Kecintaannya akan Budaya Jawa

G.R.Ay Koes Murtiyah, M.Hum

Dra G.R.Ay Koes Murtiyah M.Pd lahir di Solo 1 November 1960. Ia merupakan anak perempuan dari PB XII dan istri dari Dr. KP. Eddy S Wirabhumi SH. MM. Gusti Mung, panggilan akrabnya, adalah sosok yang sangat mencintai budaya Jawa. Lahir dan tumbuh di kalangan keraton sebagai seorang putri Keraton menjadikan Gusti Mung paham benar tentang seluk- beluk Keraton dan budaya Jawa pada umumnya. Ia menamatkan pendidikan sarjana di jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa UNS tahun 1987 dan mendapatkan gelar master di bidang Lingkungan Hidup di almamater yang sama pada tahun 2008.

Ibu dari dua anak yang kini menjadi anggota DPR RI ini meyakini bahwa sukses adalah ketekunan dan konsistensi terhadap bidang yang digeluti. Begitu juga dengan Gusti Mung, ia telah tekun dan konsisten dalam mempelajari dan melestarikan budaya Jawa terutama budaya keraton Surakarta dari kecil. Kecintaan puteri keraton Surakarta ini terhadap budaya telah mendarah daging. Sedari kecil, sang Ibu telah mendidiknya untuk mempelajari tari Bedhoyo Srimpi yang sarat dengan ajaran leluhur yang tak lain adalah Raja pendiri Dinasti Mataram Surakarta. Sang ayah, PB XII, juga telah berjasa menggabungkan Negara Surakarta Hadiningrat yang berdiri di belakang Republik Indonesia. Hal inilah yang turut memotivasi Gusti Mung untuk selalu konsisten dalam memperjuangkan budaya Jawa serta mengembalikan Daerah Istimewa Surakarta hingga saat ini.

Tidak mengherankan jika hobi Gusti Mung tidak jauh- jauh dari ranah budaya Jawa. Gusti Mung gemar menari dan jalan- jalan ke pelosok desa mengadakan sarasehan tentang pentingnya melestarikan budaya Jawa yang bersumber dari keraton. Begitu pula dengan misinya di profesi yang digelutinya sekarang. Disamping menjalankan amanahnya sebagai wakil rakyat dan menyalurkan aspirasi mereka, Gusti Mung senantiasa bertekad memperjuangkan eksistensi Keraton dalam bingkai NKRI dan memperjuangkan budaya Jawa yang bersumber dari Keraton Surakarta Hadiningrat sejajar dengan kebudayaan bangsa lain di dunia.

Sebagai putri dari PB XII, Gusti Mung juga kerap mengikuti berbagai fes-tival di dalam negeri maupun di luar negeri dengan mengusung budaya Jawa dalam setiap misinya. Khusus di dalam negeri, Gusti Mung dan keraton Surakarta tidak pernah absen dalam mengikuti Festival Keraton Nusantara yang diadakan dua tahun sekali mulai dari tahun 1995 hingga tahun 2010 kemaren. Sedangkan untuk festival di luar negeri, Gusti Mung telah melanglang buana di berbagai festival seperti Asian Art Festival (Hongkong, 1986), Secret Indonesia Festival (Eropa, 1993), Warana Festival (1993), Next Wafe Festival (Amerika Serikat 1995), The Essence of Javanese Court Gamelan and Dance Keraton Surakarta (Jepang, 1997), Royal Dance of the Keraton Surakarta (Belanda, 2005), Festival De L’Imaginaire (Perancis, 2009), The Andong International Folk Art and Mask Dance Festival XIII (Ko-rea Selatan, 2010) dan masih banyak lagi. Atas rekam jejaknya dalam melestarikan budaya Jawa, Gusti Mung telah menerima sederet penghargaan antara lain Penghargaan BUDAYA BHAKTI UPAPRADANA (1997), Anugrah Pariwisata Seni dan Budaya ADHIPALA Jateng dan Yogyakarta (1998), Rekor MURI Sebagai Putri Keraton yang Konsisten melestarikan Budaya Keraton sejak SMA (2010) dan Fukuoka Prize Bidang Kebudayaan (2011).

Bagi Gusti Mung, kecintaannya kepada budaya Jawa dan Keraton Surakarta adalah absolut. Keraton bukan hanya sebuah simbol kekuasan baginya, keraton adalah keluarganya. Ia dan keluarganya telah bahu membahu memperjuangkan eksistensi keraton Surakarta selama ini. Selama ini, setiap kali penampilan Keraton Surakarta dalam berbagai acara di tingkat internasional, para penikmat budaya maupun penonton biasa sangat mengangumi penampilan Keraton Surakarta terutama nilai budaya Jawa yang terkandung di dalamnya. Sekjen Forum Komunikasi dan Informasi Keraton se-Nusantara ini mengaku bahwa resepsi dunia internasional terhadap penampilan Keraton Surakarta dan apresiasi terhadap nilai budaya Jawa merupakan hal yang tidak akan pernah terlupakan dalam hidupnya. Semua pengalaman yang dirasakannya di dalam melestarikan budaya dan penerimaan yang positif terhadap misi yang ia bawa selalu membawa Gusti Mung kepada rasa syukur yang tak terhingga. Atas semua kesuksesan yang telah ia capai selama ini, Gusti Mung tidak lupa untuk selalu Manembah, menyembah Allah Tuhan Yang Maha Kuasa. Ia mempunyai prinsip hidup Grumegeting Ati durung Bisa Mbedah Kuthane Pesthi, Budidayane Manungso Durung biso ngungkuli Garising Kuwoso. Pengabdian kepada Tuhan adalah sebuah keharusan dan bukti syukur terhadap semua yang telah ia dapatkan.

Skip to content