Menjawab Realitas Pro dan Kontra Skripsi Menjadi Opsi Syarat Kelulusan Mahasiswa S-1

Bukan hal yang tabu lagi jika skripsi memang sudah dijadikan syarat kelulusan bagi mahasiswa. Namun, kenyataan yang sekarang terjadi di tahun ini adalah ganti menteri, ganti kebijakan terutama kebijakan di bidang pendidikan. Itu yang sedang terjadi di negeri ini. Hal ini diawali dengan adanya wacana Kemenristekdikti opsionalkan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan mahasiswa. Penyusunan skripsi hanya akan dijadikan sebagai opsi untuk syarat kelulusan program sarjana, sebagai gantinya selain penyusunan skripsi terdapat opsi lain sebagai syarat kelulusan yaitu mengerjakan pengabdian di masyarakat atau laporan penelitian di laboratorium. Hal ini selaras dengan tridhrama perguruan tinggi, yaitu pembelajaran, penelitian dan juga pengabdian masyarakat. Alasan utama dari dikeluarkannya wacana tersebut yaitu untuk meminimalisir kecurangan-kecurangan dalam penyusunan skripsi, khususnya menyangkut jasa penyusunan skripsi atau membeli skripsi yang sering dilakukan mahasiswa. Wacana yang dikeluarkan oleh Kemenristekdikti ini tentunya sudah pasti menimbulkan pro dan kontra dari beberapa kalangan, mereka memiliki argument masing-masing yang mendasari pendapatnya tersebut. Kelompok yang pro dengan wacana tersebut tentunya lebih banyak datang dari kalangan mahasiswa sendiri, mereka menyambut dengan senang wacana tersebut sebagai kabar gembira. Dengan adanya wacana tersebut, diharapkan mahasiswa yang lebih unggul dalam bidang penelitian dapat mengembangkan potensinya, tanpa harus dipaksa untuk menyususn skripsi. Sama halnya dengan mahasiswa yang lebih unggul dan tertarik dalam pengabdian masyarakat. Tanggapan kontra atas wacana ini datang dari Putra Santoso yang merupakan dosen muda biologi dari Unand, beliau mangatakan bahawa tidak tepat upaya mengubah syarat kelulusan dengan menghilangkan skripsi, justru permasalahannya ada pada setiap individu mahasiswa sendiri yang perlu adanya pengawasan ekstra dari pembimbing skrispsi2. Beliau menambahkan pengawasan ekstra oleh pembimbing skripsi mahasiswa sendiri perlu dilakukan sejak awal menentukan judul karya penelitian. Pengawasan ini meliputi pencegahan plagiarisme terhadap karya orang lain, baik itu berupa sedikit kutipan maupun secara keseluruhan teks.

Tanggapan yang selaras untuk tidak setuju dengan adanya wacana tersebut adalah datang dari Ketua Komisi V Bidang Kesejahteraan Masyarakat DPRD Sumatera Barat yakni Bapak Mohklasin mengatakan bahwa untuk saat ini Indonesia masih memerlukan skripsi sebagai tugas akhir untuk mahasiswa setingkat S13. Beliau juga menambahkan jika skripsi tidak lagi dijadikan syarat mahasiswa setingkat S1 untuk mendapatkan ijazah dan gelar maka nanti dikhawatirkan akan membawa dampak kurang baik. Menurutnya, apabila ingin memperbaiki pembelajaran selama ini, bukan malah menghapus salah satu sistemnya, namun lebih kepada memperbaiki sistem- sistem yang sudah ada sehingga mampu berjalan lebih baik dan pada tempatnya, karena dengan penghapusan salah satu sistem tersebut yakni tidak mewajibkan skripsi sebagai salah satu syarat kelulusan tidak akan menyelesaikan masalah pendidikan yang dihadapi justru nantinya ini akan menambah masalah.

Baca selengkapnya: Menjawab Realitas Pro dan Kontra Skripsi Menjadi Opsi Syarat Kelulusan Mahasiswa S-1

Penulis: Dian Tarakanita

Beri Like jika sependapat dengan ide Dian Tarakanita.

Skip to content