Mujiyono mengungkapkan, “Tanaman padi yang menggunakan pupuk dan pestisida organik lebih tahan hama. Sebab, pupuk dan pestisida organik tidak membunuh organisme yang menguntungkan bagi tanaman termasuk musuh alami seperti halnya pestisida kimia,” ungkapnya. Ia menambahkan, beras yang dihasilkan lebih sehat dibanding dengan padi yang dirawat menggunakan bahan kimia.

Beras yang sehat itu sebaiknya dikonsumsi sendiri. Ia menyarankan, “Beras organik yang dihasilkan itu sebaiknya dikonsumsi sendiri karena lebih sehat. Petani membeli beras itu saru,” kata Mujiyono sembari berkelakar.

Hal senada juga diungkapkan Retno Wijayanti. Ia menuturkan bahwa penggunaan pupuk dan pestisida organik tidak menghancurkan rantai makanan yang ada di sawah. Ia mencontohkan, tikus tidak akan datang di sawah yang terdapat wereng. Dan wereng akan menjadi makanan bagi tomcat, laba-laba, dan serangga lainnya. “Biasanya petani kalau sawahnya diserang wereng lebih suka disemprot dengan pestisida kimia. Memang werengnya mati, tapi setelah itu gantian tikus yang menyerang karena werengnya sudah mati,” ungkap Retno.

Tak sekadar teori, Retno membuktikan sendiri pada sawah miliknya di desa. Pada awal pertumbuhan, penggunaan pupuk dan pestisida organik tampak lebih lambat dibanding dengan yang menggunakan bahan kimia. “Tetangga yang lewat dekat sawah saya selalu bilang, ‘Halah, tanaman kok kaya gini kaya, gak mau hidup.’,” ujar retno menirukan ucapan tetangganya itu.

Pertumbuhan seperti itu, menurut Retno, tergolong normal sebab penyerapan zat hara tanah dari senyawa organik memang lambat. Berbeda dengan bahan kimia yang memang didesain supaya cepat dapat diserap oleh tanaman.

“Fase ini sering membuat para petani ragu. Apalagi kalau melihat pertumbuhan tanaman dibanding dengan yang lain. Namun, setelah melewati fase ini, mereka akan kagum sendiri,” tuturnya.

Pertumbuhan pesat didapatnya setelah melewati fase generatif. Anakan padi lebih banyak, memiliki batang yang lebih tinggi, dan warna hijau daun lebih lama. “Banyak tetangga saya kagum setelah itu. ‘Kok bisa ya, bu, tanaman ibu jadi seperti ini.’,” tiru Retno lagi.

Retno menerangkan, pertumbuhan padi organik memiliki masa panen lebih cepat 2 minggu dibanding dengan padi yang menggunakan bahan kimia. Selain itu, beras yang dihasilkan lebih tahan lama. “Saya pernah menanak nasi sendiri. Sengaja tidak saya masukkan ke dalam penghangat nasi seperti yang biasa saya lakukan. Dan hasilnya, ternyata nasinya tahan selama tiga hari. Berbeda dengan beras non organik yang sehari setelah dimasak nasi mulai tampak berair dan basi.”

Hasil produksi gabah yang didapat juga tidak memiliki selisih yang jauh dengan padi non organik. “Yang kami tonjolkan di sini, dari biaya produksinya itu jauh lebih murah. Bahkan kalo kita buat sendiri semuanya hampir tidak ada biaya. Kalau produksinya imbang-imbang saja. Tapi, kalau ada serangan hama dan penyakit, tanaman padi organik relatif lebih tahan,” tandasnya.

Penggunaan pupuk dan pestisida organik bisa mengembalikan kesuburan tanah secara alami. Tanah yang rusak akibat penggunaan bahan kimia bisa kembali normal setelah empat kali musim tanam. Ia mengungkapkan, “Itu pun bergantung pada tingkat kerusakan yang dialami tanah. Dan setiap musim tanam, tentu dosis penggunaan pupuk dan pestisida organik bisa dikurangi karena memang tanahnya sudah subur.”

Sementara itu, Hartono, anggota PPL Klaten, mengatakan bahwa penggunaan pupuk organik membuat akar tanaman lebih kuat. Sehingga akar tanaman mampu menempus lapisan kedap air yang membuat batang tanaman lebih kokoh. “Kalo menggunakan pupuk kimia, akar hanya tumbuh pada lumpur yang dicangkul atau ditraktor dengan kedalaman sekitar 15 cm. Hal itu membuat batang tanaman rentan roboh saat berbuah nanti,” kata Hartono saat menyampaikan evaluasi di hadapan belasan petani.

Antusiasme warga untuk menggunakan pupuk dan pestisida organik hasil pelatihan tim PKM-M UNS Solo mendapat tanggapan positif dari Kepala Desa Kadirejo Agus Ismiyanto. Ia berharap desa yang ia pimpin akan menjadi sentra penghasil beras organik. “Jadi besok-besok kalau mau membeli beras organik tidak harus ke Sragen. Cukup di kami saja sudah tersedia,” ungkap Agus, riang.

Pernyataan serupa datang dari anggota tim PKM-M UNS Solo, Mukhlas Ariesta. Dia mengaku senang ilmu yang ia dapat di kampus dapat ditularkan dan diterapkan oleh penduduk desa. “Keuntungan-keuntungan dari penggunaan pupuk dan pestisida organik sebagaimana yang disampaikan dalam pelatihan semoga bisa meningkatkan kemandirian petani. Sehingga lambat laun petani tidak lagi bergantung pada pupuk kimia bersubsidi dari pemerintah,” ungkapnya.

Lebih jauh ia berharap, biaya produksi yang relatif rendah dan harga jual beras organik yang relatif tinggi bisa meningkatkan kesejahteraan petani di Desa Kadirejo.

Mukhlas beserta kedua temannya, Sulistyo Dwi Setyorini dan Yulia Rahmawati, dijadwalkan akan melakukan presentasi hasil pelaksanaan PKM-M-nya pada ajang Kompetisi Pekan Ilmiah Mahasiswa (PIMNAS) yang akan berlangung di Yogyakarta, bulan depan.[]

Skip to content