Indonesia Waspadai Varian Omicron, ini Imbauan Dokter Spesialis Patologi Klinik RS UNS

Indonesia Waspadai Varian Omicron, ini Imbauan Dokter Spesialis Patologi Klinik RS UNS

UNS — Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah mengumumkan temuan varian baru SARS-CoV-2 B.1.1.529 atau Omicron, Kamis (25/11/2021). Varian ini pertama kali ditemukan di Afrika Selatan (Afsel) dan kini telah menyebar di sejumlah negara, seperti Arab Saudi, Australia, dan Amerika Serikat (AS).

Karena varian Omicron berpotensi membuat jumlah kasus Covid-19 melonjak, WHO sampai melabeli varian ini sebagai Variant of Concern (VOC). Ini tandanya, varian Omicron mampu menyebabkan peningkatan penularan dan peningkatan kematian.

Pemerintah Indonesia langsung merespons munculnya varian Omicron dengan melarang Warga Negara Asing (WNA) yang memiliki riwayat perjalanan 14 hari terakhir dari Afsel, Botswana, Namibia, Zimbabwe, Lesotho, Mozambique, Eswatini, Malawi, Angola, Zambia, dan Hongkong untuk masuk ke tanah air.

Selain itu, Warga Negara Indonesia (WNI) yang kembali ke Indonesia dan memiliki riwayat perjalanan dari negara-negara tersebut, akan dikarantina selama 14 hari. Kebijakan ini mulai berlaku Senin (29/11/2021) pukul 00.01 WIB.

Merebaknya varian Omicron turut mendapat perhatian dari Juru Bicara (Jubir) Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 sekaligus Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Tonang Dwi Ardyanto dr. SpPK, Ph.D.

Meski hingga Selasa (30/11/2021), Pemerintah belum mengonfirmasi kasus varian Omicron di Indonesia, bukan berarti masyarakat bisa tenang dan abai dengan Protokol Kesehatan (Prokes).

Justru dengan informasi penyebaran varian Omicron, masyarakat harus berhati-hati dan disiplin menerapkan Prokes supaya kasus merebaknya varian Delta pada Juli-Agustus lalu tidak terulang di libur Natal-Tahun Baru.

“Hari-hari ini, beberapa negara sudah melaporkannya, termasuk Australia. Yang melaporkan itu berarti sudah berhasil mendeteksinya. Yang belum melaporkan bukan berarti pasti bebas virus varian. Mungkin karena belum berhasil mendeteksinya saja,” ujar dr. Tonang saat dihubungi uns.ac.id, Selasa (30/11/2021).

Saat ditanya mengenai tingkat keganasan varian Omicron, dr. Tonang menjawab bahwa informasi masih terus berkembang sesuai perkembangan penyebaran varian ini.

Ia meminta agar masyarakat tidak terlalu memikirkan tingkat keganasan varian Omicron. Yang terpenting bagi dr. Tonang adalah mewaspadai tingkat penyebaran varian Omicron.

dr. Tonang mengharapkan agar Instalasi Gawat Darurat (IGD) di RS lebih siap bila sewaktu-waktu terjadi lonjakan kasus Covid-19 akibat varian Omicron. Ia tidak ingin pasien Covid-19 terlantar seperti Juli-Agustus lalu.

“Memaknai ganas atau tidak, sebenarnya sangat tergantung kondisi setempat. Proporsi angka kematian (CFR) varian Delta misalnya, sebenarnya rendah. Walau kasus tinggi di beberapa negara, bahkan sangat tinggi, tapi persentase kematian rendah,” jelasnya.

Lebih lanjut, ia justru menekankan penanganan Covid-19 difokuskan pada tingkat penyebarannya. Dengan demikian, penyebaran Covid-19 tetap terjaga, jumlah kasus tidak melonjak, fasilitas kesehatan tetap sanggup menampung sampai secara alami gelombang Covid-19 menurun.

“Yang harus diperhatikan itu tingkat penyebarannya. Kalau kasusnya sangat tinggi, RS kewalahan, tempat tidur kurang, sampai harus antri di IGD, atau bahkan terpaksa bertahan di rumah saja, maka jadi besar risikonya. Angka kematian menjadi tinggi. Artinya, harus kita waspadai,” lanjut dr. Tonang.

