Tempe : Kearifan Lokal Indonesia untuk Dunia

Oleh: Dosen Prodi ITP FP UNS, Ardhea Mustika Sari MSc

Tempe merupakan salah satu makanan fermentasi tradisional Indonesia yang sudah dikenal berabad-abad silam oleh masyarakat khususnya masyarakat Yogyakarta, Surakarta dan sekitarnya. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (2015) mendifinisikan tempe sebagai produk makanan berbentuk padatan kompak berwarna putih yang diperoleh dari kedelai kupas yang direbus dan difermentasi menggunakan Rhizopus spp. Tidak seperti makanan berbahan dasar kedelai lainnya yang ada di Indonesia seperti tahu, tauco dan kecap yang keberadaanya di negeri ini dikenalkan oleh saudagar-saudagar China yang berdagang di Indonesia. Tempe di Indonesia merupakan warisan lokal budaya kita. Meski tidak diketahui secara pasti sejak kapan tempe mulai diproduksi dan menjadi makanan asli Indonesia, tetapi ada satu manuskrip jawa kuno yang diterbitkan pada tahun 1815 menyebutkan keberadaan tempe. Di dalam Serat Centhini, suatu manuskrip jawa kuno yang menceritakan kehidupan masyarakat Jawa pada tahun 1600-an menuliskan ada dua hidangan yang menggunakan tempe yaitu “jae santen tempe” (masakan tempe dengan santan) dan “kadhele tempe srundengan”. 

Inilah salah satu bukti bahwa pada abad ke-16 tempe sudah dikenal masyarakat Jawa. Keberadaan tempe saat ini tidak lepas dari peran pengrajin tempe tradisional yang sebagian besar menyatakan mendapatkan pengetahuan pembuatan tempe ini secara turun-temurun dari nenek moyangnya. Di pesisir pantai selatan Jawa, daerah Gunungkidul, Pacitan dan Wonogiri terdapat pengrajin tempe tradisional yang masih menggunakan proses tradisional dalam pembuatan tempe. Proses tradisional ditandai dengan penggunaan ‘ragi’ tradisional atau yang dikenal dengan istilah ‘usar’. Tidak seperti ragi instan yang mudah diperoleh di pasar-pasar, ‘usar’ merupakan daun sisa pembungkus tempe yang digunakan kembali menjadi ragi untuk pembuatan tempe berikutnya. Jamur tempe yang melekat pada permukaan daun dapat digunakan sebagai ragi selanjutnya dan hal ini berjalan terus-menerus dan turun-temurun hingga saat ini. Daun yang digunakan untuk membungkus tempe pada ketiga daerah tersebut berbeda-beda, di Wonogiri dan Gunungkidul menggunakan daun jati sementara di Pacitan menggunakan daun senggani. Perbedaan tersebut uniknya memberikan citarasa yang berbeda. Inilah keunikan proses fermentasi tradisional. 

Menurut Hartanti, dkk (2015), di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa, Sumatera dan Sulawesi memiliki karakteristik tempe yang berbeda disebabkan jamur tempe yang digunakan di setiap daerah tersebut juga berbeda. Ini merupakan kekayaan biodiversitas Indonesia yang juga patut kita lestarikan agar tidak punah.

Tidak hanya di Indonesia, saat ini tempe telah dikenal di belahan dunia lain seperti Eropa, Amerika dan beberapa negara Asia seperti Jepang dan China. Di Eropa, tempe telah dikenal sejak tahun 1946 yang diperkenalkan imigran Indonesia di Belanda. Dari Belanda keberadaan tempe menyebar ke beberapa negara di Eropa seperti Belgia, Jerman dan Perancis. Di Jepang juga dikenal tempe dengan merk Rusto’s Tempe milik warga negara Indonesia asal Grobogan yang berdomisili di Jepang. Dalam karya William Shurtleff dan Akiko Aoyagi, The Book of Tempeh: A Culture Soyfood, dilaporkan bahwa tempe diproduksi di berbagai negara seperti Amerika Serikat, Kanada, Meksiko, Belgia, Austria, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia, Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan, India, Inggris hingga Australia dan Selandia Baru. 

Dengan makin dikenalnya tempe di berbagai negara, tempe bukan lagi dikenal sebagai makanan kelas bawah. Tak sedikit restoran bintang lima menciptakan menu masakan modern berbahan dasar tempe yang diadopsi dari Western Food

Beberapa peneliti juga menjadikan tempe sebagai objek penelitiannya mulai dari perbaikan proses fermentasi, mikroorganisme yang berperan selama fermentasi, kandungan gizi hingga efeknya bagi kesehatan. Sudah seharusnya sebagai warga negara Indonesia kita turut melestarikan dan mempopulerkan tempe sebagai kearifan lokal Indonesia untuk dunia. (***)

Skip to content