Haruskah Menjadi Guru Kunjung?

Opini Alumni

Oleh : Atiek Rachmawati, S.S
(Alumnus Prodi Sastra Daerah FSSR UNS (Sekarang FIB) Tahun 1999/ Guru Bahasa Jawa SMA N 2 Grabag, Magelang)

Setahun sudah waktu berjalan pada masa sebuah pandemi yang tidak pernah disangka sebelumnya. Mau tidak mau, manusia dituntut untuk segera beradaptasi dengan berbagai kebiasaan baru yang harus dilakukan. Semua lini kehidupan mengalaminya, tidak terkecuali bidang Pendidikan dengan berbagai problematikanya masing-masing. Dari sistem pembelajaran tatap  muka yang biasa dilakukan guru dan siswa, beralih ke sistem daring yang nyatanya sampai sekarang masih belum maksimal dilaksanakan karena adanya berbagai kendala di lapangan.

Diambil dari https://bdkjakarta.kemenag.go.id/, sistem pembelajaran dalam jaringan (daring) merupakan sistem pembelajaran tanpa tatap muka secara langsung antara guru dan siswa, tetapi dilakukan melalui online yang menggunakan jaringan internet. Guru harus memastikan kegiatan belajar mengajar tetap berjalan meskipun siswa berada di rumah. Solusinya guru dituntut dapat mendesain media pembelajaran sebagai inovasi dengan memanfaatkan media daring (online). Hal ini sesuai dengan SE No 4 tahun 2020 tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran Corona Virus Disease (Covid-19).

Dampak yang luar biasa dirasakan dalam peralihan sistem luring ke daring tersebut. Berbagai cara dan upaya dilaksanakan semua pihak pengelola pendidikan. Pelatihan online dan mentoring melalui berbagai sumber digencarkan untuk lebih meningkatkan kualitas guru dalam pemakaian teknologi untuk menunjang sistem pembelajaran daring tersebut. Dengan adanya para guru muda, tidak terpungkiri pemanfaatan teknologi sangat dirasakan. Terlebih banyak bermunculan video-video pembelajaran kreatif dan inovatif, yang diunggah dan dapat didownload melalui kanal youtube para guru tersebut. Unggahan video-video pembelajaran tersebut dapat diakses oleh para siswa tidak hanya di lingkungan Satuan Pendidikan guru yang bersangkutan, namun juga bisa diakses oleh siswa dari berbagai daerah. Masih dalam https://bdkjakarta.kemenag.go.id/ dikatakan bahwasanya sistem pembelajaran dilaksanakan melalui perangkat Personal Computer (PC) atau laptop yang terhubung dengan koneksi internet. Guru dapat melakukan pembelajaran bersama di waktu yang sama menggunakan grup di media sosial seperti WhatsApp (WA), telegram, instagram, aplikasi zoom, google meet, google classroom, schoology  ataupun media lainnya sebagai media pembelajaran.

Namun, satu hal yang menjadi perhatian penulis. Apakah para siswa kita semua berasal dari daerah yang terjangkau oleh fasilitas teknologi tersebut? Di sini penulis akan mencoba mengulik kehidupan siswa yang berasal dari lingkungan kecil sebuah kabupaten di Jawa Tengah yang ternyata masih mempunyai kendala dalam pengaksessan sistem pembelajaran daring yaitu signal internet.

Pada sekolah penulis, pembelajaran daring menggunakan Schoology. Schoology adalah situs yang menggabungkan antara jejaring sosial dengan Learning Management System (LMS) yang menyediakan layanan bagi user untuk membuat, mengatur dan membagikan file. (https://culikculik.wordpress.com/2019/05/09/). Pada dasarnya, sistem ini sama dengan adanya sekolah secara nyata. Di mana ada kelas, ada siswa dan ada guru yang mengampu di kelas tersebut. Hanya beda di metode penyampaian materi yang dilakukan tanpa tatap muka antara guru dan siswa. Bahkan ke depan, sekolah dengan diblow up oleh para guru muda yang berkualitas di sekolah kami, telah menyiapkan sebuah sistem edukasi untuk menggantikan penggunaan schoology tersebut.

Dalam pembelajaran melalui schoology, pertama kali langkah yang dilakukan penulis adalah membuat sebuah hand out atau bahkan modul pembelajaran sebagai pegangan siswa. Bisa juga membuat sebuah video pembelajaran yang mengkombinasikan berbagai macam aplikasi, seperti aplikasi OBS Studio dan Kine Master agar hasil pembuatan dapat diterima siswa dengan mudah. Setelah semua materi dan penugasan siap, maka penulis membuat folder pada masing-masing kelas di Schoology. Dalam folder tersebut diisikan materials add discussion yang memuat materi, dan jika terdapat materi yang tidak dimengerti, maka siswa dapat memanfaatkan kolom komentar sebagai ajang diskusi dengan guru. Kelebihannya adalah, pada materials ini tidak terikat oleh waktu, sehingga siswa bisa membuka setiap saat karena mungkin ada kendala pada paket data, kuota ataupun sinyal.

