Caping Melinjo Karya Mahasiswa UNS Raih Medali di Kompetisi Invensi Dunia

UNS – Melihat pembuatan emping melinjo yang membutuhkan kesabaran dan tenaga besar, tiga mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) membuat inovasi mesin pembuat emping melinjo portable yang diberi nama Caping Melinjo.

Mesin inovasi ini sukses membuat mereka dianugerahi medali perunggu dalam kategori Teknologi (Mesin) oleh World Invention Intellectual Property Assosiciation atau WIIPA di ajang kompetisi invensi dunia, “Thailand Inventors Day dan Bangkok International Intellectual Property Invention, Innovation and Technology Exposition” (IPITEx 2019), Thailand, 2-6 Februari 2019.

Ketiga mahasiswa itu adalah Muhammad Afriyansyah, Ahmad Thabib Mubarok dan Fajar Julian Santosa. Ketiga mahasiswa ini tidak hanya memamerkan mesin ciptaan mereka tapi juga sekaligus mengenalkan produk khas Indonesia di kancah internasional.

Fajar Julian mengatakan, latar belakang pembuatan mesin ini yakni melihat kenyataan di lapangan mengenai pembuatan emping yang membutuhkan tenaga besar dan waktu yang lama. Kondisi tersebut masih menjadi momok yang tidak jarang membuat para pengrajin emping beralih profesi.

“Saya dan teman pernah melakukan survei di daerah Kuncen Klaten yg merupakan sentra emping melinjo sendiri. Dari puluhan kepala keluarga yang memproduksi emping melinjo sebelumnya, sekarang hanya ada lima kepala keluarga yang memproduksinya. Permasalahannya simpel sebenarnya karena pembuatannya masih sederhana, masih menggunakan teknologi yang sederhana,” jelas Julian saat dihubungi Senin (11/01/2019)

Julian lanjut menerangkan, untuk menggepengkan biji melinjo, para pengrajin masih menggunakan palu besi yang beratnya 3 kilogram. Setiap satu biji melinjo membutuhkan 3 kali pukulan, sehingga bisa dibayangkan berapa kali harus mengangkat beban untuk menggepengkan 1000 biji melinjo. Sementara kebanyakan pengrajin emping melinjo adalah wanita paruh baya dan lanjut usia. Kelelahan dalam proses pembuatan yang memakan tenaga besar ini pun selalu mereka keluhkan.

Dia menerangkan, mesin yang mereka gagas mampu mengatasi permasalahan tersebut. Caping Melinjo dapat bekerja secara optimal pada saat pemipihan biji melinjo. Mesin pengepres ini  menggunakan putaran magnet powerfull dan magnet elektromagnetik sebagai sumber penggerak. Kemudian terdapat 8 buah cetakan berbentuk lingkaran berdiameter 3,5 cm yang dapat diputar pada bagian kiri tiang penyangga.

Pada saat magnet berotasi ke bawah menyentuh batang poros, besi pengepres (jig) yang terletak pada bagian bawah poros dapat bergerak turun dan menekan melinjo. Karena putaran magnet yang cepat, besi yang tertekan ke bawah akan mendapat tolakan dan bergerak ke atas lagi. Menurut hasil pengujian, waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk menghasilkan emping melinjo seberat 0,5 kilogram menggunakan alat pengepres ini adalah sebesar 1047,33 detik.

“Produk kami menggunakan teknologi tepat guna dan hemat energi. Karena di Desa Kuncen industri emping melinjo masih dalam skala sangat kecil (rumahan). Rumah produksi disana juga sangat kecil, hanya 4 x 4 meter di pinggir jalan jadi kurang efisien kalo memakai alat press yang biasanya. Mesin pres biasa masih terlalu besar dan tidak bisa dibawa kemana-mana. Kalo alat kami ini memang dirancang sedemikian rupa (portable) dan mudah digunakan,” terang Julian.

Dia mengaku sangat senang karya mereka berhasil mendapatkan apresiasi di ajang internasional. “Alhamdulillah. Bersyukur, yang terpenting kami banyak mendapatkan pengalaman yang berharga ketika di sana. Alhamdulillah orang-orang luar yang mengunjungi booth kami kemarin banyak yang tertarik dengan produk khas Indonesia ini,” katanya.

Meski sudah menelurkan prestasi yang membanggakan, tak membuat ketiga mahasiswa ini cukup puas dengan karya mereka. Muhammad Afriyansyah dan timnya masih terus berupaya untuk memperbaharui teknologi mesin pengepres emping mereka agar dapat bekerja semakin optimal. “Kedepannya akan dikembangkan dengan teknologi arduino atau kearah industri 4.0 sehingga bisa di aplikasikan lewat smartphone agar lebih mudah digunakan,” tutur mahasiswa Prodi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian ini.

Ketiga mahasiswa yang tergabung dalam organisasi Studi Ilmiah Mahasiswa (SIM) UNS ini berharap mesin yang mereka ciptakan mampu meningkatkan produktivitas dan nilai ekonomi dari emping melinjo. Bahkan, mereka berpendapat emping melinjo sangat potensial menjadi komoditas ekspor Indonesia.

“Kami ingin mengenalkan emping kepada dunia sebagai makanan khas dari Indonesia. Karena saat ini makanan ini udah mulai tersingkirkan oleh makanan kripik lainnya seperti yang di swalayan. Saya sendiri sebenarnya memiliki ide, dengan menggandeng mitra kedepannya emping melinjo dapat memiliki brand sendiri seperti kemasan kripik lainnya yang dijual di swalayan. Emping juga bisa dibuat dengan rasa dan varian yang berbeda. Kalo sudah punya brand sendiri, kesempatan buat ekspor produk emping ini sangat terbuka besar,” paparnya.

Terkait prestasi mahasiswanya, Valiant Lukad Perdana Sutrisno selaku dosen pembimbing mengaku bangga. Dia berharap perjuangan Muhammad Afriyansyah dan kawan-kawan bisa menjadi inspirasi mahasiswa lainnya. “Saya sangat bangga atas keberanian mereka berinovasi, bekerja keras, kekompakan, kepercayaan diri dan sikap pantang menyerah mereka. Semoga bisa menjadi inspirasi bagi mahasiswa lainnya,” kata Valiant. Humas UNS/Mia

Skip to content