UNS — Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menyelenggarakan Seminar Nasional yang membahas tentang Outlook Pertanian Indonesia tahun 2022. Seminar ini diadakan secara luring di Gedung Auditorium G.P.H. Haryo Mataram UNS pada Selasa (21/12/2021) dan dapat disaksikan secara daring di Zoom serta Youtube Fakultas Pertanian UNS dan Solopos TV.
Ketua panitia Seminar Nasional Outlook Pertanian Indonesia 2022 sekaligus Launching Buku Kisah Inspiratif Alumni FP UNS, Dr. Agung Wibowo, S.P., M.Si. mengatakan bahwa seminar ini penting untuk memberikan gambaran umum bagi masyarakat khususnya pegiat di sektor pertanian mengenai strategi pertanian tahun depan. Seminar ini juga diharapkan dapat memberikan strategi baru untuk bidang pertanian pascapandemi.
“Sejarah membuktikan bahwa sektor pertanian terbukti memberikan banyak kontribusi dan menjadi penyelamat perekonomian negara. Peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan sangat penting untuk memajukan pembangunan pertanian,” ujar Dr. Agung.
Tidak tanggung-tanggung, acara ini dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Airlangga Hartarto serta Menteri Pertanian Republik Indonesia, Syahrul Yasin Limpo. Sebagai keynote speaker, Airlangga menjelaskan bahwa sektor pertanian tangguh menghadapi pandemi Covid-19.
Hal itu terbukti dari Nilai Tukar Pertanian (NTP) Indonesia di November 2021 mencapai 107,18. Pada sisi lain, inflasi makanan juga terjaga di kisaran 3 persen. Selain itu, ekspor sektor pertanian meningkat 4,03 persen dari kumulatif Januari sampai November 2021.
“Sektor pertanian selalu menjadi sektor yang mampu bertahan sebagai penyanggah perekonomian dalam berbagai krisis baik di 1998, 2008, maupun di krisis Covid-19 ini,” ujar Airlangga.
Tahun 2022 mendatang, pemerintah Indonesia menargetkan pertumbuhan sektor pertanian sebesar 3,6 hingga 4 persen. Pertumbuhan pertanian tersebut diusahakan melalui berbagai program strategis di sektor pangan dan agribisnis. Sejumlah program yang dilakukan pemerintah Indonesia di sektor tersebut di antaranya melakukan stabilisasi harga dan pasokan pangan; melakukan pengembangan kawasan hortikultura orientasi ekspor; melakukan pengembangan kemitraan closed loop hortikultura; melakukan peremajaan sawit rakyat; melaksanakan pengembangan usaha peternakan terintegrasi; melakukan pengembangan industri rumput laut; mewujudkan padat karya pertanian dan perikanan; membuat kartu tani untuk pupuk bersubsidi; mengendalikan alih fungsi lahan pertanian; serta mengembangkan korporasi petani dan nelayan.
Program-program tersebut diselaraskan dengan strategi pembangunan pertanian mendukung ketahanan pangan dan peningkatan daya saing berkelanjutan yang dilakukan oleh Kementerian Pertanian. Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo menjelaskan kelima strategi pembangunan tersebut yang meliputi peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern, serta gerakan tiga kali ekspor.
Tekankan Kolaborasi Pemerintah dan Perguruan Tinggi
Untuk menyukseskan jalannya strategi-strategi tersebut, Menteri Pertanian mengatakan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi sangat dibutuhkan. Pandangan dari sisi akademisi perlu didengar untuk dapat memberikan masukan bagi pembangunan pertanian ke depan.
“Perlu kolaborasi yang kuat antara pemerintah dan perguruan tinggi untuk berbagi upaya bersama-sama menghadapi masalah yang ada. Ini membutuhkan penanganan bersama,” imbuhnya.
Hal yang sama juga disampaikan oleh pembicara ketiga yakni Prof. Dr. Ir. Bustanul Arifin, M.Sc. dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF). Prof. Bustanul menyoroti sejumlah hal terutama pada tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini. Salah satu tantangan terbesar yakni perubahan iklim sekaligus disparitas pertanian di Indonesia.
Prof. Bustanul berharap perguruan tinggi dapat berkontribusi dalam membantu pemerintah menghadapi tantangan-tantangan tersebut. Kontribusi tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menciptakan teknologi pertanian modern.
