Trend Hybrid Learning dalam PPKM Level di Dunia Pendidikan

Trend Hybrid Learning dalam PPKM Level di Dunia Pendidikan

Oleh : Atiek Rachmawati, S.S (Alumnus Prodi Sastra Daerah FSSR UNS (Sekarang FIB) Tahun 1999/ Guru Bahasa Jawa SMA N 2 Grabag, Magelang)

Pemerintah, melalui Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan kembali memperpanjang kebijakan PPKM per level, di mana perpanjangan berlangsung mulai tgl 5-18 Oktober 2021 mendatang. Sementara angin segar juga dihembuskan di dunia pendidikan dengan adanya pengajuan perijinan untuk melakukan Simulasi Pembelajaran Tatap Muka dan Pembelajaran Tatap Muka terbatas (PTM Terbatas). Seperti dikemukakan di laman https://jatengprov.go.id/, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Suyanta mengatakan, kebijakan tersebut berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri), yang ditindaklanjuti dengan Instruksi Gubernur Jawa Tengah Nomor 10 Tahun 2021 tentang Implementasi Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4, Level 3 dan Level 2 Corona Virus Disease di Provinsi Jawa Tengah. Terkait pendidikan, di mana untuk sekolah yang berada pada level 4, tetap tidak diperkenankan menyelenggarakan PTM (pembelajaran tetap dilakukan secara daring), sedangkan untuk daerah kabupaten/ kota yang level 2 dan level 3 dipersilakan untuk melaksanakan PTM terbatas.

Ancaman berbagai varian Covid-19 yang masih menghantui di sekitar kita, membuat tidak serta-merta semua sekolah langsung melakukan PTM terbatas. Namun, sekolah harus melalui proses perijinan dan simulasi dengan berbagai kesiapan, persyaratan yang harus dipenuhi dan adanya evaluasi setelah proses simulasi berjalan. Perijinan yang dilakukan sekolah meliputi surat ijin dari orang tua yang mutlak harus ada, perijinan ke Puskesmas, perijinan ke gugus Covid kecamatan dan pengajuan rekomendasi Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota, dan verifikasi cabang Dinas Pendidikan.

Jika semua perijinan sudah disetujui, maka satuan pendidikan bisa melakukan Simulasi PTM yang berlangsung selama 2 Minggu dengan ketentuan, (1) Satuan Pendidikan hanya diijinkan menyelenggarakan Simulasi PTM dengan maksimal 4 rombel dengan jumlah siswa per rombel maksimal 18 orang. (2) Pembelajaran maksimal 30 menit dalam 1 jam pembelajaran dan sehari maksimal 4 jam pembelajaran. (3) Dalam 1 ruang kelas, diatur jaraknya minimal 1,5 meter. (4) Selesai pelajaran siswa langsung pulang, tidak ada kegiatan ekstra dan tidak ada istirahat. (5) Siswa dalam kondisi sehat. (6) Ada perijinan dari orang tua. (7) Diutamakan siswa yang berada di sekitar zonasi sekolah atau jarak maksimal 7 Km dari sekolah, atau menggunakan moda transportasi kendaraan sendiri selama melakukan perjalanan ke sekolah.

Kesiapan sekolah dalam melakukan Simulasi PTM dan atau PTM terbatas dimulai dari kelengkapan sarana dan prasarana yang harus disediakan sekolah. Setiap Satuan Pendidikan harus siap dengan SOP pelaksanaan Simulasi PTM. Menyiapkan sarana dan prasarana dengan lengkap sesuai dengan standar 5M dalam protokol kesehatan.

Selain penyiapan sarana dan prasana dalam standar protokol kesehatan, inovasi baru yang disiapkan sekolah adalah metode pembelajaran yang bisa mengakomodir siswa yang ada di sekolah ataupun yang ada di rumah. Munculnya sistem pembelajaran berbasis hybrid learning dan blended learning mengemuka di setiap Satuan Pendidikan. Dan pastinya setiap Satuan Pendidikan berusaha untuk mewujudkan dan mengakomodir sistem pembelajaran tersebut sehingga siswa bisa segera diajak untuk beradaptasi dengan kebiasaan baru pada situasi pandemi ini.

