Nanda Mei, Atlet Paralympic dengan Segudang Prestasi

UNS — Banyak mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta yang memiliki segudang prestasi baik di bidang akademik maupun nonakademik. Salah satunya dalam dunia olahraga, seperti yang digeluti oleh Nanda Mei Sholihah, mahasiswa Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Keolahragaan (FKOR) UNS. Nanda merupakan peraih tiga medali emas pada cabang atletik Asean Para Games 2017 di Malaysia. Meskipun memiliki keterbatasan fisik, tidak membatasi Pembawa Obor Torch Relay Asian Games 2018 tersebut untuk terus berprestasi.

Awal Mula Terjun Ke Dunia Olahraga

Nanda mengawali keriernya dalam dunia olahraga ketika Ia menginjak usia 11 tahun. Saat itu, ketua National Paralympic Committee (NPC) Kota Kediri sedang mencari generasi atlet baru untuk dibina. Ketua NPC Kota Kediri bahkan datang langsung ke kediaman Nanda untuk mengajaknya bergabung bersama NPC Kediri.

“Waktu itu beliau nyari tau informasi tentang aku, terus ke rumah. Aku yang masih awam sama dunia olahraga ditawarin sama beliau, terus kata Ibu dicoba dulu, siapa tau rezeki aku,” ungkap Nanda.

Mulai sejak saat itu, setiap hari Sabtu dan Minggu Ia diantar oleh Ayahnya untuk latihan di lapangan Bawang Pesantren, Kediri. Bergabungnya Nanda dengan NPC Kota Kediri juga bertepatan dengan akan diadakannya kejuaraan daerah Walikota Cup Surabaya tahun 2010. Dalam kompetisi ini, Nanda meraih medali emas pertamanya dalam dunia olahraga. Saat itu, ia mendapat emas pada nomor 100 meter, 200  meter, dan lompat jauh. Sebuah prestasi luar biasa yang diraih Nanda dalam mengawali kariernya di dunia olahraga, mengingat usianya saat itu masih 11 tahun.

Prestasi

Medali emas pertama yang diraih oleh Nanda menjadi motivasi serta semangat tersendiri dalam hidupnya. Sejak saat itu, Ia semakin giat untuk latihan, bahkan Nanda sempat bergabung dengan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kediri untuk latihan.

Alhamdulillah aku dipanggil untuk ke pemusatan daerah di Surabaya. Terus ga selang lama, aku ikut event pelajar di Riau, namanya Pepcanas (Pekan Olahraga Pelajar Cacat Nasional) tahun 2011, kalau sekarang namanya (Pepapernas) Pekan Paralimpik Pelajar Nasional. Alhamdulillah di situ dapet  3 medali emas di nomor 100 meter, 200 meter, dan lompat jauh,” tuturnya.

Satu tahun kemudian, Ia kembali dipercaya oleh Jawa Timur untuk mewakili dalam Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di Riau. Meskipun pertama kali turun di Peparnas, Ia mampu menggondol 1 medali perak pada nomor 100 meter dan 1 medali perunggu pada cabang lompat jauh. Rentetan prestasi tidak henti-hentinya ditorehkan oleh Nanda, pada 2013 Ia dipanggil Pemusatan Latihan Nasional (Pelatnas) untuk mewakili Indonesia dalam ajang Asian Youth Para Games 2013 di Malaysia pada 26-30 Oktober 2013. Dalam kompetisi olahraga disabilitas pelajar terbesar se-Asia, Ia mampu menyabet 3 medali emas sekaligus. Nanda membawa pulang medali emas pada nomor 100 meter, 200 meter, dan 400 meter.

Berkat usaha kerasnya, pada 2014 Ia kembali dipercaya untuk mewakili Indonesia di ajang Asean Para Games di Myanmar pada 14-20 januari 2014. Lagi-lagi, Ia pulang dengan membawa medali. Dalam kompetisi olahraga difabel terbesar di Asia Tenggara tersebut, Nanda mempersembahkan tiga medali untuk Indonesia. Dua medali dari nomor 100 dan 200 meter, serta 1 medali perunggu dari nomor 400 meter.

Setahun kemudian, Nanda dipanggil kembali oleh Pelatnas untuk mewakili Indonesia dalam ajang Asean Para Games 2015 di Singapore. Nanda mengaku sangat senang ketika terpilih mewakili Indonesia kembali, terlebih dalam ajang ini Ia meraih medali emas pada tiga nomor sekaligus, yaitu 100 meter, 200 meter, dan 400 meter.

“Ini medali emas pertamaku di Asean Para Games,” ungkapnya.

Ia juga kembali mewakili Jawa Timur dalam ajang Peparnas 2016 di Bandung. Lagi-lagi, tiga buah medali dipersembahkan Nanda untuk Jawa Timur pada nomor 100 meter, 200 meter, dan 400 meter.

Untuk ketiga kalinya, Nanda didaulat mewakili Indonesia dalam ajang Asean Para Games. Kali ini bertempat di Malaysia pada 17-23 September 2017. Ia berhasil mempertahankan torehan prestasinya dua tahun silam dalam ajang olahraga yang sama. Tiga medali emas lagi-lagi dipersembahkan oleh perempuan asal Kediri tersebut untuk Indonesia. Konsistensi dan kerja keras mampu membawanya kembali meraih medali emas pada nomor nomor 100 meter, 200 meter, dan 400 meter.