“Poin untuk perguruan tinggi yakni seandainya ada teknologi yang mampu mengadaptasi musim atau mungkin ada teknologi lain yang kira-kira adaptif terhadap disparitas karena disparitas di Indonesia cukup besar, teknologi itu akan sangat membantu sektor pertanian,” tambahnya.
Acara Seminar Nasional ini diakhiri dengan peluncuran buku Kisah Inspiratif 50 Alumni Fakultas Pertanian UNS. Buku tersebut memuat 50 kisah inspiratif alumni UNS dalam meniti karier selepas berkuliah di FP UNS serta kilas balik bagaimana perjuangan mereka saat masih menjadi mahasiswa FP UNS. Humas UNS
UNS — Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta kembali memperluas jejaring kerja sama guna mewujudkan Program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM). Pada kesempatan kali ini, FP UNS menjalin kerja sama dengan Perguruan Tinggi Negeri asal Malang, Jawa Timur yaitu Universitas Brawijaya (UB). Tak tanggung-tanggung, FP UNS menjalin kerja sama dengan dua fakultas sekaligus, yaitu Fakultas Pertanian (FP) UB dan Fakultas Teknologi Pertanian UB.
Sebagai simbol terjalinnya kerja sama, ketiga dekan dari masing-masing fakultas menandatangani Memorandum of Understanding (MoU). Mereka di antaranya Prof. Dr. Ir. Samanhudi, SP, M.Si, ASEAN Eng selaku Dekan FP UNS, Dr. Ir. Damanhuri, MS selaku Dekan FP UB, dan Prof. Dr. Ir. Imam Santoso, MP yang merupakan Dekan Fakultas Teknologi Pertanian UB. Penandatanganan dilakukan di UB Malang, Jawa Timur pada Kamis (25/11/2021). Acara penandatanganan tersebut juga dihadiri oleh Rektor UB dan Senat Akademik FP UNS yang dipimpin oleh Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS.
Meskipun perjanjian kerja sama antara FP UNS, FP UB, dan Fakultas Teknologi Pertanian UB baru saja terjalin dalam bentuk legal formal, namun ketiga fakultas tersebut telah menjalin kerja sama sejak lama. Baik FP UNS, FP UB, maupun Fakultas Teknologi Pertanian UB pernah saling mengirimkan mahasiswa mereka untuk melakukan program pertukaran mahasiswa dan kuliah bersama sebagai upaya menyukseskan Program MBKM.
Sehari sebelum FP UNS menjalin kerja sama dengan FP UB dan Fakultas Teknologi Pertanian UB, FP UNS sudah lebih dulu menandatangani perjanjian kerja sama dengan Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Sub-Tropika (Balitjestro), Rabu (24/11/2021). Penandatanganan perjanjian kerja sama dilakukan di Balitjestro Kota Batu, Jawa Timur. Prof. Samanhudi dan Dr. Ir. Harwanto, M.Si selaku Kepala Balitjestro secara bersamaan membubuhkan tanda tangan mereka di atas surat perjanjian kerja sama tersebut.
Dilansir dari fp.uns.ac.id, Prof. Samanhudi mengatakan bahwa penandatanganan perjanjian kerja sama antara FP UNS dengan Balitjestro merupakan bentuk legal formal lantaran selama ini baik UNS dan Balitjestro sudah melakukan kerja sama seperti penelitian yang melibatkan dosen dan mahasiswa.
Penandatanganan perjanjian kerja sama antara FP UNS dengan ketiga pihak tersebut diharapkan dapat menjadi salah satu upaya FP UNS untuk mewujudkan program MBKM dengan memperluas jangkauan kerja samanya. Humas UNS
UNS — Mahasiswa Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta mewakili Indonesia dalam 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) di Glasgow, Skotlandia. Ia adalah Dewa Putu Adhi Nugraha Anom, mahasiswa semester akhir Program Studi (Prodi) Ilmu dan Teknologi Pangan (ITP) UNS. Konferensi tersebut berlangsung selama sekitar dua pekan yang diikuti oleh perwakilan dari berbagai negara.
