Inovatif, Mahasiswa UNS Kaji Ampas Kopi sebagai Material Elektroda Baterai Sodium Ion

UNS — Menipisnya sumber energi fosil mendorong berbagai pengembangan energi alternatif ramah lingkungan. Salah satunya dalam pengembangan baterai yang penggunaannya hampir memenuhi seluruh aktivitas manusia, seperti perangkat elektronik, kendaraan listrik, dan penyimpan energi alternatif seperti penyimpan energi pada panel surya.

Hal itu pula yang dilakukan tiga mahasiswa S1 Teknik Kimia Universitas Sebelas Maret (UNS) dengan mengkaji lebih lanjut perihal sintesis hard carbon dari limbah ampas kopi sebagai anoda baterai sodium ion. Mereka adalah Tim PKM Penelitian Eksakta (PKM PE) di bawah bimbingan Prof. Eng. Agus Purwanto, S.T., M.T. yang terdiri dari Hafid Khusyaeri, Dewi Pratiwi, dan Haris Ade Kurniawan.

Hafid selaku Ketua Tim mengatakan, melalui kajian ini, ia dan tim ingin menghadirkan baterai sodium ion (BSI) sebagai alternatif lain dari baterai litium ion (BLI). Sebab, kendati BLI merupakan baterai dengan performa terbaik saat ini, namun biaya produksinya mahal dan sumber litium terbatas.

Sementara itu, pengembangan material alternatif berupa sodium atau natrium ini dipilih karena ketersediaannya yang sangat melimpah dan sangat mudah ditemukan di alam Indonesia.

“Hanya saja, BSI performanya masih di bawah BLI. Sehingga diperlukan pengembangan terhadap baterai sodium ion, salah satunya yakni pemilihan jenis material elektroda yang cocok,” jelas Hafid, Kamis (26/11/2020).

Hingga kemudian, Hafid dan tim pun menemukan suatu solusi inovatif dengan cara mengolah limbah ampas kopi menjadi material elektroda BSI. Keputusan ini tidak terlepas dari fakta bahwa produksi kopi di Indonesia pada tahun 2018 mencapai 690.000 ton dan konsumsi kopi mencapai 41% dari total produksi yaitu sebesar 282.000 ton.

Di sisi lain, industri kopi atau coffee shop pun semakin berkembang pesat dan menjamur. Hal ini tentu semakin meningkatkan jumlah limbah ampas kopi yang bisa mencemari lingkungan.

“Ide ini bermula ketika kami melakukan observasi mengenai limbah ampas kopi yang berasal dari industri coffee shop yang tidak termanfaatkan kembali dan selebihnya dibuang langsung ke lingkungan,” ujar Hafid.

Dewi pun menambahkan, hard carbon dalam hal ini dibuat dengan proses karbonisasi ampas kopi. Setelah proses karbonisasi limbah ampas kopi, selanjutnya dilakukan berbagai langkah optimasi sehingga meningkatkan performa hard carbon BSI.

Dalam kajian Hafid dan tim, proses pengoptimalan performa hard carbon menggunakan metode doping. Metode doping diketahui sebagai metode paling mudah dan mampu meningkatkan kinerja elektrokimia anoda hard carbon.

“Berdasarkan hasil studi literatur, sintesis hard carbon dari ampas kopi dapat dimodifikasi menjadi 1 langkah karbonisasi agar menghemat energi dan biaya produksi, selanjutnya dilakukan doping natrium klorida (NaCl) untuk meningkatkan kinerja elektrokimia. Penambahan NaCl merupakan suatu usaha meningkatkan konduktivitas elektrokimia dan mengatur morfologi hard carbon,” ungkap Dewi.

Dari studi yang berhasil lolos Pimnas ke-33 ini, diharapkan dapat mendorong pengembangan penyimpan energi masa depan berskala besar berupa BSI. Mereka pun mengajak dan menekankan pentingnya menggali potensi besar di tanah air yang beragam dan berlimpah sehingga dapat mendorong pengembangan energi terbarukan di Indonesia.

“Pemanfaatan biomassa limbah ampas kopi berpotensi meningkatkan nilai ekonomi, mengurangi dampak negatif yang dapat ditimbulkan limbah ampas kopi sehingga memunculkan konsep zero waste,” tutur Haris sebagai penutup. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content