Pakar Lingkungan UNS Sarankan Pemerintah Genjot Produk Green Legislation

Pakar Lingkungan UNS Sarankan Pemerintah Genjot Produk Green Legislation

UNS — Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah bencana yang terjadi di Indonesia sampai 15 April 2021 sebanyak 1.125 kejadian. Hal ini tentu saja bukan angka yang kecil mengingat setiap kejadian bencana memiliki dampak baik material, alam, maupun psikologis korban.

Terlepas dari dampak yang ditimbulkan, bencana-bencana itu tidak semuanya dapat dikategorikan sebagai bencana alam. Berdasarkan penyebab terjadinya bencana, semua kejadian itu dapat diklasifikasikan menjadi bencana alam dan bencana lingkungan. Pakar lingkungan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Dr. Prabang Setyono, M.Si. menjelaskan bahwa bencana alam adalah semua bencana yang memang terjadi karena perubahan kondisi alam misalkan gempa bumi, tsunami, atau gunung meletus. Bencana itu terjadi karena murni keinginan alam, tidak ada campur tangan manusia dalam terjadinya bencana.

Sementara itu, bencana lingkungan adalah bencana yang timbul karena ada campur tangan manusia. Contoh bencana lingkungan yakni banjir dan tanah longsor. Dulu banjir disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi. Namun, saat ini banjir lebih banyak terjadi karena sudah tidak adanya resapan air. Ketiadaan resapan air yang cukup itu membuat air hujan yang jatuh ke Bumi tidak bisa diserap oleh akar pohon dan disimpan sebagai air tanah. Air hujan itu hanya berakhir menjadi air permukaan yang mengalir menuju daerah yang lebih rendah dan menggenangi daerah tersebut.

Jika ditarik lebih jauh, ketiadaan resapan air itu bisa terjadi karena banyaknya pohon yang ditebang. Hutan banyak digunduli untuk dimanfaatkan batangnya atau pun dimanfaatkan lahannya untuk lahan industri atau perumahan.

“Jadi kalau yang terjadi bencana lingkungan ya jangan dong diklaim bencana alam, masak menyalahkan alam. Yang disalahkan ya lingkungan yang rusak itu. Siapa yang merusak? Itu mestinya bisa ditelusur. Janganlah sedikit-sedikit menyalahkan alam terus,” tegas Dr. Prabang.

Bisakah Lingkungan Terjaga dan Ekonomi Tetap Jalan Terus?

Sebagai negara berkembang, Indonesia tentu melakukan segala aktivitas untuk menaikkan perekonomiannya. Salah satu cara yang ditempuh yakni membangun infrastruktur yang mapan. Namun, banyak kasus pembangunan infrastrutur tersebut justru  menjadi malapetaka bagi lingkungan. Aktivitas ekonomi yang dikembangkan justru merusak lingkungan yang ada.

Pakar Lingkungan UNS Sarankan Pemerintah Genjot Produk Green Legislation

Menurut Dr. Prabang, hal itu sebenarnya dapat diatasi dengan adanya produk-produk hukum yang ramah lingkungan atau green legislation. Selain itu, aktivitas-aktivitas ekonomi juga harus pula berpihak pada lingkungan.

“Cara mengurangi kerusakan lingkungan tapi ekonomi tetap tumbuh itu ya dengan istilah green-green itu seperti ada green econnomy, green building, atau green infrastructure,” ujar dosen Ilmu Lingkungan UNS tersebut.

Berbagai konsep “hijau” tersebut memiliki prinsip 4K yakni kuantitatis, kualitas, kontinuitas, dan keterjangkauan. Kuantitas yang dimaksud yakni bagaimana sumber daya alam yang dimanfaatkan tersebut dapat dipulihkan. Misal saja saat suatu perusahaan mengambil rotan yang ada di hutan, rotan yang diambil janganlah yang masih anakan karena nanti rotan akan mati dan berhenti berproduksi. Sementara itu, maksud kualitas yakni bagaimana sumber daya alam yang dimanfaatkan tetap berkualitas.

Selain itu, suatu aktivitas ekonomi itu harus memikirkan kontinuitas yakni suplai sumber daya alam. Terakhir yakni keterjangkauan. Sumber daya alam itu harus dipastikan terjangkau oleh seluruh masyarakat baik dari kalangan atas maupun bawah. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content