Dewa yang aktif dalam organisasi International Association of Student in Agricultural and Related Sciences (IAAS) ini turut bertukar gagasan dalam berbagai rangkaian kegiatan di Skotlandia tersebut. Mahasiswa FP tersebut mengangkat aspirasi dan pendapat mengenai pertanian dan dampaknya terhadap perubahan iklim.
“Aku fokus ikut event-event yang kaitannya sama pertanian, kepemudaan, capacity building, negosisasi, public speaking, dan bangun relasi dengan pemuda dari berbagai negara lainnya biar kalau mau kolaborasi ngadain kegiatan internasional makin gampang. Terus, aku juga menyuarakan awareness untuk masyarakat di sini tentang foodwaste dan dampaknya ke climate change, apa sih harusnya dilakukan, fakta-faktanya gimana dalam artian membuat orang-orang lebih care dan responsible dengan apa yang dimakan,” tutur Dewa.
Dalam konferensi yang berlangsung pada 31 Oktober-12 November 2021 tersebut, Dewa yang merupakan delegasi IAAS lebih berfokus pada Sustainable Development Goals poin ke-12 dan 13. Kedua poin tersebut adalah konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dan penanganan perubahan iklim.
“Menurutku, kita perlu kontribusi dari seluruh masyarakat di setiap negara untuk berkontribusi agar hasil COP ini dapat tercapai. Harapannya, pemuda diberi akses lebih untuk memberikan aspirasi, apa sih solusi implementatif yang nantinya bisa diimplementasikan setiap orang di seluruh dunia terlepas dari kondisi geografis, budaya, dan sebagainya,” tambahnya.
Sebagai mahasiswa pertanian, Ia berpendapat bahwa nantinya pertanian dapat difokuskan menjadi tagline perubahan iklim. Hal ini karena pada 2050 mendatang populasi manusia mencapai 10 miliar. Artinya, akan semakin banyak kebutuhan makanan sehingga semakin banyak pula lahan hutan yang diubah menjadi lahan pertanian.
“Harapannya dari COP akan banyak solusi yang bisa diimplementasikan, seperti urban farming dan vertical farming yang bisa menghemat lahan dalam menyuplai makanan,” imbuh Dewa.
Dewa mengaku sangat senang dan bangga dapat mengikuti konferensi yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini. Terlebih, Ia dapat menggali banyak ilmu, menyampaikan aspirasi, dan bertukar gagasan dengan berbagai peserta dari seluruh dunia.
“Ini salah satu pengalaman yang luar biasa karena ke luar negeri bukan urusan jalan-jalan, tapi urusan diplomasi. Apalagi ini pertama kali ke luar negeri dan langsung jauh banget, penerbangannya juga 19 jam. Aku seneng dan bangga bisa mewakili Indonesia, menampilkan budaya Indonesia juga karena di sini pakai baju adat Bali,” tutupnya. Humas UNS
UNS — Tim Program Holistik Pembinaan dan Pemberdayaan Desa (PHP2D) Himpunan Mahasiswa Matematika (Himatika) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta melakukan pemberdayaan masyarakat di Desa Jatirejo, Kecamatan Jumapolo, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Tim ini melakukan pemberdayaan dan pengembangan potensi hasil pertanian komoditas jamur, baik jamur tiram maupun jamur kuping. Selain potensi tersebut, pemilihan lokasi mengikuti aturan PHP2D yakni kedekatan lokasi dengan kampus sejauh 29 km (maksimal jarak tempuh 2 jam atau maksimal radius 100 km dari kampus).
Ketua Tim PHP2D Himatika FMIPA UNS, Bayu Purboutomo menjelaskan bahwa potensi jamur di Desa Jatirejo sangat melimpah.
“Kami melihat Desa Jatirejo memiliki potensi (jamur) yang sangat melimpah tetapi sayangnya banyak masyarakat yang menjual jamur secara langsung. Padahal, jamur dapat dimanfaatkan dan bisa diolah menjadi berbagai makanan. Apalagi dalam kondisi pandemi, banyak produk jamur yang tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang panjang jika tidak diolah,” jelas Bayu Purboutomo, kepada tim uns.ac.id, Rabu (24/11/2021).
