Tulus Haryanto, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) bersama Rum Handayani, Rara Sugiarti, dan Siti Khoiriyah gagas model Management Intensification Solution Outcome (MISO) pada bisnis konveksi batik. Penerapan model MISO didasarkan atas problematika pengelolaan, kualitas dan produktivitas batik saat ini. Sistem MISO dilakukan dengan beberapa tahap meliputi; bagaimana mengelola, menganalisis masalah secara intensif, memunculkan solusi dan menghasilkan keputusan.

Tulus menilai kompetensi yang dimiliki oleh home industry Batik kota Solo masih perlu ditingkatkan, salah satunya dengan sistem MISO. Tulus melanjutkan, home industry saat ini memiliki masalah spesifik yakni manajemen produksi, kualitas produksi, dan pengelolaan pemasaran. Penerapan model MISO dilaksanakan, salah satunya dengan pelatihan. Ada dua aspek yang menjadi sorotan, yaitu desain batik dan pengetahuan tentang manajemen pemasaran. “ Melihat kondisi home industry Batik kita di Solo, kami kembangkan sistem MISO untuk mereka yang memiliki home industry Batik. Kegiatannya meliputi Komputerisasi Akuntansi dan pelatihan pembuatan desain,” ungkap Tulus saat ditemui, Rabu (13/4/2016).

Tim Penelitian Akselerasi Bisnis Batik mengambil sampel Kecamatan Laweyan. Laweyan dipilih mengingat masih banyaknya home industry batik yang masih beroperasi di sana.

Hasilnya, masyarakat menunjukkan respon yang baik. Menurut Tulus, keberhasilannya mencapai sekitar 80 % karena pelatihan yang dilakukan masih berlanjut. “ Untuk tingkat keberhasilan penelitian ini kami optimis 80 %, kami lakukan keberlanjutan untuk menilik peningkatan kualitasnya,” jelas Tulus. Keberhasilan juga dilihat dari partisipasi masyarakat mengikuti kegiatan pelatihan. [](nurman.red.uns.ac.id)