Kenalkan Kebijakan Pangan Jokowi, FP UNS Gelar Seminar “Revitalisasi Ketahanan Pangan Nasional”

Whitono, Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah menyampaikan uraian permasalahn Pangan Jawa Tengah pada Seminar Grand Green “Revitalisasi Ketahanan Pangan Nasional”, Rabu (15/4/2015).
Whitono, Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah menyampaikan uraian permasalahn Pangan Jawa Tengah pada Seminar Grand Green “Revitalisasi Ketahanan Pangan Nasional”, Rabu (15/4/2015).

Kebijakan tidak akan berjalan mulus tanpa ada pemahaman dari pembuat kebijakan dan sasaran kebijakan. Oleh karenanya, Himpunan Mahasiswa Prodi (HMP) Appoloosa Jurusan Peternakan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bekerja sama dengan Perhimpunan Petani Nelayan Seluruh Indonesia (PPNSI) menggelar Seminar Grand Green “Revitalisasi Ketahanan Pangan Nasional” menyoal kebijakan pangan era Presiden Joko Widodo, Rabu (15/4/2015). “Seminar ini bertujuan untuk memaparkan kebijakan pemerintah tentang ketahanan pangan kepada masyarakat. 81 peserta diantaranya adalah petani dan nelayan sedang peserta dari kalangan mahasiswa sebanyak 110 peserta, ” ujar Iman Tubagus Suwarto, ketua panitia seminar.

Hadir sebagai pembicara utama Ir. Baran Wirawan, Tenaga Ahli Menteri Pertanian Republik Indonesia. Seminar yang bertempat di Aula Fakultas Pertanian juga dihadiri pembicara lain yaitu Ir. Whitono, Kepala Badan Ketahanan Pangan Provinsi Jawa Tengah, dan perwakilan komisi B DPRD Provinsi Jawa Tengah. Dalam uraiannya, Whitono menyampaikan permasalahan pada sektor pangan di Jawa Tengah. Permasalah itu di antaranya dampak perubahan iklim dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT); rusaknya infrastruktur irigasi pertanian; alih profesi rumah tangga petani (RTP) ke sektor di luar pertanian; alih fungsi lahan; dan rendahnya kesadaran petani terhadap pengaturan pola tanaman.

Badan Pusat Statistik tahun 2014 menyebutkan profesi RTP pada tahun 2003 sebesar 5.770.801, sedangkan pada sensus pertanian tahun 2013 tercatat sebesar 4.290.619 RTP. Dengan kata lain, ada penurunan sebesar 25,65%. “Sekarang mencari tenaga manusia sulit dan mahal,” ujar Whitono di tengah-tengah pemaparannya. Selain itu, Whitono juga menyampaikan, tingkat konsumsi beras yang tinggi harusnya sudah mulai dilakukan diversifikasi pangan. “Konsumsi beras kita terlalu tinggi. Jangan tergantung pada beras. Gantilah dengan ketela (dan—Red.) jagung,” tukasnya. [] (nana.red.uns.ac.id)

Skip to content