Kunjungan Budaya Javanologi, Dekatkan Budaya Keraton pada Mahasiswa Jepang

kunjungan ke Pasar Jamu Nguter, Sukoharjo

Pusat Studi Javanologi LPPM Universitas Sebelas Maret (UNS) adakan kunjungan budaya ke beberapa tempat di Sukoharjo, Kamis (19/2/2015). Kunjungan budaya yang diikuti 15 mahasiswa Kokushikan University, Jepang ini merupakan rangkain kegiatan Seminar Internasional “Javanese Royal Lifestyle”. Menggunakan bus kampus, para mahasiswa dari negeri matahari terbit ini diantar ke Kantor kabupaten Sukoharjo dan disambut Wakil Bupati Sukoharjo, Haryanto beserta jajarannya. Dalam sambutannya, wakil bupati menyampaikan harapan berupa kerjasama Jepang dan Sukoharjo.
Rombongan mengunjungi rumah produksi jamu Sabdo Palon di Nguter, Sukoharjo sebagai tujuan pertama. Beberapa mahasiswa terlihat mengernyitkan dahi saat meminum welcome drink berupa jamu beras kencur yang disambut tawa oleh tuan rumah. “Sukoharjo dikenal sebagai produsen jamu bukan karena banyak bahan jamu atau banyak yang suka minum jamu melainkan karena banyak warga Sukoharjo diperantauan yang menjual jamu. Sedang warga yang tinggal di Sukoharjo menyediakan jamu untuk mereka jual,” terang Candra Rini, owner Sabdo Palon. Di keraton, jamu diminum untuk dua alasan, yaitu kesehatan dan kecantikan.

kunjungan ke Pasar Jamu Nguter, Sukoharjo
kunjungan ke Pasar Jamu Nguter, Sukoharjo

Rombongan dikenalkan dengan bahan-bahan jamu seperti temu lawak, kencur, sereh, yang sedang dijemur. “Di Malaysia tidak ada jamu seperti ini, kalau ada pasti impor dari Indonesia,” ujar Bahtiar Mohamad, salah satu pembicara dari Malaysia yang ikut rombongan kunjungan. Beranjak dari gudang penyimpanan bahan jamu, rombongan diajak menuju bagian pengemasan jamu. Rombongan harus menyusuri rel kereta mati untuk menuju tempat produksi. “Mereka senang sekali bisa berjalan di atas rel, seperti di film. Katanya, di negara mereka tidak bisa berjalan di atas rel seperti ini,” seloroh Mya Dwi Rostika, penerjemah rombongan. Selesai mengunjungi rumah produksi jamu Sabdo Palon, rombongan diajak menuju Pasar Jamu Nguter.
Seusai santap siang , rombongan menuju Batik Adi Busana yang terletak di Desa Cangkol, Mojolaban, Sukoharjo. Mengusung konsep satu tempat antara showroom dan tempat produksi, rombongan bisa langsung melihat proses produksi sekaligus berbelanja batik. Duduk bersama pembatik, para mahasiswa Jepang belajar menyapukan malam pada kain hingga pewarnaan. Hujan deras sore itu, tak menyurutkan para mahasiswa Jepang duduk di depan tunggu dan meniup malam pada canting yang mereka pegang. Batik Adi Busana sudah ada sejak 64 tahun lalu dengan mempertahankan pewarna alami. Batik Adi Busana menggunakan daun indigofera yang menghasilkan warna biru, kulit manggis menghasilkan warna keunguan, daun talok menghasilkan warna hijau dan bahan alami lainnya.

Belajar Membatik - Para mahasiswa Universitas Kokushikan, Jepang belajar membatik di rumah produksi Batik Adi Busana
Belajar Membatik – Para mahasiswa Universitas Kokushikan, Jepang belajar membatik di rumah produksi Batik Adi Busana

“Pembuatan batik di luar keraton sedang keraton hanya membuat pakem dan tata cara membatik. Ketika batik keraton surut, justru produksi batik di luar keraton berkembang pesat,” jelas Desi dari Pusat Studi Javanologi LPPM UNS. Pada budaya keraton, batik dikenakan sesuai dengan aktivitas yang dilakukan, pangkat yang disandang. “Batik memliki power bagi yang mengenakan,” ujar Masakatsu Tozu, dari Kokushikan University yang juga ikut rombongan kunjungan. Guru besar yang memiliki koleksi 3500 lembar kain batik klasik ini berharap bisa berkerja sama dengan Adi Busana. Pasalnya, desain busana Jepang yang dibuat oleh istri Tozu tidak sesuai dengan panjang kain.Sehingga, kadang motif terpotong dan tidak tampak pada busana yang dibuat.
Waktu menunjukkan pukul 16.00 WIB saat rombongan selesai berbelanja batik dan kembali ke penginapan. Kunjungan budaya dilanjutkan dengan menghadiri jamuan dari Pura Mangkunegaraan. Selain royal dinner, peserta juga disuguhi tari-tarian Pura Mangkunegaaran. [anna.red.uns.ac.id]

Skip to content