Diplomat Yang Mencintai Filsafat

RA Adriani Kusuma Wardani, SS., M.Si

RA Adriani Kusuma Wardani adalah lulusan Sastra Inggris Universitas Sebelas Maret tahun 1997. Perempuan yang kerap dipangiil Adriani ini melanjutkan pendidikan master di bidang Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia pada tahun 2000 dan lulus dua tahun kemudian dengan predicat cumlaude. Lahir di Solo 12 Januari 1973, Adriani yang kini berkarir sebagai Diplomat RI di kementerian luar negeri ini mengaku bahwa ia adalah seorang yang benar- benar berdarah Solo. Ia melihat keluarganya sebagai Serat Centhini dalam versi nyata dan oleh karena itu ia merasa sangat bersyukur karena menjadi bagian dari keluarga besarnya. Bagi Adriani, sosok Ibu merupakan sosok yang paling menginspirasinya sejak dia kecil. Sosok sang Ibu merupakan jelmaan malaikat penyelamatnya. Ibu adalah pembimbingnya dalam memaknai kehidupan dan pembangun karakter moralnya. Keluarga terutama sang Ibu adalah sumber inspirasi, kekuatan, energi bagi Adriani.

Menapaki karir sukses sebagai Diplomat RI, Adriani menjabarkan tentang jalan karirnya. Ia mengaku, untuk menjadi sukses seperti sekarang ini, dia memegang banyak prinsip positif. Belajar cepat, berpikir positif dan menggunakan hati serta intuisi secara cermat dalam menghadapi berbagai keadaan adalah sikap yang ia pegang dalam menjalani hidup dan karirnya selama ini. Dia menyadari bahwa semua peristiwa dan kejadian yang menimpa manusia adalah bagian dari sebuah proses kehidupan. Bagaimana seseorang meningkatkan kekuatan dirinya sangat menentukan jalan hidupnya sebagai manusia. Dia percaya bahwa hidup adalah sebuah proses pembelajaran untuk meningkatkan harga diri, kepuasan diri, kepercayaan diri dan pengayaan diri untuk menjadi manusia yang lebih baik dan bermanfaat.

Dalam berkarir, dia juga memegang visi kedepan. Adriani adalah orang yang percaya bahwa setiap individu bisa menjadi agent of change: menjadi seorang katalis, transformer dalam segala situasi dibawah rezim,

organisasi maupun kepemimpinan apapun. Menjadi seorang pemimpin yang transformatif itu membutuhkan visi, inisiasi, keberanian, ketekunan dan kepercayaan. Sebagai abdi negara, kutipan Kennedy merupakan etika professional yang paling tepat menurut Adriani, “Jangan bertanya apa yang negara lakukan untukmu, tapi bertanyalah apa yang telah kamu lakukan untuk negaramu.” Sebagai diplomat RI ada empat pilar yang senantiasa ia pegang untuk menjadi seorang diplomat Indonesia yang hebat. Pertama percaya diri, memahami misi pekerjaan, tujuan dan sasaran. Kedua, berwawasan global dan berpikir di luar kebiasaan. Secara pribadi Adriani mengaku bahwa ia sangat mengagumi kutipan fenomenal Rene Descartes: “Cogito ergo sum”- aku berpikir maka aku ada. Pilar ketiga adalah berorientasi prestasi untuk kepentingan bangsa Indonesia. Sedangkan yang terakhir adalah untuk selalu siap serta aktif dan kreatif-mampu berpikir alternatif, membuat terobosan dan ide- ide yang strategis. Semua hal tersebut berlandaskan karena sebuah diplomasi adalah seni kemungkinan yang berarti selalu ada solusi dan negosiasi dalam pencapaian kepentingan nasional. Baginya, seorang manusia terutama diplomat mempunyai kewajiban terhadap NKRI sebagai tanggung jawab atas mandat yang telah Tuhan tentukan, yakni sebagai khalifah di dunia. Maka dari itu ia senantiasa bekerja keras menjalankan tugasnya sebagai Diplomat RI.

Sederetan tugas kenegaraan pernah diemban wanita yang hobi membaca buku filsafat dan perpolitikan ini. Adriani pernah menjadi delegasi dalam puluhan pertemuan tingkat tinggi antar negara seperti 20th ASEAN-India Commemorative Summir (India, 2012) ASEAN- Australia Forum (Filipina, 2012), ASEAN- Australia Forum (Australia 2011), 4th Meeting of the Coun-cil. ASEAN- Korea Center (South Korea, 2011) dan masih banyak lagi. Karir diplomat Adriani juga beragam mulai dari sebagai Sekretaris 3 Hubungan Politik KBRI Canberra- Australia, Pejabat Senior untuk ASEAN- India Com-memorative Summit 2012 hingga jabatannya yang sekarang yakni Kepala Bagian (Sekretaris 2) di Direktorat Kerjasama ASEAN dan Hubungan Inter-regional, Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Dia juga pernah mengikuti pelatihan internasional seperti Environmental Diplomacy Pro-gram- UNEP-UNITAR-University de Geneve (Swiss, 2006) dan di Cligendael Institute for International Relations Program- Den Haag (Belanda, 2005).

Adriani meyakini bahwa suksesnya yang sekarang bukanlah akhir dari perjuangannya selama ini. Baginya success is not final, failure is not fatal. Baginya pembelajaran kedepan masih sangat panjang. Wanita yang juga menyukai pertunjukan seni ini meyakini bahwa belajar adalah proses yang harus ditempuhnya sepanjang masa. Ia belajar memaknai kehidupan, bertoleransi terhadap perbedaan serta memahami tentang nilai ambiguitas dan ketidakpatian. Ketika yang lain sibuk bertanya mengapa, maka ia bertanya mengapa tidak?

Skip to content