UNS — Mahasiswa Program Studi (Prodi) Seni Rupa Murni, Prodi Sastra Inggris, dan Prodi D-3 Desain Komunikasi VisualSekolah Vokasi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar pameran seni grafis dan fotografi. Pameran bertajuk ‘Graffot’ ini berlangsung di Ruang Pameran Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) UNS selama tiga hari pada 20—22 Desember 2022.
Dalam acara pembukaan yang berlangsung pada Selasa (20/12/2022) sore, dosen pembimbing, Dyah Yuni Kurniawati, S.Sn., M.Sn. menjelaskan bahwa pameran ini merupakan luaran dari empat mata kuliah yang diampunya. Keempat mata kuliah tersebut yaitu kewirausahaan, fotografi, seni studio grafis 1, dan studio minor grafis.
“Pameran ini merupakan hasil kolaborasi tiga Prodi. Jadi, kami menggandeng tiga Prodi sehingga pameran ini semakin kaya dan beragam. Kolaborasi ini tidak hanya dengan mata kuliah yang berhubungan dengan fotografi dan seni grafis saja, tapi juga bisa dengan ilmu lain seperti kewirausahaan. Tujuan utama dari pameran ini menumbuhkan semangat optimisme dan percaya diri pasca pandemi. Selain itu mahasiswa bisa pamer produknya mereka juga bisa belajar memasarkan produk/karyanya. Dalam pameran ini semua produk yang dipamerkan dijual,” ungkap Dyah Yuni
Dyah Yuni menambahkan bahwa Ia ingin agar mahasiswa tidak hanya sekadar mendapatkan materi selama satu semester saja, tetapi juga terdapat luaran agar capaian pembelajaran dapat lebih maksimal.
“Ada pameran fotografi dari adik-adik mahasiswa, dari yang awalnya tidak bisa memegang kamera, setelah mata kuliah fotografi jadi bisa dan mengaplikasikan 12 teknik. Ada juga studio grafis dasar, seni grafis minor yang bisa terus dikembangkan lagi. Kami membebaskan mahasiswa untuk terus berkarya,” imbuhnya.
Dyah Yuni berharap agar hasil pembelajaran memiliki rekam jejak sehingga memberikan pengalaman untuk kemajuan ke depan. Ia berharap agar pameran ‘graffot’ terus diadakan setiap tahunnya.
Kepala Prodi S-1 Seni Rupa Murni FSRD UNS, Dr. Setyo Budi, M.Sn. mengapresiasi kerja keras para mahasiswa dalam penyelenggaraan pameran ini. Terlebih, saat ini mahasiswa tengah menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS), tetapi dapat mengadakan pameran.
“Sudah saatnya anda move on, bergerak. Mahasiswa seni rupa tidak bisa tanpa adanya jaringan atau kolaborasi. Kalau berkarya tidak hanya sekadar perkara mengumpulkan tugas, tapi itu cermin kualitas Anda. Ini era keterbukaan, karya anda seharusnya sudah bisa mendunia. Saya mengapresiasi pameran ini karena semester satu sudah berani tampil,” tuturnya.
Ia berharap agar pameran-pameran seperti ini rutin diadakan setiap tahun sebagai wadah mahasiswa memamerkan hasil karyanya selama kuliah. Humas UNS
UNS — Mahasiswa Program Studi (Prodi) Kriya Tekstil Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta meraih Juara 2 Indihome Desain Batik Heritage 2022. Ia adalah Anggie Kurnia Rahma atau yang akrab disapa Enjik, mahasiswa yang saat ini duduk di semester lima.
Dalam kompetisi yang diselenggarakan oleh Indihome, Enjik mengusung desain batik yang diberi nama ‘Warak Kiteran Bung’. Melalui desain yang Ia kaitkan dengan Kota Semarang tersebut, Enjik berhasil menyisihkan 75 peserta dari berbagai provinsi di Indonesia.
“Artinya ‘warak ngendog’ yang dikelilingi oleh rebung atau tunas bambu. Rebung sering digunakan sebagai isian lumpia, makanan khas Semarang. Selain itu, motif lain adalah matahari dan garis-garis kontur yang merepresentasikan cuaca Kota Semarang yang panas dan memiliki kontur geografis Semarang atas dan Semarang bawah,” jelasnya, Rabu (30/11/2022).
