Jatuh Bangun Sri Sugiyanti Merebut 4 Medali di Asian Para Games 2018

UNS – Meski mempunyai keterbatasan penglihatan, atlet para cycling, Sri Sugiyanti, menolak menyerah pada keadaan. Mahasiswa difabel UNS ini mengerahkan segala usahanya untuk menembus kegelapan di lintasan balap sepeda, hingga akhirnya membuahkan hasil yang manis.

Sri Sugiyanti berhasil mengoleksi empat medali, tiga perak dan satu perunggu di Asian Para Games 2018 yang berlangsung pada 6-13 Oktober 2018 di Jakarta.  Medali perunggu didapat di Time Trial Putri dengan catatan waktu 31 menit 11,080 detik.

Kemudian pencapaiannya semakin meningkat setelah merebut medali perak di nomor road race putri dengan mencatatkan waktu 2 jam 25 menit 30 detik. Lanjut turun di nomor 3 kilometer dan 1000 kilometer individual pursuit, Sri mendapatkan dua medali perak sekaligus.

“Itu adalah medali pertama yang pernah saya peroleh dari ajang olahraga internasional. Benar-benar tidak nyangka. Rasanya seperti sebuah anugerah terindah bagi saya,” kata Sri.

Perjuangan Sri untuk meraih prestasi membanggakan di ajang Asian Para Games 2018 tidaklah mudah. Atlet asal Desa Sengonwetan, Grobogan, Jawa Tengah tersebut harus menghadapi tantangan terberat yaitu dirinya sendiri.

Sri Sugiyanti menyadari bahwa dirinya bukanlah tipe orang bermental baja. Sebelum pertandingan, kata dia, sempat merasa sangat tertekan, bahkan sampai menangis.

“Pengalaman bertanding saya masih sangat minim. Jadi stres banget. Sampai pas awal mau bertanding itu, saya sakit maag. Setelah diperiksa itu berkaitan dengan psikologis. Benar-benar sakit, sampai semua orang bingung,” cerita dara yang akrab disapa Yanti.

Kondisi psikologi Yanti pun memburuk saat pertandingan pertamanya di nomor Time Trial. Untungnya, ada tim psikolog yang membantu menenangkannya. “Saya sempat nangis, tidak mau melanjutkan start. Sempat diajak jalan-jalan untuk mengurangi stres. Setelah diberi pengarahan oleh tim psikolog, akhirnya enjoy dan fokus mengayuh sepeda,” ujar mahasiswa semester 7 PLB UNS ini.

Drama kecemasan Sri Sugiyanti tidak berakhir sampai di situ. Dia masih tetap merasakan stres setiap kali akan bertanding. “Saya merasa tidak ingin di posisi itu saat itu. Untungnya, ada tim psikolog yang membantu mengajari metode menenangkan diri. Misalkan seperti membayangkan balap sepeda sendiri. Saya juga berdoa dan pasrah. Percaya saja dengan pilotnya,” kata Sri.

Saat balap sepeda, Sri ditemani oleh seorang pilot, Ni Mal Magfiroh. Dia yang menunjukkan jalan kepada Sri. Wanita berusia 24 tahun ini mengaku hanya berusaha semaksimal mungkin, tidak terpikir untuk mendapatkan medali.

“Sama sekali tidak diprediksi. Karena catatan waktu pas latihan masih tertinggal jauh dari atlet negara Asia lain. Jadi tim pelatih pun sama sekali tidak memprediksikan. Pas bertanding dicoba siapa tahu bisa. Dengan waktu limitnya segini bisa bersaing dengan tim se-Asia. Itu luar biasa,” kata Sri.

Menurut Rizan Setyo Nugroho, asisten pelatih timnas para cycling, kompetitor terberat Sri di ajang tersebut adalah atlet Malaysia. “Mereka sudah dibina selama lebih dari 5 tahun. Atletnya masih muda-muda. Makanya atlet Malaysia yang dapat emas banyak,” ungkap Rizan.

Sebelumnya, Sri Sugiyanti sempat  menekuni cabang olahraga atletik. Namun kini perempuan kelahiran 1994 itu telah menemukan kebahagiaan baru di olahraga sepeda.

“Kalau sudah mengenal olahraga sepeda itu, rasanya tidak mau pindah. Bisa keliling-keliling, enaknya di situ. Sekarang jadi rindu. Tapi  lomba yang terdekat besok karena tidak ada cabang para cycling, jadi kemungkinan kembali ke cabang atletik. Kalau ada yang balap sepeda, saya tetap akan memilih sepeda,” katanya. Humas UNS

Skip to content