Dari Sevima. Com dikatakan bahwasanya hybrid learning adalah pembelajaran yang menggabungkan berbagai pendekatan dalam pembelajaran yakni pembelajaran tatap muka, Pembelajaran berbasis komputer dan pembelajaran berbasis online ( internet dan mobile learning). Sedangkan Blended Learning adalah pada dasarnya merupakan gabungan keunggulan pembelajaran yang dilakukan secara tatap-muka dan secara virtual. Blended learning juga sebagai sebuah kombinasi pengajaran langsung (face-to-face) dan pengajaran online, tapi lebih daripada itu sebagai elemen dari interaksi sosial. Hybrid learning dan juga blended learning adalah sebuah metode yang dapat menjadi sebuah alternatif pembelajaran dengan penggabungan moda pembelajaran tatap muka di sekolah dan pembelajaran online.

Sistem pembelajaran yang belakangan menjadi trend ini memang terbukti menjadi solusi ampuh untuk terus mengawal siswa agar tidak semakin jenuh dan terjebak dalam learning loss mereka. Metode ini dinilai lebih efektif dan efisien serta dapat menjadikan pengembangan keterampilan digital dari siswa ataupun dari para pendidik.

Teknis yang dipakai dalam metode hybrid learning ini adalah siswa yang datang ke sekolah adalah dengan kuota 50 persen. Misalnya, jika terdapat 36 jumlah siswa di kelas, maka yang diperkenankan mengikuti pembelajaran hanya 18 siswa saja. Sisanya (18 siswa yang lain) wajib melakukan pembelajaran secara daring di rumahnya masing-masing di waktu yang bersamaan sesuai dengan jadwal yang diberikan sekolah.

Seperti pembelajaran biasanya, guru juga wajib membuat silabus dan rencana pembelajaran. Silabus dan RPP ini bisa dirancang dengan pola blended untuk bisa mengakomodir siswa secara luring ataupun daring tersebut. Materi yang disampaikan secara luring atau tatap muka di kelas, juga bisa diakses siswa secara daring melalui berbagai platform PJJ yang digunakan. Ini diharapkan agar para siswa bisa memahami materi yang disampaikan oleh guru dengan mudah dan tidak berbatas media dan juga waktu. Satuan pendidikan ataupun guru bisa memanfaatkan fasilitas interaksi daring dengan Learning Management System (LMS). Misalnya Google Meet, Zoom Meet, Microsoft Teams, Free Conference Call (FCC) dan media pembelajaran lainnya. Adanya interaksi aktif antara guru dan siswa diharapkan bisa kembali membangun proses kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Model hybrid learning ini memang menawarkan solusi dan menjadi trend baru di kalangan dunia pendidikan. Namun, tetap ada risiko yang benar-banar harus diperhatikan. Adanya interaksi antar siswa yang berada di sekolah menjadi salah satu hal yang harus menjadi perhatian utama. Karenanya, masing-masing dari guru ataupun tenaga pendidikan harus gencar mengingatkan standar Prokes 5M kepada para siswa. Setelah siswa selesai melakukan pembelajaran tatap muka di sekolah, perlu adanya kedisiplinan dari siswa untuk benar-benar langsung pulang menuju ke rumahnya masing-masing dan segera membersihkan dirinya. Sementara guru bisa memantau dengan cara meminta siswa share location dan mengirimkan kepada guru melalui aplikasi whatsapp.

Siswa yang berada di rumah dengan adanya jadwal pembelajaran daring yang ditetapkan bersamaan dengan pembelajaran tatap muka di sekolah, juga masih akan menemui kendala terkait dengan kuota internet ataupun jaringan internet yang kurang bersahabat. Sehingga tidak memungkinkan, jumlah siswa yang diharapkan bisa mengikuti pembelajaran daring dengan metode hybrid learning tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Namun begitu, segala resiko dan kendala yang dihadapi hanya akan menjadi sedikit catatan jika sistem dijalankan dengan kesadaran tinggi dan kedisiplinan akan Prokes yang ketat. Merupakan jembatan sebuah upaya mengendalikan Learning loss pada siswa, sehingga siswa tidak semakin kehilangan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang pastinya akan berdampak pada kemunduran proses akademik. Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) tidak bisa dipungkiri belum sepenuhnya efektif, dan membuat siswa akan kehilangan pembelajaran. Kerja sama yang baik dengan melibatkan peran orang tua, guru dan lingkungan satuan pendidikan menjadi bagian penting dari keberhasilan pendidikan siswa, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama. (***)

Skip to content