Tanggapan Ekonom UNS Soal PPKM Darurat Jawa-Bali

UNS — Pemerintah mulai 3 Juli 2021 resmi menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat untuk kawasan Jawa-Bali. Keputusan itu diumumkan langsung oleh Presiden RI, Joko Widodo (Jokowi), melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden pada Kamis (1/7/2021) lalu.

PPKM darurat Jawa-Bali diberlakukan sebab angka pertambahan kasus posi Covid-19 dalam seminggu terakhir terus bertambah. Akibatnya, terjadi kelangkaan tabung oksigen, kamar isolasi di sejumlah rumah sakit (RS) mulai penuh, hingga Tenaga Kesehatan (Nakes) mulai kewalahan.

PPKM darurat berlaku di 122 kabupaten/ kota di Jawa-Bali. Daerah-daerah yang memberlakukan PPKM masuk dalam level 3 dan level 4 berdasarkan kriteria World Health Organization (WHO).

Ada sejumlah aturan dalam PPKM darurat Jawa-Bali yang akan diberlakukan hingga tanggal 20 Juli mendatang. Diantaranya, pemerintah mewajibkan perkantoran untuk menerapkan kerja di rumah atau work from home (WFH) 100 persen dengan sejumlah pengecualian untuk sektor esensial dan kegiatan belajar-mengajar dilangsungkan secara daring.

Selain itu, selama PPKM darurat Jawa-Bali rumah ibadah juga ditutup dan restoran, kafe, atau warung makan tidak boleh melayani pelanggan yang makan di tempat.

Menanggapi hal tersebut, ekonom Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) UNS, Lukman Hakim, Ph.D mengatakan, keputusan pemerintah untuk memberlakukan PPKM darurat Jawa-Bali sudah tepat.

“Saya kira pilihan untuk melaksanakan PPKM adalah pilihan yang tepat, karena hanya tinggal cara itu yang dianggap bisa mengurangi penularan yang semakin meluas,” ujar Lukman, Sabtu (3/7/2021).

Ia juga menilai pemerintah tetap memperhatikan sektor ekonomi walau PPKM darurat Jawa-Bali diberlakukan. Hal ini sekaligus membantah penilaian sejumlah pihak yang menyebut pemerintah lebih mementingkan urusan kesehatan masyarakat ketimbang ekonomi.

Selama PPKM darurat Jawa-Bali, pemerintah memang sudah menegaskan apabila bantuan sosial (bansos) untuk masyarakat menengah ke bawah akan kembali diberikan, seperti yang disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Kemaritiman dan Investasi (Marves) RI, Luhut Binsar Pandjaitan.

“Saya kira kok tidak ya. Pemerintah juga tengah menyiapkan bantuan logistik kepada masyarakat seperti periode yang lalu,” kata Lukman.

Lukman menyarankan, agar bansos yang diberikan pemerintah diwujudkan dalam bentuk uang tunai. Alasannya, bansos uang tunai lebih fleksibel dibelanjakan sehingga bisa membantu ekonomi lokal yang sedang terpuruk akibat pandemi Covid-19.

“Bansos sebaiknya dalam bentuk uang, karena akan lebih fleksibel untuk membelanjakannya dan bisa beli di warung-warung tetangga sehingga bisa membantu menumbuhkan ekonomi lokal,” tambahnya.

Saat ditanya mengenai kemungkinan pertumbuhan ekonomi di kuartal III tahun ini, ia memprediksi pertumbuhan ekonomi akan lebih melambat. Ia menyebut dampak ini adalah konsekuensi agar angka pertambahan kasus positif Covid-19 dapat ditekan.

“Menurut perkiraan saya pada tahun ini pertumbuhan sudah bisa positif sekitar 1-2 persen. Pada pengumuman Agustus nanti saya berharap pertumbuhan ekonomi sudah bisa sekitar positif 1 persen. Kita berharap upaya pemerintah untuk PPKM ini agar disambut masyarakat dengan lebih antusias sehingga tujuan untuk menekan penularan Covid-19 bisa tercapai,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content