Grup Riset UNS Ubah Larva BSF Jadi Pelet Ikan Terapung Kaya Protein

UNS — Tim Dosen dari Grup Riset ITP Hewani Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta berhasil mengaplikasikan teknologi pakan yang mengubah larva atau maggot Black Soldier Fly (BSF) menjadi pakan pelet ikan terapung kaya protein. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan nilai jual hasil budidaya larva milik “Mazgot BSF Boyolali” yang beralamat di Desa Trimulyo RT 01/RW 11, Penggung, Boyolali.

Budidaya larva yang diketuai Muhammad Jafar Khoerudin tersebut, memang memiliki produksi tinggi hingga mencapai 1.000 Kg per hari. Namun karena kurangnya pengetahuan, hasil budidaya hanya dijual dalam bentuk segar kepada peternak lele sehingga nilai jualnya belum optimal.

Padahal, larva BSF memiliki potensi besar untuk dijadikan bahan pakan ikan berkualitas yang menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan industri peternakan dan perikanan. Hal tersebut sesuai dengan beberapa riset yang menunjukkan bahwa larva mengandung protein mencapai 42% dengan profil asam amino lengkap. Kandungan ini jauh lebih tinggi dari protein pakan yang umumnya hanya 17-20%.

“Para ahli menyampaikan bahwa penggunaan protein yang berasal dari golongan insekta lebih ekonomis, bersifat ramah lingkungan, serta mempunyai peran yang penting secara biologi. Selain itu, insekta khususnya larva BSF bukan merupakan bahan pangan manusia. Sehingga konsumsinya tidak berkompetisi dengan manusia,” jelas Dr. Agung Budiharjo selaku Ketua Tim dalam rilisnya, Selasa (17/11/2020).

Adanya potensi tersebut, imbuh Dr. Agung, harus diimbangi dengan penerapan teknologi yang tepat agar kandungan maggot dapat dipertahankan dan dapat memenuhi nutrisi ikan. Adapun teknik yang digunakan Dr. Agung bersama Dr. Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa, Lilik Retna Kartikasari, Ph.D, dan Bayu Setya Hertanto, S.Pt., M.Sc. dalam proses ini ialah teknik pelleting.

Pelleting dipilih karena beberapa hal. Pertama, ternak mendapatkan semua nutrien yang ada di dalam pakan sehingga dapat meningkatkan efektivitas pemberian pakan. Kedua, pakan pelet sesuai dengan selera pasar pakan ikan komersil.

“Yang ketiga, meningkatkan densitas pakan sehingga mengurangi tempat penyimpanan, menekan biaya transportasi, dan memudahkan aplikasi dalam penyajian pakan. Sementara itu, jenis pakan pelet terapung digunakan karena dapat membuat pertumbuhan ikan seragam dan jika pakan tersebut tidak termakan, tidak langsung merusak lingkungan air kolam,” tambah Dr. Agung.

Dibiayai Dana Hibah PNBP UNS Tahun 2020, ada pula beberapa kegiatan yang dilakukan Dr. Agung dan tim selama mendampingi “Mazgot BSF Boyolali”. Tim pengabdi memberikan pelatihan membuat pakan ikan yang meliputi penyusunan formula pakan dengan menggunakan metode pearson, teknik pencampuran pakan yang baik, proses membuat pakan pelet, dan pegujian kualitas fisik pakan pelet ikan secara sederhana.

Pelatihan tersebut bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anggota kelompok mitra, sehingga mereka mampu memproduksi pakan pelet ikan secara mandiri. Setelah itu, tim bersama anggota kelompok menghitung secara ekonomi biaya produksi pakan yang telah dibuat untuk mengevaluasi layak atau tidaknya aplikasi ini jika diproduksi secara massal oleh mitra.

“Hasil perhitungan diperoleh harga pokok produksi pakan ikan tersebut sebesar Rp4.500/kg dengan kandungan protein kasar mencapai 39,19%. Hasil ini cukup ekonomis, mengingat harga pakan ikan yang beredar di pasaran cukup tinggi,” ungkap Dr. Agung.

Di samping itu, bantuan peralatan untuk membuat pakan pelet seperti oven, alat penepung, dan mesin pelet pun turut diberikan. Tim dari UNS berharap, bantuan peralatan dan pelatihan ini mampu meningkatkan produktivitas peternak budidaya larva BSF. Aktivitas tersebut juga diharapkan dapat memberikan efek domino bagi warga kampung setempat, antara lain mengurangi tingkat penggangguran khususnya akibat pandemi Covid-19. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content