Desain buatannya tersebut terinspirasi dari ikon tempat kelahirannya, yaitu Kota Semarang yang berupa warak ngendog. “Tradisi ini juga ada setiap menjelang Ramadan, biasanya disebut dugderan. Warak ngendog akan diarak di jalanan saat siang hari di jalan-jalan besar Kota Semarang,” imbuhnya.
Saat diumumkan meraih juara pada 29 Oktober 2022, Enjik mengaku sangat senang dan tidak menyangka bahwa desain buatannya dapat meraih juara. Mahasiswa Kriya Tekstil tersebut berharap dapat terus berkarya, tidak hanya dalam dunia desain, tetapi juga dalam bidang fesyen. Humas UNS
UNS — Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) di Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta terus dilaksanakan. Salah satu program MBKM yang diselenggarakan adalah program pembelajaran di luar kampus melalui Program Pemberdayaan Desa Wisata Terpadu sebagai Destinasi Wisata Edukasi dan Konservasi Budaya Berbasis Masyarakat di Kutawaru, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.
Program riset desa ini diketuai oleh Yayan Suherlan, S.Sn., M.Sn. dari Program Studi (Prodi) Seni Rupa Murni. Sementara itu, anggota riset desa adalah Dr. Ir. Yudi Rinanto, M.P. (Prodi Pendidikan Biologi FKIP UNS) dan Dra. Tiwi Bina Affanti, M.Sn. (Prodi Kriya Seni/Tekstil FSRD UNS), dibantu oleh Nidyah Wiyamurti S.Sn., M.Ikom (D3 Deskomvis, Sekolah Vokasi UNS) dan Dita Wahyuningtyas Tuty, S.P. (Mahasiswa S2 Penyuluhan Pertanian UNS).
Program MBKM ini diikuti oleh 10 mahasiswa Prodi Seni Rupa Murni dan Kriya Tekstil, Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) UNS. Ketua Program, Yayan, mengatakan bahwa kegiatan ini dilaksanakan untuk mengembangkan sistem pembelajaran di luar kampus berbasis permasalahan.
“Tujuan utama kegiatan ini adalah mengembangkan sistem pembelajaran di luar kampus berdasarkan permasalahan di desa wisata Kutawaru. Kegiatan yang dilakukan yaitu kegiatan kaji tindak (action research) yang difokuskan pada pengembangan ekonomi perdesaan, edukasi, dan konservasi budaya di kawasan Desa Wisata Kutawaru Cilacap,” ujar Yayan, dalam rilisnya Senin (24/10/2022).
Lebih lanjut Yayan memaparkan alasan pihaknya memilih Desa Wisata Kotawaru sebagai tempat program. Beliau mengatakan bahwa destinasi Wisata Mangrove Kutawaru yang dirintis sejak tahun 2013 belum mampu mencapai target seperti yang diharapkan. Potensi Desa Wisata Kotawaru yang menakjubkan belum sepenuhnya dapat dimanfaatkan karena keterbatasan kemampuan masyarakat serta minimnya pendampingan. Oleh karena itu, timnya menginisiasi program ini yang dilaksanakan sejak Juli hingga Desember 2022 dengan biaya Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Program ini bekerja sama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap, Community Relations PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Pabrik Cilacap, UKM yang ada di Kutawaru (UKM Leksana Batik Kutawaru, Kelompok Pengelola Kampung Kepiting Kutawaru, Kelompok Pengelola Perikanan Tambak), dan Kelompok Komunitas Balung Cilik. Para mitra berkolaborasi dengan mahasiswa dalam pelaksanakan kegiatan MBKM sebagai penyedia sarana pembelajaran secara langsung di lapangan sehingga mahasiswa bisa memahami betul kondisi dan kebutuhan masyarakat serta mampu merumuskan solusi pemecahan masalah dengan ilmu pengetahuan yang dimiliki sebagai proses pengembangan diri, terutama life skill kehidupan sehari-hari di tengah masyarakat.
