Fungisida Tanaman Cabai Sukses Hantar Arifah Melaju ke Seleksi Mahasiswa Berprestasi Nasional

UNS – Berangkat dari hasil penelitian yang menunjukan bahwa 76% petani di Kulon Progo, Yogyakarta menggunakan fungisida kimia yang berbahaya bagi tanaman dan dapat menimbulkan resisten pathogen, Arifah Evianti mahasiswa semester 4 Fakultas Pertanian D3 Agribisnis minat Hortikultura menawarkan solusi sekaligus mewakili Universitas Sebelas Maret (UNS) pada program mahasiswa berprestasi (mawapres) tingkat diploma 3.

Untuk sampai ke tahap ini, ada beberapa proses yang harus dilewati diantaranya seleksi program studi, fakultas dan universitas dimana Arifah harus menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI), wawancara bahasa Inggris dan menunjukan bukti prestasi.

Pada tema mawapres kali ini, mahasiswa terpilih harus mampu menjawab tantangan Sustainable Development Goals (SDG) 2030.2 yang mana Indonesia harus mencapai pertanian berkelanjutan.

Sebagai solusi dari permasalahan penggunaan fungisida kimia serta untuk mencapai pertanian berkelanjutan, Arifah menciptakan produk bernama CHILICA yang merupakan gel fungisida nabati dari ekstrak akar putri malu sebagai pengendali penyakit antraknosa di daerah lahan pasir pantai Indonesia.

Arifah memaparkan bahwa yang melatar belakangi pembuatan produk ini ada dua hal. Yang pertama, konsumsi produksi cabai dari tahun ke tahun yang semakin meningkat dan diperkirakan pada tahun 2019 peningkatan konsumsi cabai mencapai 2%. Oleh sebab itu, perlu adanya suatu pendukung pada budidaya cabai. Tanaman cabai memiliki potensi besar terjangkiti hama atau penyakit antraknosa yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum yang menyebabkan bercak dan mengganggu komoditas cabai serta penurunan produktivitas panen cabai. Yang kedua, banyaknya alih fungsi lahan atau pemanfaatan pasir pantai Indonesia yang luasnya 99.000 km dirasa sangat potensial untuk meningkatkan produktivitas cabai.

Produk hasil karya Arifah memiliki bahan aktif mimosa golongan flavonoid yang merupakan anti jamur dan 90% ekstrak akar putri malu. Menurut penilitian, konsentrasi 90% mampu menghambat penyakit antraknosa sekitar 28%, kejadian penyakit 0%, diameter bercak 0 mm dan menginkubasi selama 12 hari.

“Alasan saya mengusung ide ini karena sesuai dengan prodi saya, yaitu pertanian dimana salah satu visi misinya mencapai pertanian terpadu dan berkelanjutan serta melakukan inovasi terbaru, dan pada kesempatan kali ini saya mencoba untuk mendukung produktivitas cabai di Indonesia”, jelas Arifah.

Memanfaatkan akar putri malu yang sangat melimpah di alam Indonesia, gel ini memiliki beberapa keunggulan diantaranya daya absorbsi yang tinggi pada tanaman serta ramah lingkungan karena terbuat dari bahan alami. humas-red.uns.ac.id/Ath/Isn

Skip to content