Mulia Karena Bahasa

Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS) sudah hampir mencapai empat dekade.Dies Natalis UNS yang ke-40 pada bulan maret nanti merupakan simbol bagi pertambahan umur sekaligus sebagai penentu pertumbuhan, kemajuan baik kualitas fisik kualitas intelektual.

Kemajuan dan perkembangan UNS dapat dikenal dengan baik tentunya karena salah satu faktor bahasa. Pun demikian upaya pengenalan UNS yang telah dikenal sebagai kampus hijau digunakan sarana bahasa. Istilah kerennya Green Campus.Upaya pengenalan budaya, konsep, dan orientasi kerja juga digunakan sarana bahasa. Jargon Active merupakan salah satu bukti penggunaannya. Dalam hal ini, bahasa tidak hanya sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai penentu kemajuan seorang pengguna bahasa.Bahasa tidak akan lepas kaitannya dengan budaya manusia. Karena bahasa merupakan penentu budaya mausia.Kunjana (2009) menyebutnya sebagai bahasa prévoir budaya. Bahasa akan selalu menjadi penanda bagi kehadiran budaya dan masyarakat sebagai wadahnya.

Pembahasan yang akan menjadi fokus perhatian di sini adalah bahasa sebagai dimensi pengenalan karakter. UNS yang hampir mencapai empat dekade ini akan diperkenalkan melalui bahasa. Mengenai bahasa, orang jawa pasti mengenal ungkapan bijak yang sederhana ini, adjining diri gumantung ana ing lathi. Citra diri seseorang akan terlihat dari bahasa yang digunakan. Tidak hanya itu, makna ungkapan tersebut ternyata juga dapat menjadi cermin sosial. Oleh karenanya, boleh juga dikatakan, ‘language is not only a social mirror, but also an individual mirror’. Sehingga, peran bahasa ini sangatlah penting sebagai media pengenalan, promosi, dan exposing UNS sebagai universitas yang akan menjadi world class university. Tidak hanya istilah green campus danActive saja yang menjadi sarana bahasa ini. Tetapi juga, penerbitan karya-karya bahasa juga menjadi penentu sentral dalam kemajuan dan dinamika sebuah perguruan tinggi.Oleh karenanya, tidak hanya melalui kegiatan atau event-event nasional dan Internasional saja yang menjadi sarananya, tetapi juga bahasa lebih penting dan harus diutamakan dalam penggunaan dan produk-produknya.

Dalam iklan-iklan komersial, bahasa digunakan sebagai media promosinya.Marilah kita bercermin pada iklan rokok Djarum Blazk Slimz yang cukup bagus itu.Pemilihan dan penambahan bentuk-bentuk kebahasaan yang bernuansa ikonis demikian memiliki nilai afektif dan nilai intuitif yang lebih. Sebutan dalam bahasa Inggris ‘slim’, ditambah dengan ‘z’ sebagai sekadar varian sehingga menjadi ‘slimz’, yang berarti ‘ramping’. Hal ini dapat menggambarkan batang-batang rokoknya yang lebih ‘ramping’ dan ‘slim’.Penggunaan rangkaian kata tersebut cukup bagus dan pas untuk mengungkapkan dan mempromosikanproduknya.

Sebenarnya masih banyak bentuk-bentuk ikonis yang digunakan dalam bahasa reklame. Bisa kita lihat pada iklan-iklan rokok lain, reklame selular, reklametelevisi, reklame kosmetik, yang seolah-olah telah merakyat menjadi milik masyarakat. Hal inilah yang menjadi bukti bahwa kepiawaian menggunakan ihwal kebahasaan menjadi piranti yang inovatif dan kreatif sehingga peranti-peranti bahasanya menjadi indah dan pas.

Berbahasa, Bekerjaatau Berkarya?

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana bahasa membuat diri kita mulia? Untuk lebih jauh lagi, bagaimanakah ihwal kebahasaan dapat menjadikan UNS menjadi lebih maju dan dinamis dalam kancah world class university? Jawabannya tak lain adalah dengan berkarya. Mengapa? Marilah kita tengok sejenak jargon yang digunakan dalam HUT Republik Indonesia yag ke-70 ini, ‘Ayo Kerja’. Tidakkah ada kejanggalan terkait makna yang terkandung dalam jargon tersebut?Baiklah, kita kembali dalam ungkapan orang jawa yang sederhana ini, ‘adjining diri gumantung ana ing lathi’.

Bagaimanakah ungkapan jargon ‘Ayo Kerja’ yang dicanangkan oleh pemerintah tersebut mencerminkan karakter masyarakat Indonesia? Dalam kajian orang bahasa, jika dibahas dalam semantik leksikal makna kata ‘kerja’ berarti melakukan sesuatu, atau melakukan pekerjaan.Sebuah ungkapan setidaknya merupakan respon atas suatu sebab.Respon jargon tersebut jika dilihat dalam konteks dunia kerja, seakan-akan mereka malas bekerja, hanya berorientasi pekerjaan dan hasil imbalan.

Baca selengkapnya: MULIA KARENA BAHASA

Penulis: Mustaqim
Beri Like jika kamu sepakat dengan ide Mustaqim

Skip to content