Tanggapan Jubir Satgas Covid-19 RS UNS Soal Penyuntikan Vaksin Sinovac untuk Anak

UNS — Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto, dr.,Sp.PK., Ph.D, memberikan tanggapannya seputar rencana penyuntikan vaksin Sinovac untuk anak berusia 12-17 tahun di Indonesia.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya di berbagai media, rencana penyuntikan vaksin Sinovac untuk anak berusia 12-17 tahun telah diumumkan oleh Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, Siti Nadia Tarmizi.

Rencana itu juga sudah mendapat persetujuan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dalam keterangan resminya pada Senin (28/6/2021) lalu.

Padahal, jika merujuk pada rekomendasi yang diterbitkan World Health Organization (WHO), vaksin Pfizer telah direkomendasikan untuk disuntikkan bagi anak berusia di atas 12 tahun.

dr. Tonang dalam hal ini mengatakan, izin penggunaan obat, termasuk vaksin Covid-19, merupakan wewenang dari negara yang bersangkutan dan dijalankan oleh lembaga/ otoritas yang berwenang.

Sehingga yang berhak untuk memberikan izin penggunaan darurat vaksin Covid-19 di Indonesia kepada Sinovac, merupakan wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

“Di Indonesia oleh BPOM. Jadi, sebenarnya BPOM bisa saja menerbitkan izin tanpa harus menunggu adanya izin dari WHO sendiri,” ujar dr. Tonang dalam wawancaranya bersama Tempo.co, Selasa (29/6/2021).

dr. Tonang menerangkan, berkaitan dengan Emergency Use of Listing (EUL) yang diterbitkan WHO, adalah izin penggunaan vaksin dalam program GAVI/ COVAX.

Program itu merupakan kerja sama pengembangan vaksin antara WHO dan Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI). Dan, Indonesia sudah terdaftar sebagai negara penerima vaksin dari program GAVI/ COVAX melalui penandatanganan formulir B yang dilakukan Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani, dengan Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin.

“Jadi EUL WHO itu bukan dasar penggunaan di suatu negara,” jelas dr. Tonang.

Ia menambahkan, vaksin Covid-19 seperti Pfizer, Moderna, AstraZeneca, Sinopharm, dan Sinovac sudah digunakan di sejumlah negara sebelum WHO menerbitkan EUL.

“Moderna malah baru 30 April 2021. AstraZeneca baru per April dapat EUL WHO. Padahal sudah sebelumnya digunakan. Karena sekali lagi itu hak masing-masing negara,” imbuhnya.

Di samping penyuntikan vaksin Sinovac untuk anak berusia 12-17 tahun dan EUL WHO, dr. Tonang yang merupakan pengajar di PPDS Patologi Klinik FK UNS juga menitipkan harapannya agar pemerintah saat ini melakukan perluasaan penggunaan vaksin.

Ia mengatakan yang dibutuhkan saat ini adalah hasil uji klinis vaksin Covid-19 yang kemudian dapat dianalisis oleh BPOM sebagai otoritas pemberi wewenang.

“Jika disetujui, terbit emergency use of authorization atau EUA,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content