UN Ditiadakan, Guru Besar UNS Ingatkan Pentingnya Standarisasi Kelulusan di Setiap Daerah

UNS – Pemerintah resmi meniadakan Ujian Nasional (UN) pada tahun ini. Langkah untuk meniadakan UN diambil langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim, untuk mencegah penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19). Pengumuman tersebut disampaikan oleh Nadiem Makarin dalam jumpa persnya, Senin (24/3/2020).

Dalam Surat Edaran (SE) No. 4 tahun 2020 yang diteken oleh Nadiem pada (24/3/2020), sejumlah opsi telah disiapkan untuk menentukan kelulusan siswa, baik di tingkat SD, SMP, dan SMA/ SMK. Diantaranya adalah penentuan kelulusan siswa berdasar Ujian Sekolah (US) yang tidak diperkenankan dilakukan secara tatap muka, nilai siswa pada lima semester terakhir, dan nilai praktik bagi siswa SMK.

Menanggapi hal tersebut, pengamat pendidikan yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Siswandari, mengatakan bila pemerintah perlu menerapkan standar kelulusan di setiap daerah.

“Saya rasa belum cukup karena istilah saya ‘tidak ada standarisasi lokal.’ Berdasarkan pengalaman saya selama 7 tahun mengelilingi berbagai wilayah di Indonesia ditambah pertimbangan geografis dan keragaman kemampuan masing-masing wilayah maka saya punya 4 masukan kepada pemerintah,” ucap Prof. Siswandari, Rabu (1/4/2020).

Masukan pertama dari Prof. Siswandari adalah perlu adanya standarisasi kelulusan yang diberlakukan di masing-masing kabupaten/ kota. Kedua, standar kelulusan harus mencakup sejumlah komponen akademis dengan masing-masing komponen yang memiliki standar, seperti standar penilaian mata pelajaran yang dipilih untuk setiap jenjang sekolah, standar prestasi di luar sekolah yang dapat diakui sebagai pengganti mata pelajaran (mapel) tertentu.

Ketiga, tanggung jawab standarisasi menjadi tanggung jawab dinas pendidikan kabupaten/ kota. Dan, keempat perlu adanya penunjukan sekolah yang memiliki mutu dan kualifikasi bagus untuk menjadi ‘sister school’ bagi sekolah yang level kualifikasinya relatif rendah.

Saat ditanya mengenai opsi penentuan kelulusan siswa berdasar nilai US, Prof. Siswandari meminta agar ketersediaan soal ujian yang terstandar harus diperhatikan serta didukung oleh sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kapabilitas untuk melaksanakan ujian secara daring.

“Yang paling utama dan pertama harus diperhatikan sekolah adalah ketersediaan soal ujian yang terstandar dimana soal dibuat oleh tim guru yang kemudian divalidasi oleh pakar (bukan dibuat oleh dosen), ketersediaan fasilitas untuk penyelenggaraan ujian secara daring lalu harus dipastikan ketersediaan SDM yang memiliki kapabilitas memadai untuk memfasilitasi keterlaksanaan ujian secara daring di setiap sekolah,” jelas Prof. Siswandari.

Bila kedepan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di sekolah masih terkendala akibat pandemi Covid-19, Prof. Siswandari mengingatkan pemerintah soal pentingnya pembelajaran luar jaringan (luring). Salah satu tujuannya agar sekolah tetap dapat menanamkan karakter yang baik kepada siswa yang tidak mungkin dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar secara daring.

“Jika motto pemerintah kita ‘SDM Unggul Indonesia Maju’ saya secara pribadi mengusulkan tetap ada proses pembelajaran luring untuk mengembangkan karakter baik, karena SDM unggul itu bagi saya bukan sekadar orang yang secara akademis pintar namun juga harus memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Mereka terus dilatih sampai hal tersebut akhirnya akan menjadi gaya hidup nya kelak di masyarakat. Siswa juga harus memiliki kecintaan kepada NKRI dan jiwa nasionalismenya tinggi, dan memiliki integritas yang utuh,” pungkas Prof. Siswandari. Humas UNS/Yefta

Skip to content