Rilis Kajian Green Campus, SRE UNS Beri Paparan dan Saran Inovatifnya

green campus uns
green campus uns

UNS — Sebuah kajian strategis UNS Green Campus dirilis Society of Renewable Energy (SRE) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta pada akhir Februari 2021 ini. Kajian tersebut ditulis SRE UNS, komunitas edukasi energi baru terbarukan yang juga fokus terhadap isu lingkungan, sebagai bentuk dukungan dan kontribusi terhadap perwujudan Green Campus di kampus basisnya ini.

Muhammad Fuadi Hakimi selaku Kepala Divisi Akademik SRE menuturkan, Green Campus sejatinya memiliki banyak tujuan besar bagi keberlanjutan lingkungan yang kian diterpa masalah pemanasan global dan perubahan iklim. Dalam tujuan besar itu, meliputi pula tumbuhnya kesadaran para sivitas akademika universitas untuk peduli dan turut serta dalam penanganan masalah lingkungan, bukan terkait pemeringkatan GreenMetric saja.

Oleh karenanya, untuk mewujudkan Green Campus dibutuhkan tindakan nyata, saling terkait, dan sebisa mungkin  konsisten dibudayakan. Lebih jauh, langkah itu terwujud apabila pemikiran ini dapat ditularkan ke banyak individu, salah satunya edukasi melalui kajian strategis yang dirilis SRE UNS ini.

“Dengan berkumpulnya individu-individu akan membentuk suatu kelompok yang memiliki satu visi, sehingga dengan kuantitas dan kualitas yang memadai dapat memberikan sumbangsih pada lingkungan kampus. Hasil kajian ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam mengetahui lebih dalam terkait realitas Green Campus di UNS,” ujar Fuadi, Rabu (24/3/2021).

Di awal kajian, SRE memperkenalkan terlebih dahulu konsep Green Campus (Kampus Ramah Lingkungan) berdasarkan Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret No. 827A/UN27/KP/2013 pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1. Dalam peraturan tersebut dijelaskan, Kampus Ramah Lingkungan adalah kampus yang mampu mewujudkan suasana lingkungan yang bersih, sejuk, dan nyaman serta mendukung iklim kehidupan kampus yang dinamis berkelanjutan dengan memenuhi kriteria Green Campus.

Kriteria yang dimaksud ialah tata letak dan infrastruktur yang menjamin ketersediaan ruang terbuka hijau, efisiensi energi dan mitigasi serta adaptasi terhadap perubahan iklim, pengelolaan limbah, pengelolaan air, transportasi, dan pendidikan pengajaran.

Lebih lanjut, SRE yang juga berkomunikasi dengan Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) UNS memaparkan berbagai kebijakan, program, hingga kerja sama terkait Green Campus yang telah diberlakukan UNS. Antara lain peraturan wajib membawa tumbler bagi dosen dan karyawan untuk menekan jumlah limbah plastik di UNS. 

“Menurut Dr. Suryanto selaku Kepala PPLH UNS, sampah plastik yang kerap berserakan berangsur-angsur berkurang seiring program ini dilakukan,” imbuh Fuadi.

Di sisi lain, SRE menyebut dengan adanya Pusat Unggulan Ipteks (PUI) Baterai Lithium di UNS, potensi baterai untuk dikembangkan di kampus sangatlah besar. Posisi UNS saat ini telah cukup dengan memiliki sumber daya manusia dan juga laboratorium pengembangan yang menyatu dengan industri baterai UNS.

Ditambah lagi, UNS khususnya Fakultas Teknik sedang mengembangkan instalasi solar cell yang efisien dan masif. UNS telah mengoptimalkan EBT di area kampus, seperti instalasi solar panel untuk lampu penerangan jalan di beberapa fakultas dan juga uji coba mobil listrik serta instalasi power source.

“Tentunya, dengan dorongan kampus untuk menyokong dana Research and Development baterai UNS, peluang swakelola-baterai murah terhadap instalasi solar cell terbuka lebar dan mempercepat tingkat transformasi energi kampus,” tutur Fuadi.

Perlunya Fokus Inovasi

Tidak lupa, SRE pun menyampaikan beberapa saran yang membangun. SRE mengatakan, dalam pengembangan lingkungan Green Campus UNS diperlukan fokus inovasi yang belum dan akan dikembangkan secara terencana dan terstruktur.

Di mana Inovasi tersebut dapat dikembangkan dengan beberapa kriteria yang mungkin dilakukan. Kriteria pertama, semua mahasiswa harus berhubungan dengan topik keberlanjutan melalui studi atau kegiatan ekstrakurikulernya. Kedua, net zero CO2 dengan menggunakan energi terbarukan, mempromosikan transportasi umum atau bangunan yang ramah lingkungan.

Kriteria ketiga, tanpa limbah dengan memaksimalkan daur ulang, pengomposan makanan sisa, menggunakan kembali air, dan membeli produk daur ulang atau yang sifatnya berkelanjutan. Yang terakhir, menciptakan budaya yang bersifat melestarikan keanekaragaman hayati dengan membeli makanan organik, membuat kebun kampus dan mengolah bahan kimia beracun.

Selain itu, menurut SRE, fasilitas dan infrastruktur yang mendukung Green Campus pun perlu lebih dioptimalkan dan direvitalisasi secara berkala. Salah satu perwujudannya ialah dengan menyediakan sepeda kampus.

Dalam hal ini, SRE memberi saran untuk memasang Global Positioning System (GPS) dan kunci sepeda berbasis aplikasi atau RFID yang ditambahkan pada Kartu Tanda Mahasiwa. Dengan GPS, lokasi sepeda dan data sepeda tersebut sedang digunakan oleh siapa dapat terlihat pada sistem, sehingga potensi hilangnya sepeda dapat berkurang.

“Kemudian, utuk meminimalisir polusi di sekitar kampus, transisi penggunaan bus listrik sebagai bus kampus dapat dipertimbangkan,” kata Fuadi.

Di akhir, SRE menekankan kembali pentingnya kolaborasi berbagai elemen guna tercapainya Kampus Ramah Lingkungan, kendati pelaksanaanya tidak mudah. Namun, menjadi Kampus Ramah Lingkungan adalah kerangka konstruktif untuk menjadi role model dalam penerapan pembangunan berkelanjutan yang lebih berpihak kepada lingkungan hidup, tanpa mengesampingkan manusia. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content