Alumni UNS di Balik Konstruksi dan Infrastruktur Indonesia

UNS – Di balik berbagai pembangunan infrastruktur di Indonesia, tentu ada sosok yang telah menyumbangkan ide terbaiknya. Alumni Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, yang merupakan salah satu universitas unggul di Indonesia pun turut mengambil peran tersebut. Khususnya putra putri terbaik Teknik Sipil, Fakultas Teknik (FT).

Diantaranya adalah Suroto (Direktur Operasi I PT. Hutama Karya), Prijasambada (Dirut PT. Limajabat Jaya), Agus Karianto (Direktur PT. Adhi Karya), Harry Samudra (Cipta Disain Indonesia), Bambang Nurhadi W (Dirjen Bina Marga PUPR), Hananto Aji (Direktur PT. Wijaya Karya), Gunadi (Direktur PT. Waskita Karya), dan Dr. Niken Silmi (Kaprodi Teknik Sipil FT UNS).

Pada Wedangan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) UNS awal Juli lalu, para alumnus ini berbagi cerita perihal karier dan karyanya. Tidak lupa, mereka pun memberikan pandangan terkait perkembangan infrastruktur Indonesia.

Suroto dalam pemaparannya menekankan pentingnya pembangunan jalan tol yang terintegrasi dengan keanekaragaman hayati. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 19 Tahun 2003 yang menjelaskan bahwa selain fokus dalam pembangunan nasional, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak boleh melupakan keberlangsungan keanekaragaman hayati (biodiversitas) di Indonesia.

Amanat tersebut, tutur Suroto, salah satunya diimplementasikan dalam pembangunan jalan tol trans Sumatera sepanjang 2.735 Km yang dipercayakan kepada PT. Hutama Karya. Seperti yang diketahui, Sumatera memang memiliki keanekaragaman hayati yang kaya baik satwa maupun tumbuhan. Misalkan satwa gajah Sumatera di Suaka Margasatwa Aceh, lalu hutan lindung di Payakumbuh yang harus dilindungi dari kerusakan.

“Maka di sini kita identifikasi terlebih dulu. Banyak sekali kehidupan satwa dan tumbuh-tumbuhan yang harus kita jaga dalam penugasan ini. Kita harus teliti bagaimana menyikapi pembangunan yang melewati kawasan tersebut. Misal dengan membuat terowongan sehingga tidak mengganggu kondisi alam. Gajah di sana tidak shock, mereka tetap nyaman meskipun kita berada di tengah-tengah mereka,” ujar Suroto.

Sementara itu, cerita menarik datang dari Prija Sambada yang berhasil mengembangkan dan mematenkan beton dengan sistem pracetak penuh tahan gempa untuk bangunan gedung bertingkat banyak, serta merintis PT. Limajabat Jaya. Ide ini bermula ketika Prija berpikir jika pembuatan konvensional sangat sulit. Padahal, itu menjadi salah satu sistem paling penting dalam struktur tahan gempa.

“Saya coba mau buat pracetak yang lebih mudah dalam pengerjaan fabrikasi pun pemasangannya. Di sini saya menggunakan alat sambung berupa blue wire, sehingga pembesian di dalam balok sudah berhenti,” terang Prija.

Paten pertama Prija ini dinamakan PSA System dan telah diuji di Puslitbang Bandung. Setelahnya, Prija mematenkan PRISKA yang juga menggunakan blue wire.

Sejak dipatenkan, kedua sistem tersebut telah diaplikasikan dalam pembangunan banyak gedung, baik oleh Prija pribadi maupun oleh rekan-rekannya dengan total 200 lebih gedung. Sebut saja Rusunawa PU Lokasi Depok, Rusunawa PU Lokasi Bandung, Rusunawa Menpera di Bandung, Rusunawa PU Lokasi Kaligawe, dan lain-lain.

Tidak hanya uji laboratorium, Prija pun menuturkan jika bangunan yang menggunakan sistemnya sudah teruji di lapangan ketika terjadi bencana gempa di Jogja, Padang, Lombok, dan gempa Palu. Bangunan-bangunan tersebut tidak mengalami kerusakan struktur yang berarti dan dapat dengan cepat digunakan kembali.

“Dari sini ada satu pesan yang bisa saya sampaikan untuk pengembangan pendidikan di FT UNS. Ilmu teknik sipil itu tidak hanya teknik saja, hitung-hitungan saja. Banyak sekali ilmu di teknik sipil yang bisa kita wujudkan dan produksi menjadi barang bernilai komersil. Ada banyak hal kecil yang bisa kita kelola,” imbuhnya.

Di sisi lain, ada Harry Samudra yang memberikan pandangannya dan Cipta Disain Indonesia perial potensi konstruksi dan infrastruktur kedepannya. Ia menyebutkan ada empat potensi tersebut. Pertama adalah transportasi terintegrasi, di mana membangun transportasi dan harus berbicara dengan berbagai stakeholder.

Kemudian, transit oriented development, tranportasi berbasis rel, dan terakhir adalah tol laut. Selain Harry, transportasi berbasis rel juga digeluti oleh Agus Karianto yang mengerjakan pembangunan Light Rail Transit (LRT) Jabodebek.

Harry berpikir bahwa transportasi berbasis rel dan tol laut menjadi tantangan tersendiri di dunia konstruksi.

“Kami (red: Cipta Disain Indonesia) berfokus dan mengalihkan perhatian pada transportasi berbasis rel. Kami juga mulai memperhatikan hal ini sebagai potensi pada masa yang akan datang. Kedepan, sistem transportasi bukan hanya bicara masalah menghubungkan satu titik dengan titik lain. Bukan hanya menghubungkan moda, tapi kebutuhan masyarakat,” jelas Harry yang turut dalam pembangunan bandara-bandara di Indonesia, seperti Bandara Ahmad Yani, Bandara Juanda, Bandara Soekarno-Hatta dan sebagainya. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content