Sejumlah kegiatan dilaksanakan untuk memberdayakan Desa Wisata Kutawaru sebagai destinasi wisata edukasi dan konservasi budaya. Beberapa program di antaranya pemetaan geografis, budaya, dan sosial humaniora sebagai dasar penyusunan naskah akademik desa wisata, pelatihan dan pendampingan skill masyarakat serta alih teknologi bagi UMKM, pembuatan desain landmark wisata mangrove, branding, dan promosi, dan evaluasi kegiatan sebagai bahan penyusunan model pembelajaran dan rekonstruksi mata kuliah untuk diterapkan dalam kurikulum MBKM di Prodi Kriya Tekstil.
Dengan kegiatan ini, mahasiswa diharapkan dapat menghadapi tantangan dalam mengembangkan Desa Wisata Terpadu Kotawaru dengan inovasi dan kreativitas yang dimiliki. Selain itu, pengalaman mahasiswa terjun langsung di lapangan juga diharapkan dapat meningkatkan kapasitas kepribadian, kebutuhan, dan kemandirian mahasiswa. Humas UNS
UNS — Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mengikuti Program Kedaireka dengan mengambil judul Kedaireka Matching Fund: Komodifikasi Model Pariwisata Berbasis HEBAT (Heritage, Ecology, Batiq, Agriculture Tourism) Melalui Pemberdayaan Pentahelix Stakeholder (Sragen HEBAT).
Mendukung hal tersebut, Kedaireka FEB UNS yang diketuai oleh Prof. Dr. Izza Mafruhah, SE, M.Si. mengadakan Pelatihan Pembuatan Design Souvenir dari kain perca batik di Aula Sukowati Setda Kabupaten Sragen, Kamis (29/9/2022).
Adapun kegiatan pelatihan ini turut mengundang Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) UNS, Dyah Yunu Kurniawati, S.Sn., M.Sn.
“Menurut penelitian di Kedaireka, Sragen mempunyao tiga potensi wisata unggulan, yaitu Gunung Kemukus, Waduk Kedung Ombo, dan Sangiran. Potensi ini bisa dikembangkan dengan melatih SDM sehingga terampil dan siap sebagai tuan rumah wisata. Di sini saya menjadi narasumber untuk mendesain souvenir potensi wisata tersebut. Saya mengadakan pelatihan membuat perca batik yang diolah menjadi souvenir,” ungkap Dyah.
Selama pelatihan, para peserta yang terdiri dari 40 orang perwakilan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) daerah Gunung Kemukus, Waduk Kedung Ombo, dan Sangiran terlihat sangat antusias dalam membuat souvenir. Peserta merealisasikan desain mereka didampingi tim. Sementara souvenir yang mereka buat seperti anting, gelang, kalung, bros, hiasan tas, dan sebagainya
“Harapannya ke depan kita juga bisa mengembangkan kain perca menjadi ikat kepala, kaos kombinasi batik, dan lain sebagainya. Atau bisa juga menggali potensi sumber daya alam (SDA). Misalnya saja, di Sangiran ada banyak bebatuan yang mungkin saja bisa dikreasikan menjadi souvenir berupa liontin, kalung, gelang, anting,” tutup Dyah.
UNS — Dosen Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Agus Purwantoro atau kerap disapa Gus Pur merupakan seorang dalang yang ikonik dengan Wayang Godhong. Wayang Godhong sendiri ia cetuskan pada tahun 2010 ketika ia sedang mengerjakan disertasi tentang petani tembakau. Awalnya, Gus Pur memiliki kesadaran untuk bisa mengangkat harkat dan martabat para petani lewat seni rupa yang menjadi bidangnya. Ia pun memiliki cerita yang cukup unik tentang “perjumpaan” pertamanya dengan daun yang kemudian menjadi asal-usul Wayang Godhong.
“Kebetulan secara tidak sengaja saya sedang nyapu, kemudian dedaunan itu saya terawang di malam hari. Saya lihat daun itu tinggal serat-serat saja. Tuhan menciptakan ini, dan ketika melihat itu saya merasa tidak mampu menandingi kuasa Ilahi. Merinding saya,” cerita Gus Pur.