Setelahnya siswa diberikan penugasan pada materials add assigment. Pada materials ini, bisa diberikan juga link pada siswa untuk menuju file materi ataupun dihubungkan dengan laman pencari materi di internet. Kemudian siswa bisa mengerjakan tugas melalui kiriman foto ataupun video pada fitur submisions. Kelebihan pada materials ini adalah guru bisa mengoreksi dan memberikan evaluasi pada pekerjaan siswa secara langsung ataupun mendownloadnya terlebih dahulu. Ada juga fitur untuk memberikan penilaian dan komentar akan tugas siswa yang sudah dikoreksi. Bahkan juga ada kesempatan remidiasi jika ternyata tugas siswa masih mendapatkan nilai dibawah KKM.

Ketika sistem pembelajaran ini diberikan ke siswa, tidak dipungkiri bahwa penulis juga belum mendapatkan hasil maksimal. Masih ada beberapa siswa yang terkendala dalam pengumpulan tugas. Kuantitas pengumpulan tugas di submissions menjadi point tersendiri untuk mencari tahu kendala apa yang dirasakan oleh para siswa kita. Walaupun hal tersebut sedikit bisa disiasati dengan memanfaatkan aplikasi WhatsApp. namun ternyata peningkatan kuantitas pengumpulan tugas  tetap dirasakan kurang signifikan. Dan akhirnya, setelah berkonsultasi dengan guru BK, maka penulis memutuskan untuk melakukan home visit dengan target siswa yang kurang aktif dalam pembelajaran daring ataupun presensi online.

Sebagai daerah yang berlatar belakang pegunungan, tepatnya di lereng gunung Andong dan gunung Telomoyo, kabupaten Magelang, dalam perjalanan menuju rumah siswa,  penulis disuguhi pemandangan hijaunya sawan, hutan dan kadang gemericik air sungai. Setelah bertemu dengan siswa dan orang tua/ wali siswa dapat penulis ambil sebuah kesimpulan, pertama bahwasanya pada pembelajaran daring seperti ini siswa dapat dikatakan kurang aktif dalam pembelajarannya, karena mayoritas terkendala jaringan internet yang tidak ada di daerah siswa tersebut. Untuk siswa yang mempunyai semangat belajar yang tinggi, maka dia setiap hari akan pergi ke daerah yang mempunyai signal internet yang cukup kuat untuk melakukan presensi dan melaksanakan PJJ.

Kedua, bahwasanya tingkat kemampuan siswa dalam memanfaatkan teknologi tidak bisa dipukul rata. Terbukti, mereka kurang aktif dalam PJJ dikarenakan kurang mengerti dalam pengaksesan sistem pembelajaran daring. Mereka membutuhkan tutorial secara langsung oleh para guru atau para pelaku pendidikan dalam memahami materi yang diberikan guru dalam pembelajaran daring.

Ketiga, bahwasanya tingkat kejenuhan siswa dalam pembelajaran daring juga memicu hilangnya semangat siswa dalam pelaksanaan pembelajaran. Tidak adanya sosialisasi siswa dengan guru dan teman sekolah merupakan salah satu faktor timbulnya rasa jenuh siswa untuk melaksanakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tersebut.

Menelisik hasil home visit tersebut, bolehlah dicetuskan sebuah ide tentang Gerakan Guru Kunjung. Tidak semua siswa kita berada pada akses jaringan teknologi yang memadai. tidak semua siswa kita mampu untuk bisa tetap bertahan dalam situasi PJJ. Diperlukan adanya motivasi dari guru dan orangtua dalam pelaksanaan PJJ yang tidak hanya bisa didapat melalui virtual. Budaya silaturahmi yang sangat kuat di negara kita, membuat siswa dan orangtua merasa diperhatikan ketika menerima kunjungan dari guru dan secara tidak langsung memberikan efek positif dalam meningkatkan motivasi belajar siswa dalam PJJ.

Pada situasi pandemi seperti ini, mobilitas seseorang ke daerah dengan zona penularan Covid-19 resiko sedang dan tinggi memang juga menjadi catatan serius. Tetapi guru bisa membuat sebuat peta konsep dan rute kunjungan dengan terlebih daluhu berkomunikasi dengan satgas Covid sekolah atau minimal dengan gugus tugas tingkat kecamatan. Setelah mendapatakan persetujuan, maka bisa dilaksanakan kunjungan ke siswa yang tentu saja dengan tetap menerapkan protokol kesehatan yang sangat ketat.

Hasil belajar seorang siswa akan menjadi sebuah indikator keberhasilan siswa dalam menyelesaikan setiap jenjang pendidikannya. Pun dalam sebuah situasi yang tidak memungkinkan siswa melaksanakan pembelajaran tatap muka, maka guru dan orangtua lah penanggung jawab utama atas hasil belajar siswa tersebut. Ketika siswa sudah mengalami kejenuhan belajar maka dipastikan akan memperoleh ketidakmaksimalan dalam hasil belajar. Oleh karenanya diperlukan pendorong untuk menggerakkan siswa agar semangat dalam belajar sehingga tetap dapat memiliki prestasi belajar. Kolaborasi apik antara siswa, guru dan orangtua akan meningkatkan hasil belajar siswa di masa pandemi seperti ini. Karena yakinlah bahwa di mana ada kemauan pasti disitu ada jalan. (***)

Skip to content