Aufa, Mahasiswi UNS Jadi Delegasi Indonesia di World Forum for Democracy di Perancis

[et_pb_section][et_pb_row][et_pb_column type=”4_4″][et_pb_text]

UNS – Aufa Rida Fortuna, mahasiswi Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memiliki keresahan perihal berjalannya demokrasi di Indonesia. Menurutnya, sistem demokrasi di Indonesia belum ideal. Ia menyoroti fenomena hate speech di media sosial, khususnya yang berkaitan dengan pemilihan umum atau pemilihan presiden.

“Belum ada batasan yang jelas mengenai siapa yang benar-benar memiliki peranan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam keberjalanan demokrasi di Indonesia, salah satunya di media sosial. Buktinya ujaran kebencian di Indonesia pada masa-masa itu sangat banyak. Tapi selama ini tindakannya langsung blok saja. Padahal sebaiknya ada fact-checking sebagai filter,” ujar mahasiswi Ilmu Hukum 2017 tersebut.

Berangkat dari keresahan tersebut, Aufa bertekad untuk belajar lebih jauh menyoal demokrasi dan praktiknya. Salah satunya dengan mengikuti forum internasional nagara-negara demokrasi. Ia pun terpilih sebagai delegasi Indonesia dalam World Forum for Democracy 2019 di Palais del’Europe, Council of Europe, Strasbourg, Perancis, pada tanggal 4—8 November 2019.

Pada kesempatan tersebut, Aufa juga bertemu dengan Secretary General of Council of Europe, Marija Pejčinović Burić, untuk membicarakan demokrasi dan arah politik eropa dan asia. Ia pun menyampaikan  pesan dan pandangan dari Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi.

“Intinya menegaskan bahwa Indonesia mendukung penuh demokrasi dan pemberantasan korupsi. Saya juga berbicara tentang demokrasi dalam perlindungan jurnalis dan peran pemerintah dalam kontrol sosial di negara demokrasi, kemudian limitasi demokrasi dalam konteks perlindungan HAM,” imbuh Aufa.

Berbagai pengalaman luar biasa dan inspiratif didapatkan oleh gadis berhijab ini. Pertemuannya dengan banyak tokoh membawanya pada diskusi dan pembelajaran berharga. Salah satu yang paling dikenang olehnya adalah pertemuan dengan Mr. Matthew Caruana Galizia, seorang Jurnalis Investigasi asal Malta. Matthew menginspirasi Aufa untuk terus bersemangat melawan korupsi.

“Mama dan adik Matthew meninggal akibat pembunuhan. Saat itu Matthew tengah menginvestigasi kasus korupsi. Permasalahan demokrasi di sana ternyata sangat kompleks. Itu menginspirasi saya agar semakin bersemangat memerangi korupsi di Indonesia,” imbuh Aufa.

Dari forum tersebut, Aufa memahami bahwa masih banyak permasalahan yang sangat kompleks dalam pelaksanaan sistem demokrasi di setiap negara. Hal ini dapat menjadi modal untuknya menulis karya maupun mengadakan suatu forum diskusi di Indonesia.

“Di sana itu semua lapisan masyarakat memiliki batasan peran yang jelas. Seperti Non-Goverment Organization (NGO) misalnya, pemerintah bisa berkolaborasi atau meminta NGO untuk menyusun sebuah kurikulum. Kemudian berkaitan dengan berita bohong atau ujaran kebencian, forum tersebut menghimbau negara-negara demokrasi untuk membuat fact checking. Apakah itu dari pemerintah atau perusahaan media sosial. Tapi bukan berarti langsung blok akun,” jelas Aufa.

World Forum for Democracy merupakan pertemuan setiap tahun di Strasbourg, Prancis untuk membahas tantangan kompleks yang dihadapi negara-negara demokrasi saat ini dan mendorong inovasi demokrasi. Forum ini diselenggarakan oleh Dewan Eropa (Council of Europe) dan mempertemukan anggota masyarakat sipil, pemerintah dan pelaku industri, akademisi, jurnalis/media, penulis, bahkan kartunis.

Kegiatannya meliputi pengakraban dengan para delegasi dari seluruh dunia, pembukaan, konser paduan suara, tiga sesi pleno (plenary session) dan diakhiri dengan diskusi forum (forum talks) yang merupakan kegiatan inti. Disinformation and Fake News, The Human Brain: The Ultimate Fact-Checker?, Building Resilience to Disinformation, Building Resilience to Disinformation, Social Media Freedom and Accountability, dan Fact-CheckingLab7-MythBusters adalah beberapa topik yang dibahas dalam forum.

Aufa dapat menjadi delegasi World Forum for Democracy salah satunya adalah dengan dukungan UPT Layanan International UNS. Yakni program beasiswa bernama UNS Global Challenge Batch II Tahun 2019.

“Adanya UNS Global Challenge ini adalah wujud nyata bahwa UNS ini sudah menuju World Class University,” pungkas Aufa. Humas UNS/ Kaffa

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]
Skip to content