Kembangkan Brand Komunitas Difabel, Mahasiswa UNS Buat Kemasan Unik dan “Website Berbicara”

UNS — Melalui pengemasan yang unik dan pemasaran digital, lima mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta turut serta dalam upaya pengembangan brand milik Difa Sukses Mandiri (DSM) yang terletak di Surakarta. Hal ini juga disertai dengan edukasi isu disabilitas kepada masyarakat.

Kelima mahasiswa asal Program Studi (Prodi) Administrasi Negara tersebut ialah Agus Tina Isni Yatun, Afifah Dhea Damayanti,  Cindy Amara Puspita Sari, dan Elisa Rahmawati dari angkatan 2019, serta lntanita Nurlaili Rosyada dari angkatan 2020.

Di bawah bimbingan Dr. Rina Herlina Haryanti, S. Sos, M. Si., mereka memulai ide ini dengan membuat Program Kreativitas Mahasiswa Penerapan Iptek (PKM-PI) berjudul “ Unique Packaging dan Social Media Marketing Berbasis Mainstreaming Disabilitas sebagai Strategi Penguatan Brand Difabel Community”. PKM itu pun berhasil didanai Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI pada tahun 2021 ini.

Saat dihubungi uns.ac.id, Agus Tina selaku Ketua Tim menuturkan, DSM merupakan badan usaha dengan anggota para difabel yang berfokus pada pemberdayaan ekonomi melalui penyediaan produk dan jasa. Seperti kuliner, fashion, elektronik, jasa, dan produk digital.

“Namun, kami fokus membantu pengembangan produk kuliner berupa makanan ringan. Salah satu produk unggulan yang dibuat dan dijual oleh DSM adalah makanan ringan khas Solo, seperti kuping gajah, keripik pare, dan keripik gedebog pisang,” ujar Agus Tina, Kamis (27/5/2021).

Kemasan QR Code Hingga “Website Berbicara”

Ada 3 strategi yang menjadi fokus Agus Tina dan tim, di mana ketiganya saling berkaitan. Yakni pembuatan kemasan yang unik, literasi isu disabilitas, dan pemasaran digital.

Kemasan dibuat unik dengan mencantumkan QR Code yang akan menghubungkan konsumen ke alamat “Website Berbicara” milik DSM melalui google lens. Sebuah inovasi berupa laman yang memuat segala informasi tentang DSM dan digunakan sebagai media branding komunitas.

Berbagai fitur di dalamnya antara lain fitur belanja daring yang memuat harga produk, metode pembayaran, dan kalkulasi ongkos kirim. Kemudian fitur informatif terkait identitas, proses pembuatan dan pengemasan produk, serta manfaat bahan baku produk.

Terakhir, fitur edukatif terkait cerita-cerita inspiratif, yang mana laman ini juga dilengkapi fitur audio yang memudahkan penyandang disabilitas untuk mendengarkan artikel yang ditulis.

Yang turut membuat unik, pada kemasan akan dituliskan pesan tentang inklusifitas terhadap disabilitas. Contohnya “Jangan Panggil Aku Cacat, Panggil Aku Disabilitas”. Hal ini juga bagian dari literasi isu disabilitas.

“Menggunakan “Website Berbicara”, karena seperti yang dijelaskan di awal pada PKM-PI ini selain memanfaatkan teknologi ada isu yang diusung. Kami memilih isu disabilitas. Difabel itu masih sering terstigma negatif, masih banyak yang berpikir difabel adalah orang yang tidak berdaya. Padahal mereka memiliki kemampuan masing-masing,” tutur Agus Tina.

Penggunaan laman sejalan dengan fokus ketiga, yakni pemasaran digital. Selain melalui laman, media sosial seperti Instagram, Facebook, dan TikTok juga digunakan. Tujuannya agar sebisa mungkin dapat menjembatani usaha DSM dengan masyarakat, pemerintah, swasta, dan lain-lain.

Alasan Memilih DSM

Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Heru, Ketua DSM, badan usaha ini belum optimal dalam mengembangkan usahanya. Terlebih di masa pandemi Covid-19, pendapatan mereka menurun sekitar 50—80% bahkan hampir gulung tikar.

Faktor pertama, pandemi membatasi ruang gerak para anggota DSM ini. Pada waktu normal, mereka biasanya menjual produk secara luring. Seperti di pasar, Hari Bebas Kendaraan, kantor-kantor, dan beragam acara di Solo, terutama untuk produk kuliner.

Kedua, produk DSM kalah bersaing. Di masa pandemi ini semakin banyak bisnis dan produk serupa yang dijajakan oleh non-difabel melalui platform digital dengan kemasan dan desain semenarik mungkin. Sementara para anggota DSM belum dapat melakukan hal serupa karena keterbatasan SDM, baik secara modal maupun keterampilan.

“Ketiga, masih rendahnya diseminasi (red: penyebarluasan ide, gagasan, dan sebagainya)  produk para difabel kepada masyarakat. Produk DSM belum begitu dikenal oleh masyarakat luas,” imbuh Agus Tina.

Setelah diumumkan jika memperoleh pendanaan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi pada awal Mei lalu, dalam waktu dekat, Agus Tina dan tim akan segera mendesain kemasan yang telah direncanakan. Lalu memulai pemasaran, termasuk literasi di “Website Berbicara”.

“Kami berharap melalui hal ini dapat ikut mengurangi angka pengangguran teman-teman difabel khususnya di DSM yang hampir gulung tikar dan kehilangan pemasukan, meningkatkan pendapatan mereka, dan mewujudkan inklusifitas melalui kemandirian difabel itu,” harap Agus Tina. Humas UNS

Reporter: Kaffa hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content