Najib Amrullah, S.Sn., Seni Itu Ibadah

Najib Amrullah

Kegemarannya melukis sedari kecil mengantarkan pria ini menjadi pelukis profesional. Tak tanggung-tanggung, pameran di dalam maupun di luar negeri sering ia jajaki. Dialah Najib Amrullah, seniman tanpa batas lulusan Universitas Sebelas Maret jurusan Seni Murni Fakultas Sastra dan Seni Rupa tahun 1995 silam. Ayahnya memiliki peran penting mengantarkan pria kelahiran Tuban hingga posisi sekarang. Sewaktu kecil ayahnya sering bertutur cerita-cerita dari Raden Saleh. “Meski Bapak saya seorang kyai, beliau sangat moderat dan mendukung kegemaran saya melukis pada waktu itu,” ujar Najib dari ujung sambungan telepon.

10269582_10200847597151080_1101637282281927560_n
Hijrah dari Tuban ke Solo, Najib membawa keyakinan, UNS mampu mewujudkan cita-citanya menjadi seorang pelukis profesional. “Dulu di Solo hanya UNS yang memiliki jurusan Seni Murni Lukis, STSI pada waktu itu lebih ke Jurusan Kriya,” katanya sembari membuka kenangan 20 tahun silam. Tahun 1988 masuk UNS, baru tahun 1995 ia lulus menyandang gelar sarjana seni. “Saya dulu tidak kerasa lulus. Pada waktu itu ada kebijakan, setelah berhasil menyelesaikan beberapa tugas, saya dinyatakan lulus,” kenang pria kelahiran April 47 tahun silam.
Bagi sebagian orang, hidup sebagai seniman itu adalah hidup dengan ketidakpastian. Najib sadar betul akan hidup seorang seniman. Namun, hobi membaca buku sedari kecil telah membuka pandangan lain bagi pria yang mengidolakan pelukis Affandi, Basuki Abdulah, dan Raden Saleh ini. “Saya anggap profesi seniman seperti profesi pada umumnya. Namun, saya tidak lantas melacurkan diri sepenuhnya. Saya harus berpikir cara untuk survive,” terang Najib. Cara bertahan yang dimaksud Najib adalah melalui peluang-peluang lain seperti dirinya yang belajar melukis foto. “Dengan cara seperti itulah yang mampu mendekati pejabat untuk membeli lukisan saya,” tambah Najib.
najib
Rasa terpanggil menjadi seorang pelukis bukan isapan jempol bagi seorang Najib Amrullah. Sewaktu di SMA, Najib muda sudah mengantongi kejuaraan melukis. Semasa kuliah, meski statusnya masih seorang mahasiswa, ia sudah sering melalukan pameran di daerah-daerah seperti Solo, Malang dan Yogyakarta. Tak lazim untuk sebuah pameran, justru dialah yang mengajak dosen untuk bergabung dengan pamerannya. Agus Sumargo, Agus Brewok, Nurate adalah dosen-dosen yang pernah ia ajak pameran. “Dulu saya yang paling muda, dan sering diplekoco bikin lukisan segala macam dan iuran paling banyak,” ujarnya sembari tertawa. Lucunya, sewaktu pameran hanya lukisannya lah yang terjual. “Gusti Allah mboten sare. Lukisan saya terjual satu juta rupiah, di tangan Purnomo Karsidi,” kenangnya bangga. Satu juta rupiah di tahun 1994 merupakan nominal yang sangat besar pada waktu itu. Purnomo Karsidi adalah seorang pejabat pemerintahan di Jawa Timur itu membeli lukisan sapi milik Najib. Momentum itulah yang semakin membuat Najib yakin, “seni bisa menghidupi.” Kini, tak hanya dikenal di Indonesia, lukisan-lukisan Najib banyak yang diburu kolektor asing.
najib 2
Sebagai seorang pelukis, ada beberapa karya yang memiliki nilai lebih di mata bapak empat anak ini. “Yang lucu, sewaku SD lukisan kuda saya laku Rp750,” kenang Najib. Suaranya berhenti sejenak, sepertinya ia menerawang kenangan manis dari karya sederhanya. Najib melanjutkan cerita, si pembeli adalah seorang kusir dokar. Sang kusir tertarik dengan lukisan kuda milik Najib kecil itu. Lukisan yang juga memiliki kesan mendalam bagi Najib adalah lukisan teranyarnya baru-baru ini. Lukisan abstrak yang terinspirasi dari alam itu berukuran 5 x 2,5 meter. “Saya puas melukis dengan ukuran yang besar,” ujarnya.
Melukis itu ibadah, dharma bakti. Begitu cara Najib menggambarkan makna dari lukisan. Dengan sabar, Najib menjelaskan, dengan melukis ia mampu memperkaya khazanah budaya. “Saya bisa bercerita apa saja, berideologi, sering juga hanya sekadar rekreasi dan terapi atas sesak suntuknya remeh temeh beban hidup. Dari melukis saya menghidupi keluarga. Itu ibadah,” ujarnya. Namun bagi Najib, sebebas apapun seni masih ada batasnya. Najib menggambarkan dengan sederhana. Masyarakat umum memiliki penafsiran yang beragam atas lukisan perempuan nude. Sewaktu menggambar torso perempuan misalnya, tidak dilukiskan secara detail. “Fineart bukan berarti pornografi,”ujarnya tegas. Ia menambahkan, yang membatasi tentu kesepakatan dalam masyarakat dan norma.
Dukungan dari istri dan empat putri cantiknya semakin mengukuhkan Najib pada posisi saat ini. “Istri seorang seniman harus nerima dan mendukung lewat doa-doanya,” ujar Najib tersipu malu. Najib tidak memaksakan buah hatinya yang masih kecil untuk mengikuti jejak sang ayah sebagai seorang pelukis. “Kalau sekadar iseng, tidak apalah. Di rumah banyak pensil bertebaran,” kelakar Najib. Bagi Najib, keluarga dan lukisan-lukisan miliknya adalah harta yang paling berharga.
1157558_4612016997296_730916987_n
Melihat pemisahan Fakultas Sastra dan Seni Rupa menjadi Fakultas Ilmu Budaya dan Fakultas Seni Rupa dan Desain ini, Najib mengganggap sebagai langkah baik untuk menciptakan seniman-seniman profesional di almamaternya. “UNS sekarang fasilitasnya sudah memadai. Bisa lebih fokus karena sudah ada kekhususan untuk seni,” komentar Najib tentang pemekaran fakultas ini. Najib berpesan kepada adik-adik di almamaternya. “Kalau ingin menjadi sesuatu, tak peduli apapun itu, kalau bisa total. Segala kemampuan dicurahkan. Tapi jangan lupa networking dan teknologi yang terus berkembang,” pesan Najib dari ujung sambungan telepon. Selain itu, Najib menambahkan, kita harus siap menerima konsekuensi atas pilihan yang telah diputuskan.[*]

Skip to content