Gus Pur bercerita tentang bagaimana Wayang Godhong pada akhirnya menjadi ciri khasnya. Saat itu ia sering berkeliling di desa-desa untuk bertemu dengan para petani. Dari pertemuan-pertemuan tersebut Gus Pur ingin memiliki bahasa sendiri untuk bisa disampaikan kepada para petani tembakau.
“Saya ingin punya bahasa sendiri, bahasa visual. Akhirnya saya buat itu, Wayang Godhong. Tapi orang gunung itu nggak mau menyebut Wayang Godhong, (mereka menyebutnya) Wayang Mbako (tembakau). Kemudian saya mulai diminta pentas-pentas. Nah, sejak itu mulai digemari orang hingga saat ini,” ujarnya.
Meskipun demikian, Wayang Godhong bukan sekadar hasil dari “perjumpaan” saat menyapu tadi. Gus Pur mengaku, ia juga melakukan riset untuk menemukan filosofi daun yang ia gunakan sebagai dasar dari pertunjukan Wayang Godhong. Filosofi tersebut menurut Gus Pur adalah suatu gambaran tentang sikap berdoa dan memohon. Selain itu, daun yang jatuh juga atas seizin Tuhan dan akan bermanfaat selamanya sekalipun kita sudah tiada.
“Daun itu bertasbih, dia berdzikir. Bahkan daun yang jatuh saja, itu kehendak Yang Di Atas. Dan ketika sudah tua dan jatuh ia jadi kesuburan, jadi pupuk. Godhong itu bisa disebut dari wit-witan. Wit-witan itu Kawitan, artinya pertama kali, asal mula kehidupan, ya dari pohon. Kita mungkin umurnya pendek, tapi daun ini sepanjang masa dan tetap ada,” terangnya.
Lebih lanjut, Gus Pur mengatakan jika daun-daun bisa mendengar serta merekam apa yang kita bicarakan. “Apa yang kita bicarakan, daun itu mendengar, merekam tanpa loading,” tambah Gus Pur.
Bentuk Protes Gus Pur dalam Pertunjukkan “Memedi Beringin Ninggal Janji”
Pertunjukkan ini merupakan salah satu pertunjukan yang turut memeriahkan Dies Natalis Ke-8 FSRD. “Memedi Beringin Ninggal Janji” jadi media Gus Pur berprotes terkait penebangan pohon beringin FSRD yang dilakukan pada 2019 lalu setelah adanya angin ribut yang menyebabkan pohon beringin tersebut tumbang.
“Waktu itu (pohon beringin) dipotong saya marah, (kemudian) saya bikin puisi. Karena bagi saya mengajar satu yang sederhana, (yaitu) oksigen yang keluar dari pohon itu,” tutur Gus Pur.
Pohon beringin yang terletak di depan Gedung 4 FSRD ini memang sering digunakan Gus Pur untuk mengajar di sesi perkuliahan. Hal ini membuat pohon beringin FSRD sering disebut sebagai “Tahta Gus Pur”.
Tak hanya sebagai protes, melalui pertunjukkan “Memedi Beringin Ninggal Janji”, Gus Pur ingin mengingatkan serta mengajak generasi sekarang untuk kembali mensakralkan alam, khususnya sumber mata air. Tema ini juga ia pilih berdasarkan tema besar konservasi sungai.
“Tema besarnya kan konservasi sungai, jogo kali namanya. Sekarang ini di mana-mana mata air hampir punah dan butuh konservasi ala seni rupa. Dari riset yang saya lakukan ada 12 sumber mata air yang terbengkalai. Mau jadi apa 10 tahun lagi? Mati itu semua. Untuk itu harus dibuat sakral lagi mata air sekarang,” jelas Gus Pur.
Ia menambahkan, saat ini ia sudah melakukan instalasi di berbagai sumber mata air sebagai upaya mensakralkan mata air tersebut. Gus Pur menginginkan agar sumber mata air dirawat lagi.
Pertunjukan “Memedi beringin Ninggal Janji” juga menyuguhkan seni action painting. Action painting dipilih Gus Pur karena menurutnya lukisan itu abadi.
“Produk dari pertunjukkan itu adalah karya lukis karena itu lebih abadi dan itu bisa dijual untuk membiayai restorasi sungai-sungai,” pungkasnya. Humas UNS