Melihat adanya potensi pascapanen jamur tersebut, maka Tim PHP2D Himatika FMIPA UNS mengusulkan program hulu ke hilir produksi jamur. Program tersebut terdiri dari pelatihan pengolahan jamur menjadi produk olahan hingga pelatihan pemasaran produk. Selain memanfaatkan potensi dari pasca panen jamur, Tim PHP2D Himatika juga memanfaatkan limbah baglog yang diolah menjadi pupuk organik.
Tim PHP2D Himatika FMIPA UNS telah mengadakan pelatihan pengolahan jamur menjadi jamur krispi secara luring di Dusun Mungon-Mojodipo, Desa Jatirejo, Kabupaten Karanganyar. Pelatihan ini merupakan salah satu bentuk realisasi program yang diusulkan oleh Tim Himatika FMIPA UNS pada PHP2D tahun 2021. Kegiatan pelatihan pengolahan jamur dimulai dengan sosialisasi mengenai peminjaman modal usaha oleh PT. BKK Jawa Tengah cabang Karanganyar. Dalam pengantarnya, dijelaskan bahwa kegiatan pengolahan jamur ini dapat menambah pemasukan warga desa. Adapun, tujuan dari sosialisasi tersebut guna memaparkan berbagai layanan yang tersedia di PT. BKK Jawa Tengah sehingga dapat menunjang proses wirausaha yang akan dilakukan oleh warga di bidang industri olahan jamur.
Lebih lanjut, Tim PHP2D Himatika FMIPA UNS telah melakukan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan limbah baglog jamur menjadi pupuk organik secara luring di Dusun Mungon-Mojodipo, Desa Jatirejo, Kabupaten Karanganyar secara daring melalui Zoom Meeting. Kegiatan sosialisasi dan pelatihan pengelolaan limbah baglog jamur dihadiri oleh kelompok petani jamur dan tim pelaksana program. Kegiatan dimulai dengan sosialisasi mengenai budi daya jamur dan pupuk organik oleh Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Karanganyar yang diwakili Feriana Dwi Kurniawati, S.P., M.Si. Dalam pemaparannya, ia menyampaikan bahwa di Kabupaten Karanganyar sudah ada beberapa desa yang mendapatkan bantuan dari Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Karanganyar dan fasilitas bantuan tersebut berupa hibah uang dan promosi.
Program dari Tim PHP2D Himatika FMIPA UNS juga memberi edukasi kepada masyarakat mengenai dampak lingkungan dari produksi jamur, serta memberdayakan masyarakat khususnya petani jamur untuk membuat pupuk dari baglog jamur. Program yang ada berjalan selama kurang lebih lima bulan. Pada Minggu (21/11/2021), Tim PHP2D Himatika melakukan launching produk Jare Jamur yang bertempat di Balai Desa Jatirejo dengan mengangkat tema “Kula Nuwun Jatirejo: Launching Produk Jare Jamur”.
Kegiatan puncak ini diawali dengan pengenalan produk yang sudah dibuat, lalu dilanjutkan serah terima dari Kepala Program Studi (Kaprodi) Matematika kepada kepala tim pengolahan dan tim pupuk warga Desa Jatirejo. Acara peresmiannya ditandai dengan pemotongan pita oleh Kepala Desa Jatirejo, Arry Widodo Yuliawan dan Kaprodi Matematika FMIPA UNS, Dr. Drs. Siswanto, M.Si. Humas UNS
Masalah krusial sektor pertanian seperti krisis regenerasi petani muda di pedesaan serta modernisasi alat pertanian menjadi sorotan banyak pihak. Salah satunya Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2K- LIPI) yang mendiseminasikan hasil penelitiannya, Selasa (20/9/2016). Bekerja sama dengan Program Studi Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, diseminasi dikemas dalam bentuk diskusi multi stakeholder.
Diskusi interaktif mengenai kajian modernisasi dan krisis regenerasi petani di tiga desa di wilayah Sragen, Klaten dan Sukoharjo menghadirkan pembicara Gutomo Bayu Aji dari P2K LIPI; Aprilia Ambar mewakili Direktur Pusat Studi Sosial AKATIGA, Bandung; Hapsoro, Kepala Desa Sidowayah, Polanharjo, Klaten; Titik Eka Sasati, Yayasan Gita Peritiwi, Solo; dan Siti Zunariyah dari FISIP UNS. Diskusi juga dihadiri peserta dari perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Sragen, Klaten dan Sukoharjo, akademisi, mahasiswa, dan peneliti baik dari pemerintah maupun non-pemerintah.
