Gelar Webinar SETARA, BEM SV UNS Serukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual

Gelar Webinar SETARA, BEM SV UNS Serukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual
Gelar Webinar SETARA, BEM SV UNS Serukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual

UNS — Peringati International Women’s Day, Direktorat Jenderal Pemberdayaan Perempuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sekolah Vokasi (SV) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar Webinar SETARA 2021. Mengangkat tema “Empowering Women Empowering Humanity”, webinar ini berusaha menginisiasi pemberdayaan wanita dan pemberian dukungan guna melawan kekerasan seksual.

Webinar ini menghadirkan Muhijaatul Asfarah yang merupakan mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS, Achmad, S.H., M.H. selaku Dosen Fakultas Hukum (FH) UNS, serta seorang penyintas kekerasan seksual. Acara yang dipandu oleh Susi Handayani, mahasiswa SV UNS, diselenggarakan melalui Zoom Cloud Meeting pada Sabtu (27/3/2021).

Dalam sambutannya, Drs. Santoso Tri Hananto, M.Acc, Ak. selaku Direktur SV UNS mengingatkan bahwa proses belajar tidak hanya didapatkan di kelas. Kegiatan kemahasiswaan perlu terus dilaksanakan guna mengasah soft skill mahasiswa.

“Saat ini ilmu pengetahuan dan keterampilan tidak hanya diperoleh di kelas, saat ini dimanapun bisa memperoleh pengetahuan itu,” ujar Drs. Santoso.

Materi yang disampaikan oleh Muhijaatul Asfarah membahas topik “Women Empowerment Sebagai Media dalam Melawan Kekerasan Seksual. Mahasiswi yang akrab dipanggil Farah ini memberikan pemahaman mengenai kekerasan seksual beserta bentuknya. Ada 15 bentuk kekerasan seksual berdasarkan Komnas Perempuan yang diantaranya adalah pemerkosaan, intimidasi seksual, dan pelecehan seksual.

Seruan mengenai pemberdayaan perempuan dan perlawanan terhadap kekerasan seksual didukung juga oleh data. Catatan tahun 2019 Komnas Perempuan mencatat telah terjadi 4.898 kasus kekerasan seksual terhadap perempuan. Bahkan pada saat Pandemi Covid-19, tahun 2020, kasus kekerasan seksual meningkat 75% dengan total kasus 14.719 yang mana korban dominan adalah perempuan. Farah pun berkata bahwa ini hanya sebagian data yang tercatat dan mungkin masih banyak korban kekerasan seksual yang belum melapor.

Gelar Webinar SETARA, BEM SV UNS Serukan Pemberdayaan Perempuan dan Perlawanan terhadap Kekerasan Seksual

“Ini fenomena gunung es sebenarnya. Jadi yang dilaporkan itu sedikit sebenarnya. Lebih banyak gitu yang tidak melapor. Kenapa? Karena ketika kita melapor nanti (sebagai) korban akan disalahkan. Terus juga cara menghukum kita yang (dinilai) masih belum pro terhadap korban,” tutur Farah.

Adapun kekerasan berbasis siber yang tengah menjadi sorotan di era perkembangan teknologi seperti sekarang ini. Farah memberikan contoh beberapa kekerasan berbasis siber diantaranya deflamation atau pencemaran nama baik yang dilakukan oleh banyak orang, flaming yang mana berupa tindakan pengiriman gambar atau pesan tidak pantas kepada seseorang, hingga morphing atau pengeditan foto bernuansa seksual.

Hukum yang ada di Indonesia dengan tegas berusaha untuk benar-benar yang menjerat para penjahat seksual. Salah satunya ada pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHAP) pasal 284.

Materi kedua membahas tentang “Tantangan Menghapus Kekerasan Seksual di Indonesia” yang mana disampaikan oleh Achmad, S.H., M.H. Urgensi payung hukum di Indonesia dalam upaya penghapusan kekerasan seksual dikatakan menghadapi suatu tantangan dalam prosesnya. Masalah-masalah seperti tidak adanya jaminan terhadap korban dan kurangnya moralitas serta budaya ditengarai menjadi isu paling hangat dalam upaya perlawanan terhadap kekerasan seksual ini.

Mengerucutkan pembahasan pada kekerasan seksual yang kerap terjadi di lingkungan pendidikan, achmad mengatakan bahwa telah ada upaya-upaya yang dikembangkan UNS dalam mencegah adanya kekerasan seksual. Proses ini telah dilakukan dengan adanya koordinasi bersama antara mahasiswa dan dosen di UNS.

“Sudah ada diskusi dari dosen dan mahasiswa untuk meniatkan penanganan kekerasan seksual di lingkungan kampus. Selain itu, dapat dilakukan interaksi dari aktivis maupun anggota BEM untuk mendorong urgensi terhadap petinggi kampus untuk mengadakan kebijakan perlindungan terhadap kekerasan seksual di kampus,” tutur Achmad.
Humas UNS

Reporter: Rangga Pangestu Adji
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content