Belajar Totalitas dari Atlet Difabel Ni Made Arianti Putri

Belajar Totalitas dari Atlet Difabel Ni Made Arianti Putri

UNS – Hidup sebagai penyandang tuna netra, tidak membuat Ni Made Arianti Putri, mahasiswa Pendidikan Luar Biasa UNS 2018, berdiam diri di rumah. Dengan keterbatasan indera penglihatan sejak lahir, dara cantik berusia 22 tahun ini tetap mampu berprestasi bahkan sampai tingkat internasional.

Mata kanan Arianti mengalami juling, sementara sebelah mata kirinya sudah tidak berfungsi karena katarak. Awalnya sulit menerima kenyataan bahwa matanya berbeda dari anak normal pada umumnya. Apalagi mengidap keterbatasan penglihatan di usia muda, membuatnya rentan menjadi korban perundungan. Arianti yang masih belia pun sempat mengalami frustasi.

Namun berkat dukungan keluarga dan pertemuannya dengan dunia olahraga atletik, kepercayaan diri Arianti perlahan kembali muncul. “Awalnya, saya suka mencoba segala hal baru. Mulai dari teater, musik, sampai olahraga. Soalnya, kebanyakan penyandang tuna netra, kalau tidak jadi pemijat atau penulis. Terus karena di Bali belum ada atlet lari penyandang tuna netra, lalu saya coba,” kata Arianti usai menjalani progam pelatihan atlet nasional di Stadion Sriwedari, Solo, Sabtu (8/9/2018) pagi.

Arianti bercerita sudah suka olahraga lari sejak duduk di bangku sekolah dasar. Jerih payahnya menekuni cabang olahraga atletik, khususnya nomor sprint T13, mengantarkan Arianti sebagai salah satu atlet difabel andalan Indonesia.

Prestasi prestisius teranyar Arianti yang diraih yakni meraih medali perak ASEAN Para Games 2017 dengan memecahkan rekor pribadinya 13.04 detik untuk nomor 100 meter. Kini mahasiswa baru UNS ini tengah sibuk mempersiapkan diri untuk ASIAN Para Games 2018.

“Jam 5 saya mulai latihan. Terus berangkat kuliah jam 7 sampai siang. Sorenya latihan lagi. Awalnya sempat kewalahan dan capek, namun sekarang sudah tidak. Saya sudah terlanjur suka dengan suasana kuliah di UNS, sayang kalau dilewatkan. Kalau sudah suka, saya berusaha totalitas,” kata gadis berusia 22 tahun ini.

Ia pun berpesan kepada semua orang, khususnya kaum difabel, agar harus berani dan totalitas dalam menjalani hidup, khususnya bagi yang ingin menjadi atlet. “Jadi atlet itu ada titik jenuhnya. Menjalani rutinitas latihan yang terjadwal. Kadang hanya punya waktu senang-senang sedikit. Makanya itu perlu dilakukan dengan bahagia. Kalau bahagia, semua bisa dijalani dengan baik,” ungkapnya.

Meski sudah nyaman berprofesi sebagai atlet, Arianti mengaku tidak ingin meninggalkan pendidikannya. Ia sudah bertekad untuk menyelesaikan pendidikannya di program sarjana Pendidikan Luar Biasa UNS. “Lulus dan menjadi pengajar itu sudah harga mati,” katanya penuh semangat.

Saat ini, Arianti merupakan salah satu atlet difabel yang sedang menjalani program pelatnas untuk Asian Para Games 2018. Program latihannya sudah berlangsung sejak Januari lalu. Humas UNS

Skip to content