Art and Urban Culture: Perlu Ada Pembahasan Kehidupan Masyarakat Kota

Perkembangan masyarakat selalu menuju ke arah tertentu, salah satunya menjadi masyarakat kota. Hal tersebut ditandai dengan pembangunan di kota-kota yang semakin marak dan maju sehingga fasilitas menjadi lengkap. Akibat pembangunan seperti itu, tentunya akan ada pihak yang terpinggirkan. Di sisi lain, masalah kota semakin bervarisi, dengan kemajuan yang ada, gaya hidup semakin hedonis, tergerusnya ikatan sosial, kekerasan, dan lain sebagainya. Masalah-masalah tersebut juga dibarengi dengan rekaman kota yang bervariasi, karena dewasa ini, rekaman kota tidak hanya berbentuk foto, jaringan transportasi, dan arsitektur bangunan, tetapi juga berupa ungkapan seni dan gaya hidup komunitas. Masalah-masalah di atas terjadi hampir di seluruh kota Indonesia baik kota berlokasi dekat pantai (coastal cities) maupun pedalaman.

img_0304
Ketua panitia, Susanto menyampaikan konferensi tersebut sebagai langkah mencari solusi yang nantinya akan direkomendasikan kepada para pengambil kebijakan.

Hal di atas mengilhami Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sebelas Maret (FIB UNS) Surakarta untuk menggelar konferensi internasional bertajuk Indonesia: Art and Urban Culture” di Hotel Sahid Jaya, Surakarta pada 11-12 Oktober 2016. Ketua panitia, Susanto mengungkapkan bahwa konferensi itu juga akan digunakan sebagai langkah mencari solusi yang nantinya akan direkomendasikan kepada para pengambil kebijakan. Ia menuturkan bahwa hal di atas menjadi keprihatinan civitas akademika. Konferensi juga memiliki tujuan untuk merekonstruksi perubahan kota-kota yang ada di Indonesia dari zaman prakolonial hingga pascakolonial, tentunya dengan sumber-sumber yang baru.

Rektor UNS, Ravik Karsidi mengungkapkan bahwa tema yang diambil oleh panitia termasuk hal yang baru, karena menggabungkan seni dan budaya dalam bingkai pembahasan mengenai perkotaan. Dia berharap bahwa dalam konferensi ini pembahasan bisa komprehensif karena berbagai disiplin ilmu seperti sastra, seni, sejarah, arsitektur, psikologi, dan lainnya hadir dalam bentuk 93 makalah pendamping—selain makalah-makalah dari para pembicara yang diundang.

img_0329
Rektor UNS, Ravik Karsidi saat sampaikan sambutan.

“Perubahan sosial yang ada di sekitar kita memang suatu keniscayaan dan tidak bisa dibendung, tetapi tetap bisa diseleksi dan dipilih. Memilih hanya bisa dilakukan jika ada filter dan kesepakatan bersama (antar masyarakat—red.) mengenai kota (yang ditinggali—red.) akan diarahkan ke mana,” ungkapnya. Ia menyayangkan banyak kota yang berkembang tanpa filter yang jelas, hanya meniru yang terlihat bagus.

Ravik juga menyoroti tentang gaya hidup perkotaan yang terkesan dimaknai secara pragmatis dan transaksional. “Mana yang menguntungkan, ya itu yang dipilih,” terangnya. Hal tersebut terkait dengan beberapa tinggalan sejarah yang satu per satu hilang karena masyarakat sekitar atau yang tinggal disekitar situs warisan  akan dengan rela menjual situs tersebut ketimbang mempertahankan, terlebih ketika masyarakat tersebut sedang membutuhkan uang.

Terakhir, ia menegaskan agar para ahli bekerja sama. “Saya menegaskan bahwa para ahli perlu bekerja sama dan saling menghargai keahlian satu sama lain. Dengan cara itu, Insya Alllah, pemahaman tentang kota baik (dari sisi—red.) art maupun culture agar sustainable bisa didapatkan,” tutupnya.

img_0348
Inajati sebagai keynote speaker menggantikan Hilmar Farid.

Konferensi yang sedianya menghadirkan Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), Hilmar Farid sebagai pembicara utama tidak terlaksana karena Hilmar berada di Denpasar untuk agenda lain. Pengganti keynote speaker adalah Inajati Adrisijanti yang memberikan materi tentang perubahan dan dinamika kota-kota di Indonesia. “Saya tidak akan berteori banyak, tapi akan lebih memaparkan hasil lapangan dari sekian lama pembelajaran saya,” tuturnya sebelum memulai presentasi.

Selain Inajati, pembicara yang hadir adalah Christoper Woodrich (peneliti film asal Kanada), Laretna Adhisakti dari Program Studi (Prodi) Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM) Yogyakarta, Katrin Bandel (peneliti Sastra Indonesia asal Jernam), Bens Leo (Pengamat Musik), dan Elizabeth D. Inandiak (penulis dari Prancis), dan Susanto (sejarawan FIB UNS).[](dodo.red.uns.ac.id)

Skip to content