Gelombang Penyebaran Covid-19

Perlu diketahui, selama 1,5 tahun pandemi Covid-19 melanda dunia, Indonesia sudah terkena dua kali gelombang penyebaran Covid-19. Hal ini membuat jumlah pasien Covid-19 termasuk angka kematian melonjak drastis.

Dalam hal ini, dr. Tonang menjelaskan, ada dua hal yang dapat terjadi ketika gelombang Covid-19 melanda. Pertama, bisa saja walau penyebaran Covid-19 terjaga, tapi jumlah kasusnya tinggi dengan catatan orang yang terkonfirmasi Covid-19 tetap terisolasi dan pasien berat mendapat perawatan.

“Kedua, mulai terjadi lonjakan, penyebaran tidak tertahan, sampai tidak terkendali, semakin banyak terinfeksi, tersebar begitu saja, semakin tinggi kasusnya, semakin banyak yang maaf meninggal, kemudian setelah begitu banyak yang terinfeksi, kasus menurun karena virus tidak lagi menemukan tempat berkembang biak yang baru,” ucap dr. Tonang.

Untuk itu, dr. Tonang meminta agar Pemerintah memastikan kedisiplinan masyarakat melaksanakan Prokes, membantu memisahkan sumber-sumber penularan dengan isolasi, merawat orang yang mengalami gejala Covid-19, dan melakukan vaksinasi.

Ia menambahkan, cara-cara di atas juga perlu didukung dengan kebiasaan memakai masker, mencuci tangan, dan yang tak kalah penting adalah membatasi interaksi antara Indonesia dengan negara lain.

“Dua itu kewajiban Pemerintah, tidak mungkin masyarakat bisa melakukannya. Bisanya adalah mendukungnya. Mari kita awasi dan ‘juwehi’ terus menerus diingatkan, bila perlu agar Pemerintah benar-benar memenuhi kewajibannya,” pungkas dr. Tonang. Humas UNS

Reporter: Y. C. A Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Dokter Spesialis Jantung RS UNS: Apa itu Sarkoma Jantung yang Membuat Pendiri Off-White Meninggal?

Dokter Spesialis Jantung RS UNS: Apa itu Sarkoma Jantung yang Membuat Pendiri Off-White Meninggal?

UNS — Dunia fesyen baru saja dikejutkan dengan kabar meninggalnya pendiri label Off-White sekaligus Direktur Artistik untuk koleksi pria Louis Vuitton (LV), Virgil Abloh.

Kabar meninggalnya desainer berusia 41 tahun tersebut diumumkan oleh pihak keluarga mendiang melalui akun Instagram pribadi @virgilabloh, Minggu (28/11/2021) waktu setempat.

Pihak keluarga Virgil Abloh mengatakan, pendiri label Off-White tersebut meninggal karena kanker yang langka dan agresif, angiosarkoma atau sarkoma jantung.

Virgil Abloh diketahui telah menderita kanker jenis ini sejak tahun 2019 dan serangkaian pengobatan telah dilalui selama masa hidupnya.

“Kami sangat sedih untuk mengumumkan meninggalnya Virgil Abloh yang kami cintai, seorang ayah, suami, putra, saudara lelaki, dan teman yang sangat berbakti. Dia meninggalkan istri tercinta Shannon Abloh, anak-anaknya Lowe Abloh dan Gray Abloh, saudara perempuannya Edwina Abloh, orang tuanya Nee dan Eunice Abloh, dan banyak teman dan kolega tersayang,” tulis pihak keluarga Virgil Abloh di Instagram.

Kepergian Virgil Abloh tentu tidak diharapkan siapa pun, termasuk para sneakerhead yang begitu mengagumi karyanya. Terlebih, ia meninggal di usia yang relatif masih muda karena sarkoma jantung.

Kabar meninggalnya turut mendapat perhatian dari dokter spesialis jantung Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Habibie Arifianto, dr.,SpJP (K)., M.Kes.

Sebabnya, kanker jantung yang diderita Virgil Abloh adalah kanker jenis langka yang ganas dan berpotensi menyerang siapa pun.

dr. Habibie menerangkan, sarkoma adalah tumor ganas dari jaringan ikat atau otot, yang salah satu jenisnya adalah angiosarkoma. Ia mengatakan, angiosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari jaringan pembuluh darah.

