Larangan Botol Plastik

Oleh: Dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan FP UNS, Bara Yudhistira, S.T.P., M.Sc.

Sampai saat ini sampah masih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan sepenuhnya oleh kota-kota di Indonesia. Pada umumnya permasalahan ini timbul disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya besarnya volume sampah, keterbatasan lahan untuk pembuangan akhir yang diiringi dengan pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi sehingga sampah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat ikut naik juga, dimana hal ini disebabkan pula oleh adanya teknis pengelolaan sampah yang masih konvensional serta kurangnya fasilitas pendukung.

Rata-rata jumlah sampah Kota Surakarta perhari diatas 200 ton, hal ini sesuai dengan data yang dikeluarkan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kota Surakata dalam laman http://dlh.surakarta.go.id. Pada tahun 2016 dan 2017 jumlah sampah dari Kota Surakarta masing-masing sebesar 299.405 dan 291.175 kg/hari atau bahkan pada moment tertentu jumlah sampah dari Kota Surakarta mengalami kenaikan yang signifikan. Hal tersebut seperti dalam berita yang dimuat pada laman Solopos.com tertanggal 14 Agustus 2019 dengan judul “Volume Sampah di Solo Naik 2 Kali Lipat Pasca Idul adha” dimana dijelaskan bahwa pada moment tersebut jumlah sampah meningkat menjadi 400 ton atau naik dua kali lipat jika dibandingkan dengan hari biasa. Mengingat jumlah sampah yang cukup banyak tersebut, tentu perlu menjadi perhatian oleh semua pihak. Langkah yang dapat dilakukan diantaranya yaitu dengan mengurangi sampah khususnya sampah yang sulit terurai. Hal tersebut dapat dilakukan oleh instansi atau institusi yang ada di Kota Surakarta ini sebagai percontohan kepada masyarakat umum.

Terkait dengan pengurangan sampah tersebut, khususnya bagi institusi ataupun lembaga pemerintah di lingkungan Kemenristekdikti dapat menjalankan Instruksi Menristekdikti Nomor 1/M/INS/2019 tentang Larangan Penggunaan Air Minum Berbahan Plastik Sekali Pakai dan/atau Kantong Plastik. Seperti kita ketahui di Kota Surakarta terdapat beberapa Perguruan Tinggi di bawah Kemenristekdikti, yang diharapkan dapat segera menindaklanjuti instruksi tersebut. Meskipun tidak menutup kemungkinan semua instansi di Kota Surakarta dapat melakukakannya. Hal ini mengingat instruksi tersebut sebagai bentuk tindak lanjut dari gerakan Indonesia Bersih yang diluncurkan Kemenko Kemaritiman dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dengan tujuan untuk dapat mengurangi sampah plastik. Sejak dikeluarkan per 25 Juni 2019 terkait Instruksi Menristekdikti tersebut tentu perlu adanya evaluasi apakah sudah dilaksanakan dengan seksama atau belum. Hal ini dikarenakan perlu adanya fasilitas penunjang yang harus disediakan oleh institusi terkait yang mendukung pelaksanaan instruksi tersebut seperti fasilitas air isi ulang dan lain sebagainya. Selain itu untuk cakupan lebih luas instruksi tersebut merekomendasikan untuk dapat mengurangi spanduk, backdrop, baliho dan media iklan lainnya yang berbahan plastik, tentu kita harus dapat mengapresiasi langkah yang dilakukan oleh Kemenristekdikti. Dimana hal ini sebenarnya dapat lebih mengukuhkan agar perguruan tinggi dapat mendukung konsep Green Campus terutama untuk aspek pengelolaan sampah. Green campus adalah sistem pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat yang ramah lingkungan serta melibatkan warga kampus dalam aktifitas lingkungan yang dapat memberikan manfaat positif bagi lingkungan, ekonomi, dan sosial.

Sampah telah menjadi masalah yang cukup darurat untuk segera diatasi, mengingat Indonesia merupakan Negara nomor dua penghasil sampah plastik terbesar di dunia. Melihat hal tersebut kita perlu juga mengapresiasi Pemerintah Provinsi Jawa Tengah yang telah mengadakan konggres sampah pada 12-13 Oktober 2019. Diharapkan dengan kegiatan tersebut mampu menghasilkan formulasi terbaik dengan melibatkan berbagai pihak dalam penanganan sampah khususnya di Jawa Tengah, terlebih bagi dunia kampus sebagai salah satu institusi pendidikan yang memberikan contoh bagi masyarakat luas. (***)

Skip to content