Mahasiswa UNS Teliti Budi Daya Tanaman Sela pada Perkebunan di Wonogiri

UNS — Mahasiswa Fakultas Pertanian (FP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta meneliti budi daya tanaman sela pada perkebunan tanaman mete di lahan marginal. Penelitian dilakukan di Kecamatan Jatiroto, Wonogiri. Penelitian budidaya tanaman sela ini dilaksanakan dua kali, pertama di Desa Cangkring dan penelitian kedua dilaksanakan di Desa Duren.

Ada pun, mahasiswa yang terlibat dalam penelitian tersebut adalah Tulus Widodo, Prisca Puspita Sari, dan Iksaniyah. Mereka membuat judul penelitian ‘Budi Daya Tanaman Sela Pada Perkebunan Tanaman Mete’ di Lahan Marginal, Kecamatan Jatiroto, Wonogiri. Mahasiswa FP ini menyebutkan bahwa tanaman sela merupakan tanaman produktif yang mengisi kekosongan pada lahan tanaman utama. Tanaman sela dapat dimanfaatkan karena memiliki nilai jual yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

Menurut mereka, tanaman sela mulai banyak dikembangkan di Indonesia, namun perkembangan tanaman sela belum merata sehingga perlu kegiatan pengenalan kepada masyarakat akan manfaat dan keuntungan budi daya tanaman sela khususnya pada lahan marginal.

Mereka menawarkan salah satu usaha yang dapat meningkatkan pendapatan petani jambu mete dengan polikultur yang melibatkan tanaman sela.
“Salah satu usaha untuk meningkatkan pendapatan petani jambu mete adalah penerapan sistem usaha tani jambu mete campuran (polikultur). Pola tanam yang dikembangkan pada kebun jambu mete adalah dengan menanam tanaman tahunan yakni jambu mete sebagai tanaman pokok dan tanaman semusim sebagai tanaman sela,” terang Tulus Widodo, Senin (21/12/2020).

Pola tersebut memiliki beberapa keunggulan serta keuntungan yaitu pemanfaatan lahan usaha tani menjadi lebih efisien dan produktif, meningkatkan produktivitas usaha tani, meningkatkan pendapatan usaha tani, pemakaian input usaha tani lebih efisien, dan pendapatan petani lebih terjamin sehingga risiko usaha tani lebih kecil.

Dari data hasil penelitian yang mereka lakukan pada Agustus lalu, dapat diketahui bahwa dari 2 desa yaitu Desa Cangkring dan Desa Duren terdapat tanaman sela empon-empon yaitu tanaman jahe dan kunyit. Kedua tanaman tersebut ditanam di tegalan, di bawah tegakan tanaman jambu juga terdapat umbi umbian, serta tanaman buah.

Dari data yang mereka peroleh dapat diidentifikasi bahwa tanaman sela yang cocok diterapkan pada lahan marginal kebun mete adalah tanaman empon-empon dan umbi-umbian. Mayoritas warga desa di Kecamatan Jatiroto menanam tanaman sela empon-empon yaitu kunyit dan jahe. Dua jenis tanaman empon-empon tersebut memiliki harga jual tinggi dibandingkan dengan tanaman empon-empon lainnya.

Mereka menambahkan, tanaman jambu mete hanya dapat dipanen 1 kali dalam setahun sehingga perlu waktu yang cukup lama untuk menunggu masa panen. Dalam menunggu masa panen, masyarakat memanfaatkan tanaman sela berupa tanaman empon-empon yang mayoritas jahe dan kunyit. Budi daya tanaman sela yang dilakukan sederhana sehingga kualitas dari hasil panen terkadang kurang begitu baik yang kurang terserap oleh pasar.

Selain itu, petani hanya menjual hasil panen ke pengepul saja atau dimanfaatkan sendiri untuk bahan pembuatan jamu. Petani belum mengenal bagaimana pengolahan hasil panen empon-empon, sehingga hanya dijual secara langsung ke pasar tradisional ataupun ke pengepul dengan harga yang relatif murah. Hal ini sangat disayangkan oleh peneliti.

“Tanaman sela yang ditanam pada lahan marginal selain bermanfaat untuk mengisi kekosongan lahan, juga dapat memberikan keuntungan baik dari segi ekonomi maupun biologi. Namun, sangat disayangkan masyarakat umum belum banyak mengetahuinya sehingga diperlukan pengembangan partisipasi. Pengembangan partisipasi masyarakat dapat dilakukan dengan melakukan sosialisasi yang berkaitan dengan manfaat penanaman tanaman sela,” pungkas Tulus. Humas UNS

Reporter: Zalfaa Azalia Pursita
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content