Ia juga sempat didaulat mewakili Indonesia dalam ajang Asian Para Games 2018 di Jakarta. Namun, mendekati pertandingan ia mengalami cidera sehingga harus mundur dalam pesta olahraga disabilitas terbesar se-Asia tersebut.

Dukungan Keluarga

Baginya, kunci untuk bisa bangkit dari segala keraguan yang dilontarkan orang-orang adalah terus berusaha menunjukkan yang terbaik. Tentu saja, dorongan dari pihak keluarga pun jadi salah satu faktor utama.

“Orang tua sangat mendukung perjalananku di dunia olahraga, emang dari awal orangtua yang menyarankan juga. Malah setiap hari aku selalu dianter Latihan sama Ayah setelah pulang dagang,” ungkapnya.

Selain itu, orangtua juga menjadi motivasi utama bagi seorang Nanda untuk terus berprestasi.

“Orangtua sih pasti yang utama karena emang cita-citaku pengin banggain orangtua, ngangkat derajat orangtua apalagi kalau inget perjuangan mereka dari dulu yang nyekolahin aku. Kalau pas aku lagi di titik jenuh latihan aku pasti selalu inget tujuan utamaku yaitu orangtuaku,” imbuhnya.

Sempat Ditolak Sekolah

Masa kecil Nanda dipenuhi dengan perlakuan diskriminatif. Yang paling membekas di benaknya, ketika ia ditolak saat ingin mendaftar sekolah di taman kanak-kanak.

“Pas kecil, aku merasa dibedakan, ga boleh inilah, ga boleh itu lah. Bahkan aku sempet ditolak sekolah karena kondisiku,” kenangnya.

Bagi sekolah tersebut, tidak seharunya Nanda mendaftar di sana. Pihak sekolah justru menyarankan untuk didaftarkan di Sekolah Luar Biasa (SLB).

“Dulu orangtua sampai ngegendong aku ke sana ke mari karena ditolak sekolah. Aku tuh ngerasa emosi, sedih, marahnya sampai sekarang sebenarnya masih ada,” ungkapnya.

Menyerah dengan keadaan dan pandangan keraguan orang lain terhadap kondisi fisik bukanlah keputusan yang diambil oleh keluarga Nanda. Keinginan keras untuk menyekolahkan sang anak di sekolah yang diisi oleh anak-anak tanpa keterbatasan fisik akhirnya berbuah manis karena Nanda melewati masa sekolah dasar hingga menengah atas di sekolah biasa.

“Aku juga pernah diperlakukan beda sama anak-anak lain, nah di situ aku ga suka sebenernya. Padahal kan temen-temen disabilitas ga perlu dikasihani, ga perlu dibedakan, mereka hanya butuh akses aja. Jadi biarin mereka ngelakuin apa aja. Sebenernya mereka bisa, cuma kurang akses aja. Jadi mau keluar aja engga mau, malu kayak gitu kan,” imbuhnya.

Membagi Waktu

Terjun ke dunia olahraga sejak kecil tentu membuat Nanda harus membagi waktu antara sekolah dan latihan. Terlebih jika mendekati kompetisi, Ia harus kembali ke Pelatnas untuk latihan di sana.

Alhamdulillah sekolah, guru-guru, dan teman selalu support. Jadi setiap ada tugas bisa dikirim email, terus pas ujian aku pulang ke Kediri, selesai ujian aku balik lagi ke Solo (Pelatnas). Semuanya support banget, tugas-tugas dikasih tau, kalau ga paham juga dijelasin. Kalau dulu pas kuliah masih offline kan mulainya pagi, pulang-pulang jam 1 atau jam 2. Nah jam 3 aku latihan,” jelasnya.

Setiap harinya, Nanda harus meluangkan waktu untuk latihan pada pagi dan sore hari. Untuk menyiasati agar antara latihan dan kuliah dapat berjalan bersamaan, Ia mengambil jadwal kuliah mulai pukul 09.00 sampai pukul 14.00.

“Pas dulu masih tatap muka, aku latihannya pagi dari jam 6 sampai jam 8. Terus jam 3 sore latihan lagi. Kalau sekarang karena kuliahnya online jadi lebih fleksibel,” tambah mahasiswa asal Kediri tersebut.

Pengalaman Paling Berkesan

Peraih 3 medali emas Asean Para Games 2017 tersebut menuturkan salah satu pengalaman yang paling berkesan ialah ketika terjun di Asean Para Games 2015 di Singapura. Ia menceritakan bahwa pada tahun tersebut, Ia berhasil menyabet medali emas pertamanya di Asia Tenggara.

“Selain itu,  yang paling diinget pas Asian Para Games 2018. Itu udah lama banget persiapan segala macam tapi ternyata cidera dan ga jadi berangkat. Itu jadi pelajaran banget buat aku, keselamatan saat latihan memang penting banget,” tuturnya.

Nanda berharap semoga dirinya dapat bermanfaat bagi orang lain serta menginspirasi banyak orang.

“Semoga bisa menginspirasi teman-teman, kayak ayok loh lihat ke aku, disabilitas enggak yang gitu-gitu aja. Lakuin apa yang membuat kalian senang, selagi itu positif lakuin aja ga papa. Terutama buat teman-teman disabilitas, semua orang punya kelemahan dan kelebihan masing-masing. Ketika kita tahu punya kelebihan, kita bisa asah kelebihan itu buat nutupin kelemahan itu,” pesannya.

“Kami yang disabilitas aja bisa kenapa kalian enggak,” tutup peraih emas Asean Para Games 2017. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content