Jubir Satgas Covid-19 RS UNS: Jangan Hanya Andalkan Tes Usap Antigen

UNS — Saat ini pemerintah terus berupaya menekan angka penularan SARS-CoV-2 pasca Indonesia menjadi episentrum penyebaran dari virus menular ini pada bulan Juni-Juli yang lalu.

Salah satunya adalah dengan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat dan berlevel yang ditetapkan di Pulau Jawa-Bali dan sejumlah daerah lainnya.

Selain itu, pemerintah pusat baru-baru ini juga meminta pemerintah daerah untuk menggencarkan tracing agar mempermudah dokter dan tenaga kesehatan saat menelusuri riwayat penularan SARS-CoV-2 pada pasien.

Bahkan, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) secara khusus menekankan tes PCR harus diperbanyak, ditambah dengan diberlakukannya syarat sertifikat vaksinasi Covid-19 bagi masyarakat yang ingin masuk ke pusat perbelanjaan dan tes usap antigen bagi penumpang yang ingin menggunakan transportasi massal untuk menempuh perjalanan jarak jauh.

Menanggapi kebijakan pemerintah tersebut, Juru Bicara (Jubir) Satgas Covid-19 Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Tonang Dwi Ardyanto, Ph.D mengingatkan menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) lebih penting ketimbang melakukan tes usap ataupun vaksinasi Covid-19.

Dalam hal ini, ia menyoroti sikap sebagian orang yang merasa aman dan ‘merdeka’ ketika sudah dites usap antigen. Padahal, tes usap antigen disebut dr. Tonang belum menjadi jaminan.

“Sebenarnya seberapa penting kita melakukan tes antigen sebelum naik kereta? Kalau mau ditanya memilih menjaga Prokes dengan baik atau kita menggunakan tes antigen, lebih baik Prokes yang kita tegakkan betul. Karena antigen sekali itu belum jaminan yang baku,” ujar dr. Tonang.

Dalam Talkshow Virtual “Merdeka Bertransportasi” yang digelar oleh Solopos, Rabu (18/8/2021) malam, melalui kanal Youtube resminya, dr. Tonang yang juga dokter spesialis patologi klinis RS UNS ini mengatakan, kebijakan pemerintah dalam menekan angka penularan SARS-CoV-2 harus tegas dan jelas.

Ia menyampaikan bahwa cakupan vaksinasi Covid-19 yang sudah digelar pemerintah hingga hari ini masih belum membebaskan Indonesia dari kekhawatiran akan krisis kesehatan ini.

Di hadapan Menteri Perhubungan (Menhub) RI Budi Karya dan Dirut PT. KAI Didiek Hartantyo, dr. Tonang menjelaskan, efek vaksinasi Covid-19 baru bisa efektif dirasakan jika sudah mendapat vaksinasi Covid-19 yang lengkap dan melewati 14 hari dari suntikan dosis kedua.

“Perlu kami sampaikan bahwa dosis pertama vaksin Covid-19 belum mendapat hasil yang kita harapkan sehingga kita perlu luruskan dalam aturan yang ada jangan tanggung. Jangan ngambil risiko, harus lengkap dan minimal jaraknya sudah 14 hari dari suntikan kedua,” jelas dr. Tonang.

Sehingga, apabila masyarakat ingin melakukan perjalanan jarak jauh menggunakan transportasi massal, ia menilai yang terpenting adalah tetap menerapkan Prokes, dengan didukung penyaringan penumpang.

dr. Tonang juga meminta PT. KAI selaku operator perjalanan kereta api memastikan penumpang yang masuk ke dalam gerbong tidak batuk atau demam tinggi.

“Monggo nanti Bapak/ Ibu yang ada di manajemen PT. KAI, perlu kami sampaikan agar sadar bahwa vaksin belum bisa menjadi senjata yang bisa kita andalkan mutlak. Karena ini baru personal immunity dan belum bisa dikatakan herd immunity,” imbuhnya.

Berkaitan dengan herd immunity, dr. Tonang menerangkan hal ini baru dapat terwujud jika vaksinasi Covid-19 disuntikan kepada masyarakat di suatu daerah yang tidak ada mobilitas keluar-masuk.

Namun, jika melihat kondisi di Indonesia, ia menilai herd immunity belum dapat terwujud sebab pemerintah masih membuka akses perjalanan lintasdaerah di sejumlah kota/ kabupaten dan pulau.

“Bahkan kalau mau mengatakan herd immnity sebenarnya idealis sekali. Kita masih agak jauh (dari herd immunity) tetapi Pak Presiden berulang kali menyampaikan fokus kesehatan, maka ekonomi akan (meningkat) mengikuti,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content