Pengelolaan Ekosistem Air Tawar Antarkan Sunarto jadi Guru Besar UNS

UNS – Pertumbuhan populasi menjadikan kebutuhan akan air semakin meningkat. Hal tersebut menyebabkan penurunan kuantitas, kualitas, dan kontinuitas terutama air tawar. Selain pertumbuhan populasi manusia, industrialisasi, pembangunan, dan krisis spiritualitas juga menjadi faktor penyebab masalah ekosistem air tawar. Itulah yang dipaparkan Sunarto dalam pidato pengukuhan guru besar yang berjudul “Implementasi Pengelolaan Ekosistem Air Tawar”.

“Pertumbuhan populasi manusia dipandang sebagai faktor utama penyebab krisis air. Tapi faktanya terkait populasi manusia bertambah, etika dalam pemanfaatan dan pengelolaan air terus menurun,” terang kepala program studi S-1 Ilmu Lingkungan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret (FMIPA UNS) Surakarta.

Guru besar FMIPA UNS ini melakukan penelitian terhadap kerang hijau air tawar (Anadonta woodiana) yang menunjukan kemampuan sebagai bio-indikator pencemaran perairan. Pencemaran perairan air tawar logam berat Cd identik dengan aktivitas industri terutama industri tekstil.

Cemaran logam Cd perairan ini dapat ditentukan dari kontaminasi dalam tubuh Anadonta woodiana berupa kerusakan struktur anatomi di ginjal dan insang yang ditandai dengan berubahnya pola pita protein DNA.

“Kerang hijau air tawar sebagai bio-indikator pencemaran perairan ditandai dengan siklus hidup yang panjang serta sebagai filterfeeder,” terang dosen yang pernah menerima penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini.

Lebih jauh Sunarto menyimpulkan dua hal, yaitu kerusakan lingkungan adalah wujud dari krisis spiritualitas serta pentingnya implementasi ekoteologi dalam konsep pendidikan lingkungan sejak dasar. Menurutnya, agama harus menyentuh lini kehidupan mulai dari etika memperlakukan lingkungan, sehingga manusia akan bertoleransi mulai dari lingkungan.

Lebih jauh, alumni UGM dan Universitas Airlangga ini menyatakan bahwa para ilmuwan dan praktisi telah banyak melakukan konservasi air dengan beragam pendekatan ipteks. Namun hasilnya belum optimal karena tidak diikuti atau kurang ada pendekatan teologi.

“Akar permasalahan penyebab bencana lingkungan adalah manusia itu sendiri yang berakhlaq kurang mulia. Langkah pertama untuk menjaga kelestarian dan perbaikan lingkungan adalah perbaikan akhlaq dan mental manusia itu sendiri melalui berbagai media. Salah satunya yaitu melalui dunia pendidikan,” terang Sunarto. humas-red.uns/Ref/Dty

Skip to content