Doraemon dan Perpustakaan UNS

Rutin saban Minggu sebuah stasiun televisi swasta memutar serial kartun Doraemon. Salah satu serinya ada yang berjudul Selamat Tinggal Jendela. Judul yang unik nan menggelitik, sekaligus menimbulkan tanya. Orang pun menuntut jawab. Caranya dengan berlama-lama dan bersetia menontonnya. Dalam serial berdurasi sekitar 20 menit itu, adegan dimulai dengan penggambaran Nobita yang sedang bertopang dagu, duduk di meja belajarnya sambil menatap jauh keluar jendela.

“Setiap kali aku melihat pemandangan dari jendela ini, kenapa ya setiap hari selalu saja sama seperti ini? Ah, membosankan!” keluh Nobita. Aktivitas atau suguhan mata yang selalu sama dan terus berulang memang mudah menimbulkan jenuh. Saat itu orang paham dengan perasaan Nobita. Namun orang tak lekas jenuh menonton Doraemon setiap minggunya.

Kisah agak lain dialami oleh seorang mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo. Kini ia tengah jenuh dengan koleksi Perpustakaan Pusat UNS yang itu-itu saja. Padahal, dulu ketika awal-awal kuliah, hampir setiap hari ia datang ke perpustakaan tersebut. Buku-buku berderet di rak-rak yang terletak di lantai satu bagian utara dan lantai dua bagian utara perpustakaan. Ia pun sering meminjamnya.

Menurut laman resmi Perpustakaan Pusat UNS (perpustakaan.uns.ac.id), terdapat beberapa jenis koleksi yang dimilikinya. Ada koleksi umum (sirkulasi) yang berupa buku-buku dari berbagai disiplin ilmu; koleksi referensi yang berupa kamus, ensiklopedia, almanak, buku tahunan, atlas, direktori, data statistik, peraturan/undang-undang, dan biografi; koleksi Buku Pegangan Kuliah Universitas Terbuka; koleksi Skripsi/Thesis/Disertasi; koleksi terbitan Perguruan Tinggi; Koleksi terbitan berkala/serial/jurnal; koleksi Jawa yang berupa karya sastra, seni, sejarah, dan kebudayaan Jawa; koleksi cadangan; dan koleksi CD-Rom.

Gara-gara perhitungan kelengkapan koleksi itulah, mahasiswa Sastra Indonesia itu jadi malas berkunjung ke perpustakaan di fakultasnya. Apalagi perpustakaan fakultas itu terletak di pojok timur lantai tiga Gedung I. Penempatan lokasi yang menurutnya, sangat tidak strategis dan membuat mahasiswa malas untuk berkunjung ke perpustakaan, lantaran harus naik turun tangga. Belum lagi kalau harus kecewa, karena buku yang dicarinya tidak ada. Maka ia lebih nyaman pergi ke Perpustakaan Pusat UNS.

Pada September 2014, Gedung Perpustakaan Pusat UNS mengalami renovasi. Sebagian bangunan dirobohkan dan akan dibangun gedung setinggi delapan lantai. Ia pun membayangkan, betapa banyak buku-buku yang akan mengisi gedung baru tersebut. Rencana itu, disambutnya dengan gembira. Akan tetapi, ketika pembangunan berlangsung perpustakaan jadi tutup lebih awal, tepatnya pukul 15.00 WIB. Tentu ia kecewa dengan kebijakan itu. Perkuliahan yang padat sampai sore tidak mengizinkannya untuk mampir sebentar ke perpustakaan.

Tak lengkap

Ia pun jadi lebih sering pergi ke toko buku atau bazar buku, baik di Karanganyar, Solo, maupun Jogja. Rutinitas itu ternyata menyadarkannya bahwa koleksi buku di Perpustakaan Pusat UNS itu tidak lengkap. Sampai detik ini, buku-buku berbagai bidang keilmuan yang terbit di 2015 belum dikoleksi. Hal ini dapat dibuktikan dari buku-buku yang dipamerkan di lemari “koleksi terbaru” yang sebenarnya tak baru!

Buku-buku karya tokoh besar seperti RA Kartini, Mohammad Yamin, Mohammad Hatta, Ir. Soekarno, Ki Hajar Dewantara, Selo Soemardjan, Pramoedya Ananta Toer, Sapardi Djoko Damono, Goenawan Mohamad, Sutan Takdir Alisjahbana, Suparto Brata, Kuntowijoyo, Sartono Kartodirdjo, Koentjaraningrat, Semaoen, Mas Marco Kartodikromo, Chairil Anwar, HB. Jassin, YB. Mangunwijaya, Putu Wijaya dan masih banyak lainnya, tidak lengkap dikoleksi. Ah, sayang sekali, betapa tertinggalnya perpustakaan yang dibanggakan UNS itu.

Baca selengkapnya: Doraemon dan Perpustakaan UNS

Penulis: Hanputro Widyono
Beri Like jika kamu sepakat dengan ide Hanputro Widyono

Skip to content