Pakar Ekonomi UNS: Upaya Penanggulangan Covid-19 dari Desa Lebih Efektif

UNS -Persebaran Covid-19 beberapa hari terakhir di Indonesia mengalami lonjakan yang cukup tinggi. Pemerintah daerah mulai menentukan status dan kebijakan untuk mengantisipasi penyebaran corona virus diseases – 2019 (Covid-19) di daerah masing-masing.

Menanggapi perkembangan kebijakan masing-masing daerah tersebut, Dr. Mulyanto, ME dari Pusat Informasi Pembangunan Wilayah (PIPW) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ikut angkat bicara.

Wabah Covid-19 telah membuat daerah bersikap sesuai dengan kondisi yang terjadi di daerahnya masing-masing. Solo misalnya, lebih memilih status Kejadian Luar Biasa (KLB) dengan harapan ada pemahaman bersama bahwa upaya mengendalian wabah Covid -19 harus menjadi perhatian dan tanggung jawab dari semua pihak. Tetapi untuk Kota Tegal misalnya, telah memilih model karantina, yang membatasi akses dari luar daerah untuk masuk ke dan/atau keluar dari Kota Tegal.

“Semua ada sisi positif dan negatifnya. Solo dengan menggunakan pendekatan KLB masih memungkinkan masyarakatnya menjalankan aktifitas ekonomi, tetapi harus tetap waspada terhadap penyebaran wabah Covid-19,” terang Dr. Mulyanto.

Dari sisi keuangan daerah, harus ada reformulasi kebijakan khususnya dalam menjalankan APBD Tahun 2020. Hal itu dilakukan untuk menyelaraskan dengan kemampuan keuangan daerah dalam mengantisipasi dan memperkuat program-program yang dianggap penting untuk menanggulangi Covid-19.

“Badan Keuangan Daerah, selaku OPD pemegang dan pengendali keuangan daerah bisa memberikan masukan untuk pelaksanaan program dan kegiatan yang belum dianggap penting untuk ditunda pelaksanaannya. Mekanisme ini kelak diatur dalam perubahan APBD 2020,” tambah Dr. Mulyanto

Pemerintah Daerah jelas terpengaruh dengan kejadian wabah Covid-19, khususnya bagi daerah yang menerapkan mekanisme isolasi. Transaksi dan kegiatan ekonomi yang mengandalkan pelaku ekonomi dari luar daerah akan banyak menemui masalah dan kendala. Namun aktivitas ekonomi daerah bisa tetap berjalan selama pemerintah daerah mampu menjamin kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada saat ini.

“Misal, seandainya Solo menggunakan konsep isolasi, pasokan barang kebutuhan pokok hasil-hasil pertanian yang berasal dari daerah sekitar Solo akan terganggu, karena Solo bukan daerah penghasil utama sektor pertanian. Di lain pihak, isolasi membawa keuntungan untuk menekan laju penyebaran Covid-10,” ujar Dr. Mulyanto.

Saat ini pemerintah desa, bisa efektif untuk ikut menanggulangi Covid-19, jika aparatur pemerintah desa bisa menggerakkan dan menyadaran masyarakat untuk saling bekerjasama menanggulang Covid-19, baik dari sisi upaya pencegahan maupun dari sisi upaya pemenuhan kebutuhan utama yang paling mendesak. Dalam suatu desa bisa digali produk apa yang bisa disediakan, dan sekaligus bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan lokal. Upaya ini sekaligus juga dapat dijadikan sarana untuk menuju desa mandiri pangan, yang mempunyai sinergitas tinggi antar aparatur pemerintah desa dengan masyarakat desa, melalui optimalitas penggunaan dana desa, dan sumber-sumber pendapatan desa lainnya.

“Dana Desa dari APBN sesuai arahan pemerintah pusat, bisa diarahkan pengggunaannya untuk pencegahan wabah Covid-19. Saat ini adalah masa yang tepat untuk desa memikirkan produk utama yang bisa dihasilkan oleh desa, sekaligus juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat desa. Indonesia dengan jumlah sebaran desa sekitar 75 ribu desa, bisa lebih efektif mengurangi penyebaran Covid-19 jika sinergitas pemerintah desa dan masyarakatnya bisa berjalan secara serentak,“ tegas Dr. Mulyanto

Secara umum, Daerah bisa melakukan karantina wilayah jika wabah Covid-19 benar-benar tidak terkendali penyebarannya, dan dengan catatan daerah merasa mampu untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam jangka pendek. Misalnya untuk kebutuhan pangan, sudah punya skenario akan aman untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekian bulan ke depan.

“Pola Karantina Wilayah tidak efektif jika daerah tidak tahu dan tidak punya skenario yang akan diperbuat dalam jangka pendek. Sekaligus juga tidak ada kesadaran dari berbagai pihak untuk bekerja bersama, termasuk tidak adanya jaringan keterlibatan dengan pihak/aparatur kepolisian dan militer,” tutup Dr. Mulyanto. Humas UNS

Skip to content