Kolaborasi FK UNS dengan Berbagai Universitas: Apotek Komunitas Berperan Penting dalam Tanggap Pandemi

Kolaborasi FK UNS dengan Berbagai Universitas: Apotek Komunitas Berperan Penting dalam Tanggap Pandemi

UNS — Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bersama beberapa universitas ternama di Indonesia dan dunia terlibat penelitian (Protecting Indonesia from the Threat of Antibiotic Resistance (PINTAR). Penelitian PINTAR dipimpin oleh Kirby Institute dari University of New South Wales (UNSW) Australia yang bekerja sama dengan UNS, Universitas Gadjah Mada (UGM), Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, London School of Hygiene & Tropical Medicine, University College London di Inggris, dan George Institute for Global Health di UNSW Sydney.

Apotek komunitas dan toko obat swasta dapat mengurangi beban fasilitas kesehatan di masa pandemi melalui pemberian saran serta obat yang akurat dan tepat kepada pasien. Oleh karena itu, pemerintah perlu meningkatkan keterlibatan apotek komunitas dalam upaya tanggap wabah atau pandemi dengan pedoman yang tepat dan sarana seperti Alat Pelindung Diri (APD) yang memadai.

Penelitian hasil kerja sama Australia, Indonesia, dan Inggris menganalisis pengetahuan dan praktik dari 4.716 apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) di 34 provinsi di Indonesia dengan sepertiga responden tinggal di Pulau Jawa. Hasil survei daring yang dilaksanakan pada bulan Juli hingga Agustus 2020 tersebut dipublikasikan di jurnal The Lancet Regional Health – Western Pacific.

Salah satu tim peneliti, dr. Yusuf Ari Mashuri dari FK UNS menilai bahwa ketika apoteker dan TTK memiliki akses pada pedoman dan informasi yang tepat, banyak dari mereka berkeinginan untuk aktif dalam upaya penanggulangan wabah.

“Misalnya dengan memberikan saran pada pelanggan, membagikan leaflet, dan ikut serta dalam kegiatan surveilans. Saran dari para pakar kesehatan sangat penting untuk menanggulangi adanya kesalahan informasi Covid-19 yang tersebar di media social,” kata dr. Yusuf Ari Mashuri.

Penelitian ini mengungkapkan kerentanan proses distribusi alat kesehatan untuk pencegahan infeksi, seperti hand sanitizer, dan APD. Hal ini adalah tantangan yang dihadapi banyak negara berkembang di awal masa pandemi.

Apotek Komunitas dan Toko Obat sebagai Tujuan Pertama bagi Masyarakat untuk Memperoleh Pengobatan

Apotek komunitas dan toko obat memainkan peran penting dalam melayani masyarakat karena sering menjadi tempat pertama yang dituju untuk mencari pengobatan, terutama di daerah dengan akses layanan kesehatan yang terbatas. Penelitian mengenai perilaku dan pengalaman para tenaga kerja kesehatan di sektor publik selama pandemi Covid-19 telah banyak dilakukan. Namun, masih sedikit yang berfokus pada apoteker dan TTK yang bekerja di apotek komunitas dan toko obat.

Prof. Tri Wibawa dari UGM mengatakan bahwa dalam penelitian mereka menunjukkan betapa pentingnya apotek komunitas dan toko obat di garda depan layanan kesehatan dan tantangan yang dihadapi selama pandemi di Indonesia.

“Hasil penelitian kami berkontribusi penting bagi komunitas ilmiah. Survei kami merupakan salah satu survei terbesar pada apoteker dan TTK yang bekerja di apotek komunitas dan toko obat di Asia Tenggara selama pandemi Covid-19,” jelas Prof.Tri Wibawa yang memimpin survei ini

Saat ini, apoteker dan TTK dituntut untuk berperan lebih aktif dalam surveilans wabah, edukasi kesehatan, penelitian obat, pemberian vaksin, tes diagnostik, dan program dukungan kepatuhan pengobatan. Peran tersebut menjadi penting terutama ketika pelayanan kesehatan klinis yang kewalahan, khususnya di negara dengan sumber daya kesehatan yang terbatas.

Apotek Komunitas dan Toko Obat dalam Usaha Mencegah Resistensi Antibiotik

Hasil survei menunjukkan banyak penderita Covid-19 mendatangi apotek komunitas dan toko obat untuk memperoleh antibiotik. Hal ini dapat meningkatkan ancaman resistensi antimikroba karena antibiotik bukanlah obat yang efektif untuk virus. Kurang lebih sepertiga responden menyebutkan bahwa mereka telah memberikan antibiotik kepada pasien yang diduga menderita Covid-19. TTK lebih sering melaporkan penjualan obat resep dokter termasuk antibiotik dibandingkan apoteker. Mereka memiliki wewenang dan terlatih dalam memberikan resep obat untuk melaporkan penjualan obat dengan resep dokter termasuk antibiotik.

Saat ini terdapat sekitar 135.000 apotek komunitas dan toko obat berizin di Indonesia. Meskipun regulasi di Indonesia melarang penjualan antibiotik secara bebas, tetapi pemberian antibiotik tanpa resep merupakan hal yang umum terjadi. Penelitian menunjukkan adanya peningkatan penggunaan antibiotik yang tidak tepat oleh masyarakat selama pandemi Covid-19.

Prof. Virginia Wiseman dari Kirby Institute di University of New South Wales (UNSW) Sydney dan London School of Hygiene and Tropical Medicine yang juga memimpin survei, mengatakan bahwa peningkatan resistensi antimikroba yang berkelanjutan menjadi ancaman besar bagi kesehatan masyarakat.

“Oleh karena itu, perlu adanya respons yang melibatkan seluruh sistem kesehatan. Apotek komunitas dan toko obat di beberapa negara, terutama Indonesia merupakan bagian penting dari sistem kesehatan sehingga perlu diintegrasikan dengan baik ke dalam penanganan pandemi secara nasional. Saat ini adalah waktu yang ideal bagi negara seperti Indonesia untuk mulai melakukan integrasi dari hal tersebut,” tutur Prof. Virginia.

Survei Covid-19 ini merupakan bagian dari PINTAR yang bertujuan untuk meningkatkan pemberian antibiotik secara bijak di masyarakat dan mencegah perluasan resistensi antimikroba. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content