Ini Cara Menjadi Lansia Tangguh dan Bahagia ala PPKG UNS

UNS – Pusat Penelitian Kependudukan dan Gender (PPKG) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bekerjasama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyelenggarakan webinar dengan tajuk Menjadi Lansia Tangguh dan Bahagia dalam Situasi Pandemi Covid-19. Acara ini digelar melalui aplikasi Zoom Meeting dan juga live streaming melalui akun resmi YouTube UNS, pada Jumat (29/5/2020).

Acara yang dihadiri sekitar 400 orang ini diadakan sebagai bentuk edukasi tentang Lanjut Usia (Lansia) serta sebagai forum sosialisasi bagi seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) se-Jawa Tengah. Dibuka dengan pemutaran lagu berjudul Don’t Say Good Bye, hadirin diajak untuk menyelami kegundahan lansia yang memiliki beberapa anak. Ketika anak-anak tersebut telah dewasa dan membina rumah tangga masing-masing, rumah menjadi sepi. Dipandu oleh Dr. Retno Setyowati selaku Ketua PPKG, acara ini menghadirkan 3 narasumber utama yakni Wagino, S.H., M. Si., Dra. Trisni Utami, M. Si., dan Dr. Tri Rejeki Andayani, M. Si.

Selaku pembicara utama, Wagino yang juga merupakan Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah ini, menjabarkan beberapa dampak Covid-19 bagi lansia. Beberapa dampak yang ditimbulkan antara lain adanya dampak pada kesehatan mental terkait adanya jarak fisik maupun sosial yang sedang berlangsung, angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok lain, berdasarkan gender menyebutkan bahwa lansia perempuan lebih rentan, sering mendapatkan perlakuan kasar, dan bahkan ada yang masih bekerja pada pandemi ini.

Wagino mengungapkan memang tidak mudah memiliki orangtua yang berusia lanjut, maka diperlukan kesabaran.
“Ternyata punya orang tua yang lansia sudah di atas 60 atau 70 tahun tidak mudah, ternyata kalau sudah di atas usia 70 seperti bayi, banyak cerewet dan sebagainya. Kita sebagai anak, merawat orangtua yang lansia harus sabar,” pesan Wagino.

Wagino juga berbagi beberapa dimensi pada lansia. Terdapat dimensi spiritual yang membuat lansia harus meyakini bahwa pandemi Covid-19 merupakan ketetapan dan takdir Tuhan. Sebagai manusia, sudah seharusnya tetap berusaha semampunya agar terhindar dari risiko penularan Covid-19, dan berdoa meminta pertolongan.

Dimensi emosional juga terdapat pada lansia yang ditandai dengan adanya upaya agar terhindar dari stress karena tidak mungkin anak cucu berkunjung pada masa pandemi ini. Jarak tidak seharusnya menjadi penghalang untuk mengungkapkan kasih sayang, pada masa sekarang dapat memanfaatkan teknologi.

Selanjutnya, terdapat dimensi sosial kemasyarakatan. Melalui komunikasi daring, lansia dapat melakukan komunikasi dengan teman sebaya mau pun keluarga dengan baik. Terdapat pula dimensi fisik, pada masa pandemi Covid-19 seperti ini, lansia diharapkan tetap aktif berolahraga, berjemur di pagi hari, makan makanan sehat, istirahat yang cukup, dan rutin cek kesehatan juga minum obat.

Dimensi intelektual pada lansia ditandai dengan mulai mengalami kebingungan dan kekhawatiran akibat pikiran-pikiran yang diciptakan. Dimensi keenam adalah profesional vokasional, di sini lansia bekerja bukan sekadar untuk pemenuhan nafkah, namun sebagai bentuk aktualisasi diri, dan yang terakhir adalah dimensi lingkungan yang membuat lansia dapat melakukan kegiatan yang menyenangkan di rumah seperti membaca, melukis, dan menjahit.

Acara dilanjutkan oleh Dra. Trisni Utami, M. Si. yang juga merupakan Kepala Program Studi (Kaprodi) Magister Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS. Dra. Trisni menjelaskan pemahaman Covid-19 pada sudut pandang lansia yang menganggap bahwa Covid-19 bukanlah hal yang menakutkan.

“Lansia menganggap bahwa pandemi corona belum dianggap sesuatu yang menakutkan bagi mereka. Contohnya, ketika mereka memeriksakan rutin kesehatannya, mereka tidak takut dengan Corona,” ujar Dra. Trisni.

Dra. Trisni juga menjabarkan apa saja tugas masyarakat untuk menjaga lansia di sekitar lingkungan masing-masing. Beberapa diantaranya adalah ketika terdapat paket Sembako dalam kondisi pandemi, jangan biarkan lansia antri namun berikan saja langsung ke rumahnya. Selanjutnya, lansia tidak memiliki penghasilan tetap, hal ini sepatutnya menjadi perhatian bersama. Terakhir, Alat Pelindung Diri (APD) pada lansia hendaknya diperhatikan dengan baik ketika harus berjualan ke pasar, lansia harus menggunakan masker, penutup wajah, dan kaos tangan.

Pembicara terakhir, Dr. Tri Rejeki Andayani, M. Si. yang berasal dari Program Studi (Prodi) Psikologi Fakultas Kedokteran (FK) UNS menjabarkan beberapa perspektif kepribadian lansia. Terdapat 5 poin utama kepribadian lansia yakni benci pada diri sendiri, bermusuhan, tergantung, mandiri, dan konstruktif.

Benci pada diri sendiri berarti tipe ini cenderung autokritik, tidak mudah menerima bantuan, merasa sengsara, dan sering mempersulit diri sendiri. Pada tipe bermusuhan maksudnya adalah tipe ini merasa tidak puas pada banyak hal dan masih banyak keinginan tanpa perhitungan. Selanjutnya, tipe tergantung yang sangat dipengaruhi oleh keluarga atau orang-orang terdekatnya, lingkungan harmonis tapi juga rentan dengan kedukaan yang mendalam ketika ditinggalkan. Tipe mandiri adalah yang tidak mengalami post power syndrome, yang tetap berusaha memiliki otonomi di masa tuanya. Tipe terakhir adalah konstruktif yang cenderung tenang, tidak banyak gejolak menuju hari tua.

Webinar berlangsung dengan interaktif. Beberapa peserta aktif mengajukan pertanyaan. Salah satu pertanyaan adalah bagaimana cara mewujudkan lansia yang tangguh. Dalam hal ini, salah satu pembicara yakni Wagino mengatakan bahwa apa pun yang ingin dilakukan lansia jangan pernah dikekang, biarkan ia terus berkarya agar dalam kehidupan sehari-harinya tidak mengalami stress. Humas UNS/Zalfaa

Skip to content