Analisis Pakar Advertising UNS Terkait Hebohnya Pembelian BTS Meal yang Timbulkan Kerumunan di Berbagai Kota

Analisis Pakar Advertising UNS Terkait Hebohnya Pembelian BTS Meal yang Timbulkan Kerumunan di Berbagai Kota

UNS — BTS Meal yang merupakan menu kolaborasi antara salah satu perusahaan makanan cepat saji asal Amerika Serikat (AS) dengan boyband asal Korea Selatan (Korsel), BTS, berhasil mendapatkan animo yang luar biasa dari masyarakat, khususnya dari penggemar setia mereka, ARMY.

Bagaimana tidak, BTS Meal yang dirilis di Indonesia pada Rabu (9/6/2021) kemarin, membuat angka pemesanan di sejumlah aplikasi pesan antar makanan dan layanan drive thru di berbagai kota sampai membludak. Akibatnya, puluhan gerai yang menjual BTS Meal sampai ditutup oleh Satpol PP karena menimbulkan kerumunan yang luar biasa.

Kehebohan yang ditimbulkan oleh menu anyar hasil kolaborasi dengan BTS itu, mendapat perhatian langsung dari pakar advertising Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Monika Sri Yuliarti, S.Sos., M.Si.

Saat dihubungi pada Kamis (10/6/2021), ia menyampaikan hebohnya pembelian BTS Meal merupakan hal yang wajar-wajar saja. Sebab, BTS memiliki ARMY, yang dikenal sebagai fanbase terbesar di Asia.

Namun, jika ditilik dari strategi advertising, dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS ini memandang, iklan yang dilakukan oleh perusahaan makanan cepat saji asal AS tersebut lebih berfokus pada digital advertising.

Ia menerangkan, iklan BTS Meal yang ditampilkan di Youtube dan Instagram, dikemas sebagai video advertisement dan printed advertisement. Namun, Monika Sri Yuliarti, S.Sos., M.Si menilai dari segi isi pesan, sebenarnya tidak begitu spesial.

“Di unggahan yang berbentuk foto, tidak ada copy yang spesifik (narasi dalam unggahan). Bahkan, hal yang sama juga terjadi pada caption yang juga tidak menggunakan kalimat-kalimat yang mengandung punchline (menghentak dan merebut perhatian netizen),” ujar Monika.

Ia menambahkan, pada unggahan lain di Instagram tentang BTS Meal yang berbentuk video, hanya berdurasi kurang lebih lima detik, dengan narasi yang diucapkan oleh salah satu member BTS, “Get the BTS Meal at M****” yang ia nilai tidak secara spesifik mendesain narasi yang khas atau berbau ala-ala tagline sesuai campaign-nya.

“Dalam unggahan lain di Youtube, video campaign ini ditampilkan dalam versi yang lebih panjang, yang berdurasi sekitar 30 detik, di mana dalam video tersebut masing-masing member BTS menyebutkan item makanan dan minuman apa saja yang didapat dari paket BTS Meal,” tambahnya.

Iklan BTS Meal di Youtube tersebut dinilai Monika  dalam lingkup teori strategi periklanan sebagai straight sell atau factual message. Karena, member BTS mendeskripsikan produk yang akan dijual secara spesifik dengan menyebutkan isi makanan dalam BTS Meal.

Saat ditanya mengenai apakah iklan menjadi salah satu faktor penjualan BTS Meal sampai membludak, Monika yang juga mengajar mata kuliah Advertising, Public Relations, Radio, Media, dan Gender ini mengatakan kesuksesan sebuah iklan harus dilihat secara menyeluruh dari tujuan komunikasi dan tujuan pemasarannya.

Jika kedua hal itu terpenuhi, maka iklan BTS Meal dapat dikatakan sukses. Ia mengatakan, kolaborasi dengan BTS merupakan cara yang dilakukan perusahaan makanan cepat saji asal AS tersebut untuk meningkatkan angka penjualan makanan yang menurun akibat pandemi Covid-19.

“Dan, secara hitung-hitungan biasanya memang campaign begini bisa mendongkrak keuntungan. Yang kali ini, saya yakin akan bisa meningkatkan keuntungan juga, sehingga bisa dikatakan kemungkinan besar tujuan pemasarannya akan tercapai,” katanya.

Fanatisme di balik pembelian BTS Meal

Monika mengatakan walau terjadi kehebohan pembelian BTS Meal di sejumlah kota, tetap saja orang-orang yang tidak begitu menyukai K-Pop akan memandang fenomena ini sebagai sesuatu yang berlebihan.

Namun, di balik fanatisme ARMY yang rela mengantri dan menunggu lama untuk bisa merasakan BTS Meal, jika dilihat dari advertising appeal-nya, strategi yang digunakan dalam pengemasan iklan merupakan kombinasi antara informational dan emosional appeals.

Ia menjelaskan, disebut informational karena member BTS menjelaskan item dari makanan yang akan diterima konsumen. Dan, disebut emotional karena BTS Meal ini berkaitan dengan keberadaan boyband asal Korsel tersebut yang mampu memberikan efek psikologis pada konsumen, terutama bagi ARMY.

“Kalau bicara tentang fanbase, saya pikir tidak ada strategi khusus, selain dari menggunakan selebritis yang memiliki basis fanbase sangat luas, itu saja sudah cukup. Dan, bicara tentang fans, mereka tidak akan memikirkan produk apa yang akan mereka dapat, bagaimana tagline iklan dari paket yang akan mereka beli, yang penting, kalau selebritis idola mereka sudah muncul, mereka sudah pasti akan langsung maju, bahkan rela menunggu hingga 2-4 jam demi mendapatkan paket tersebut,” ucap Monika.

Monika juga menyoroti soal fenomena penjualan bungkus bekas BTS Meal di sejumlah toko online. Dari pantauan uns.ac.id harga yang dipatok untuk bungkus bekas BTS Meal sudah mencapai ratusan ribu rupiah.

Ia menilai fenomena ini sebagai sesuatu yang luar biasa. Namun, Monika  tak bisa melepaskan kehebohan BTS Meal dengan fanatisme ARMY. Ia mengatakan mereka sangat berperan dalam mengiklankan BTS Meal.

“Kalau ditanya wajar atau tidak, tentu untuk campaign-campaign lain yang melibatkan produk lain tanpa ada campur tangan influencer/ selebritis tidak wajar sampai sejauh ini efek di kalangan masyarakat. Tapi kalau sudah berkaitan dengan fandom, hal-hal semacam ini sangat wajar,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content