“Dan, kalau cardiac angiosarcoma/ cardiac sarcoma adalah tumor ganas yang posisinya di jantung dan diakibatkan karena keganasan di jantung yang bisa sebagai tumor primer. Tumor ini asalnya dari otot jantung, tapi sangat jarang atau pembuluh darah di sekitar jantung yang menginvasi jaringan jantung,” terang dr. Habibie saat dihubungi uns.ac.id, Senin (29/11/2021).

Ia menyampaikan, ada sejumlah gejala yang mengindikasikan bahwa seseorang terkena sarkoma jantung. Salah satunya adalah gagal jantung.

Sarkoma jantung bisa menyebabkan gagal jantung karena jaringan otot tergantikan oleh jaringan tumor, yang kemudian menimbulkan gangguan irama jantung.

Gangguan itu berasal dari pembuluh darah sehingga berisiko memperlambat aliran darah, dan dikhawatirkan bisa menimbulkan tromboemboli atau bekuan darah di dalam jantung yang bisa lepas dan menyumbat ke pembuluh darah lain.

“Untuk usia penyakit kancer lebih sering diderita usia 40 tahun ke atas. Namun karena gaya hidup yang tidak sehat di usia muda, penyakit keganasan dapat timbul di usia relatif muda,” ujar dr. Habibie.

Karena sarkoma jantung berisiko dialami siapa saja, maka mengetahui penyebabnya secara dini akan jauh lebih baik.

Secara umum penyebab sarkoma jantung sama dengan keganasan kanker yang lain. Kanker bisa disebabkan faktor genetika atau keturunan yang terpicu oleh radikal bebas, terkena paparan polusi, asap rokok, paparan uap berbahaya seperti uap dari pupuk, insektisida, dan agen-agen radiasi lainnya, hingga makanan tidak sehat.

“Ganasnya kanker ini karena sifatnya yang invasif serta destruktif jaringan yang sehat, serta pecahan kancer-nya bisa lepas dan menyebar ke bagian tubuh lain yang dilalui pembuluh darah atau metastasis,” jelasnya.

Sedangkan untuk cara penanganannya, dr. Habibie mengatakan, sarkoma jantung yang berukuran besar bisa diatasi dengan reseksi bedah atau pengambilan tumor via bedah apabila dimungkinkan.

“Namun untuk terapi definitifnya sepertinya belum ada. Namun pasien bisa menjalani kemoterapi dan radioterapi, walaupun keberhasilannya masih belum terlalu baik,” ujarnya.

Apabila seseorang sudah benar-benar terjangkit sarkoma jantung, maka cara mendiagnosisnya dapat dilakukan dengan echocardiografi atau USG jantung, yang berupa masa yang terlihat di dalam ruangan jantung.

Selain itu, dr. Habibie menjelaskan, diagnosis terhadap sarkoma jantung dapat dilakukan dengan CT scan jantung atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) yang berupa pencitraan resonansi magnetik.

“Tujuannya, untuk melihat pembuluh darah yang memberi asupan darah ke tumornya serta penyebaran sarkoma ke organ-organ sekitar,” imbuh dr. Habibie.

Sekali lagi, karena sarkoma jantung berisiko dialami siapa saja, dr. Habibie sebagai dokter spesialis jantung mengingatkan orang-orang agar melakukan screening apabila ada keluhan dengan jantung sekecil apapun.

Tujuannya agar seseorang bisa mengetahui apakah jantungnya terkena sarkoma atau tidak. Dan, apabila sudah terdiagnosis kanker segera usahakan pengobatan hingga tuntas.

Ia meminta orang yang menderita sarkoma jantung jangan terlalu banyak membuang waktu untuk mencari pertimbangan.

“Karena penyakit itu biasanya sangat progresif dengan deteksi dini dan pengobatan lebih awal, prognosis penyakit akan lebih baik dibanding apabila kita telat dalam diagnosis dan penatalaksanaan,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Y.C.A Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Ayudia, Bayi Pertama yang Lahir di RSP UNS

Ayudia, Bayi Pertama yang Lahir di RSP UNS

what

Umi berdialog dengan Direktur RSP UNS, Prof. Zainal, sebelum pulang ke rumah.

Bayi mungil anak kedua pasangan Umi Uwaida (23) dan Suwanto (36) telah lahir di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Sebelas Maret (RSP UNS)  pada Selasa pagi (18/10/2016). Kelahiran ini menjadi momen penting untuk RSP UNS, yakni sebagai proses kelahiran pertama yang ditangani tim medis RSP UNS sejak diresmikan Agustus 2016 lalu.