Persepsi
Modernisasi, khususnya di pesedaan telah merambah bidang pendidikan, kesejahteraan keluarga, pertanian, dan mata pencaharian non-pertanian. Modernisasi tersebut berdampak pada kemajuan sebagian kehidupan penduduk pedesaan. Di sisi lain, modernisasi yang tidak diikuti penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan terutama khususnya sektor pertanian dianggap menyebabkan penduduk pedesaan meninggalkan sektor pertanian.
Kemudian, pembentukan persepsi serta aspirasi anak-anak di pedesaan dipengaruhi juga oleh modernisasi. Titik Eka Sasati menyebut ada beberapa persepsi yang menyebabkan sektor pertanian kurang diminati anak muda, yakni persepsi bertani itu kotor, butuh kerja keras, jadul, susah, tidak keren. Selain itu, bekerja di sektor pertanian dianggap dekat dengan kemiskinan dan menjadi pilihan terakhir. Titik juga menyebut adanya persepsi orang tua yang ingin anaknya kelak bekerja di sektor lain, yakni pekerjaan dengan pendapatan rutin, pakaian rapi, dan wangi.
“Kami menemui, sekarang yang concern di pertanian tinggal orang tua,” ulas Titik yang bekerja untuk Yayasan Gita Pertiwi Solo, lembaga swadaya masyarakat yang memfokuskan diri pada kegiatan pelestarian lingkungan dan pengembangan masyarakat. Titik kembali menuturkan, anak muda akan kembali ke desanya apabila masa panen datang. Uniknya, masa panen juga digunakan para anak muda untuk mencari jodoh. Anak muda juga akan pulang ke desa setelah uang yang didapat dirasa cukup untuk membeli lahan.
Modernisasi yang tidak diikuti penciptaan lapangan pekerjaan di pedesaan terutama khususnya sektor pertanian dianggap menyebabkan penduduk pedesaan meninggalkan sektor pertanian.
Hapsoro mengemukakan, lahan persawahan di Desa Sidowayah sebagaian besar milik orang yang tinggal di luar desa tersebut. Sehingga, orang asli Desa Sidowayah hanya sebagai petani penggarap yang tidak memiliki otoritas mengolah lahan.
Akses Lahan terbatas
Sementara Aprilia Ambar menyebut, lahan di sektor pertanian terbatas untuk anak muda. Pertama,lahan pertanian perseorangan terhimpit dengan korporasi. Kedua, orang tua belum mempercayakan lahannya atau mewariskan lahan mereka kepada anak muda. Bahkan, masa tunggu anak muda mendapat warisan lahan rata-rata mencapai 40 tahun.
Dari permasalah yang ada, Titik merasa butuh strategi pendekatan anak muda, yakni dengan strategi value chain (rantai nilai). Anak muda dilibatkan dalam proses pra produksi, produksi, pasca produk, serta promosi dan pemasaran. Dari fenomena yang ditemui, rupanya anak muda lebih cenderung memilih terlibat dalam proses promosi dan pemasaran. Bahkan, anak muda kini menggunakan media sosial untuk promosi dan pemasaran hasil pertanian.
Di sisi lain, Siti Zunariah memaparkan solusi yang bisa di tempuh untuk krisis regenerasi petani muda yakni diperlukan pendidikan sebagai proses akumulasi pengetahuan dan pembangunan karakter. Pendidikan tersebut di terapkan dari tingkat keluarga hingga pedesaaan. Pendidikan yang diberikan kemudian didukung dengan pengetahuan tentang koperasi, tata produksi pertanian teknis, teknologi tepat guna dan teknologi pangan.
Terakhir, dalam usaha memberdayakan anak muda, penting untuk diingat visi dan misi desa tersebut. Kegiatan juga harus sesuai dengan orientasi pada aset desa. Pendekatan yang digunakan tidak hanya satu sisi, dari hulu saja atau hilir saja, namun keduanya. Yang terpenting, adanya kebijakan yang berpihak pada petani muda dan kerja sama multi pihak yakni, pemerintah, lembaga, perguruan tinggi, swasta, dan lembaga keuangan.[](nana.red.uns.ac.id)