Belasan Bahasa Daerah di Kaltara Terancam Punah

SOLO – Dari sejumlah 26 bahasa daerah yang ada di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), 7 – 10 di antaranya sudah punah. Menanggapi hal itu, Dr. R. Yohanes Radjaban , dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Teknologi Yogyakarta (UTY) siap meneliti dua bahasa daerah yang masih hidup di provinsi termuda di Indonesia tersebut.

“Jika tidak dilakukan penelitian dokumentasi dan pelestarian kami khawatir akan punah. Sebab, sebanyak 7 – 10 dari 26 bahasa di Kalimantan Utara sudah punah,” ungkap Yohanes Radjaban usai mempertahankan disertasinya berjudul “Sintaksis Bahasa Agabag di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan Utara”, Rabu (15/5/2013), di gedung Rektorat Universitas Sebelas Maret (UNS).

Dia menjelaskan, bahasa dikatakan punah jika tidak ditemukan baik dokumentasi maupun penuturnya. Sedangkan, bahasa disebut mati jika penuturnya tidak bisa lagi ditemukan sementara dokumentasinya maish tersedia. “Jadi sewaktu-waktu masih bisa dipelajari,” kata Yohanes.

Yohanes Radjaban menuturkan, bahasa Agabag yang ia teliti selama 6 bulan itu merupakan bahasa daerah terbesar ketiga yang masih hidup dengan jumlah penutur sekitar 9.000 orang. Dua bahasa daerah lainnya, antara lain: bahasa Kayan dan bahasa Lundayah.

Dia berencana, pada Juli 2013 ini akan bertolak ke Kalimantan Utara untuk meneliti bahasa Lundayah. Lantas, pada tahun 2013, dia berencana meneliti bahasa Kayan. “Semua dilakukan demi pelestarian bahasa daerah agar tak punah,” tandas Yohanes Radjaban.

Berkat penelitiannya itu, Yohanes Radjaban menjadi doktor lulusan Program Pascasarjana UNS ke-65 dengan minat utama Liunguistik Deskriptif. Ia lulus dengan nilai 3,72 atau meraih predikat sangat memuaskan.[]

Skip to content