Umi sudah memeriksakan kandungan di  RSP UNS sejak usia kandungan 5 bulan. “Subuh kemarin sudah mules kenceng langsung ke sini. Alhamdulillah sudah pembukaan 5, langsung ditangani bidan. Dokternya juga langsung datang,” tutur ibu muda ini menceritakan proses kelahiran anak keduanya.

Kelahiran berjalan lancar dengan proses normal. Umi ditangani oleh tim Pelayanan Obstetrik dan Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) RS UNS. Proses persalinan berlangsung selama 45 menit dari sejak Umi masuk ruang bersalin pada pukul 9.13 WIB dan dipimpin oleh dokter obsgin RSP UNS, dr. Dimas Mardiawan, dokter yang menanganinya saat konsultasi kandungan.

hh

Umi dan Ayudia, bayi yang baru dilahirkannya sebelum pulang dari rumah sakit.

“Waktu lahiran dibisiki terus, disemangati oleh tim dokter. Setelah bayinya keluar langsung ditaruh di dada untuk inisiasi menyusui dini,” tambah Umi sumringah. Suwarto, suami Umi juga menemani selama proses kelahiran bayi. “Iya, ditunggui suami sampai lahir,” tutur Umi tersipu malu. Bayi perempuan mereka yang lahir dengan bobot 2,5 kg dan panjang 47 cm ini kemudian diberi nama Ayudia Kinara Alinka.

Bebas Biaya

Kebahagiaan Umi dan Suwarto boleh jadi bertambah. Pasalnya, sejak periksa kandungan hingga melahirkan, Umi tidak pernah ditarik biaya oleh pihak rumah sakit. Umi juga sempat merasakan USG 4 dimensi, salah satu pelayanan yang dimiliki RSP UNS. “ Meski tidak ditariki uang, pelayanannya bagus, perawat dan dokternya baik. Biasanya kalau gratis kan seadanya,” aku Umi puas.

Direktur RSP UNS, Prof. Dr. Zainal Arifin Adnan, dr., Sp.PD-KR, FINASIM menjelaskan, sejak beroperasi, RSP UNS tidak menarik biaya apapun  sampai sistem manajemen siap. Seluruh biaya operasional rumah sakit, sementara, ditanggung oleh Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, kementerian yang menaungi RSP UNS.

RSP UNS tercatat sudah menangani 360 pasien terhitung sejak diresmikan hingga 30 September 2016. Sementara bulan Oktober 2016, RSP sudah menangani 166 pasien. Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSP UNS sudah menangani 37 kasus. Dari semua pasien yang pernah berobat di RSP UNS, kebanyakan dari mereka periksa perihal kandungan.

whatsapp-image-2016-10-19-at-15-51-36-6

(dari kanan) dr. Tonang, Prof. Zainal, Umi, dan Suwarto foto bersama sebelum meninggalkan RSP UNS.

Tonang Dwi Ardyanto, dr.,Sp.PK., Ph.D, Wakil Direktur 1 RSP UNS menjelaskan, RSP UNS dilengkapi dengan IGD yang siap melayani 24 jam dan didukung oleh tim paramedis, dokter umum dan dokter spesialis. RSP UNS juga menyediakan layanan klinik umum, 9 klinik spesialis (anak, kandungan, mata, penyakit dalam, bedah, urologi, rehab medik, THT, serta kulit dan kelamin), psikologi, laboratorium kesehatan, dan konsultasi gizi. dr. Tonang juga menuturkan, dalam waktu dekat akan ditambah dengan layanan radiologi, USG 2 dimensi dan 4 dimensi, rontgen polos dan kontras, mammografi, panoramic dan CT-Scan 64 slices yang mampu digunakan untuk CT-Scan angiografi (pembuluh darah) sebagai layanan unggulan.

RSP UNS juga telah bekerja sama dengan BPJS kesehatan yang akan mulai diberlakukan November 2016. Terkaitan dengan peristiwa penanganan proses kelahiran pertama ini dr. Tonang menyambut baik sebagai peristiwa bersejarah di RSP UNS. “Tidak akan teruji kalau tidak melayani,” tegas dr. Tonang.[](nana.red.uns.ac.id)