Bagaimana Mengolah Sisa Makanan Agar Tak Menjadi Sampah?

UNS — Sebelumnya, uns.ac.id telah menyajikan sejumlah tulisan terkait food waste atau sampah makanan. Mulai dari apa saja pola konsumsi yang dapat menimbulkan sampah makanan, alasan harus mencegah timbulnya sampah makanan, serta tips pencegahannya.

Salah satu pencegahan yang dapat dilakukan ialah memanfaatkan sisa makanan dan mengolahnya kembali menjadi makanan dalam bentuk lain. Kali ini, Dwi Ishartani, S.T.P., M.Si., Dosen Ilmu Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memberikan tips pengolahan beberapa sisa makanan dan hal yang harus diperhatikan.

Pertama, nasi yang tidak habis atau sisa dapat dimanfaatkan menjadi nasi aking, yaitu nasi yang dikeringkan dengan cara dijemur untuk dimasak pada waktu lain. Praktik ini sudah akrab dan banyak ditemukan di masyarakat.

Dwi Ishartani, M.Si. menyebut pengolahan tersebut menguntungkan. Nasi menjadi awet karena mampu menghilangkan sebagian air. Nasi pun menjadi lebih kaya akan pati resisten dibandingkan nasi biasa.

“Pati resisten merupakan serat pangan yang memberi manfaat bagi kesehatan tubuh,” jelasnya, Kamis (24/6/2021)

Kedua, kulit buah. Saat mengonsumsi buah yang harus dikupas kulitnya, sudah pasti akan timbul sampah makanan dari kulit buah tersebut. Menyiasati hal ini, kulit buah-buahan yang memiliki aroma kuat dapat diolah menjadi bahan pembuatan sirup.

Sementara itu, beberapa kulit buah dan sayur yang kaya pektin dapat ditambahkan dalam pembuatan selai atau diekstrak pektinnya. Lalu, ada kulit wortel yang dapat ditepungkan dan digunakan sebagai campuran dalam pembuatan kue karena masih mengandung beta karoten.

Ketiga, buah yang terlalu matang. Tidak jarang buah-buahan yang terlalu matang ditemukan di rumah dan sering kali dibuang begitu saja karena dirasa kurang nikmat untuk dimakan. Padahal sebenarnya buah tersebut belum busuk.

Terkait hal ini, Dwi Ishartani, M.Si. menyarankan buah yang terlalu matang dihancurkan menjadi pure kemudian dibekukan. Pure adalah bahan makanan (biasanya buah atau sayuran) yang dilembutkan baik itu dengan menggunakan blender atau ditumbuk secara manual.

Pure tersebut sewaktu waktu dapat digunakan sebagai campuran Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI), smoothies, campuran adonan kue, dan lain-lain.

Keempat ialah tulang, duri ikan, kulit udang, dan kepiting merupakan komponen makanan yang sering tersisa. Pengolahannya dapat dibuat menjadi awetan kaldu secara sederhana di rumah.

Adapun cara pengolahannya yakni direbus (dengan atau tanpa ditambah bumbu lain) kemudian disaring. Hasil saringan tersebut kemudian dibekukan dalam ukuran kecil-kecil dan siap digunakan pada saat membutuhkan.

Di sisi lain, tulang dan duri ikan dapat diekstrak gelatinnya untuk digunakan sebagai bahan pembuatan es krim, permen jeli, selai, dan sebagainya dengan nilai ekonomi yang tinggi.

Ada pula salah satu hasil penelitian mahasiswa UNS yang menunjukkan duri ikan tuna yang ditepungkan mampu meningkatkan kandungan kalsium pada kukis, sehingga dapat disimpulkan bahwa pengolahan kembali duri ikan.

Kelima, roti atau biskuit yang melempem dan berbau kurang enak. Meski belum berjamur, keadaan demikian membuat kita ragu dan kurang selera untuk memakannya.

Dwi Ishartani, M.Si menyarankan agar roti atau biskuit itu dikeringkan lalu ditepungkan. Hingga kemudian dapat digunakan sebagai campuran adonan kue atau biskuit, juga mentega pada gorengan semisal nugget, risol mayo, dan sebagainya.

Apakah Masih Ada Kandungan Gizinya?

Beberapa sisa makanan yang diolah kembali menjadi makanan lain tetap dapat menjadi sumber gizi maupun komponen fungsional. Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri bahwa pengolahan tersebut juga dapat merusak komponen gizi dan fungsionalnya.

Beberapa poin yang harus diperhatikan dalam mengolah sisa makanan adalah mengecek terlebih dahulu kondisi bahan. Pastikan bahan tidak busuk atau rusak karena serangan mikrobia maupun binatang. Bahan yang sudah busuk dan rusak tersebut berpotensi mengandung kuman penyakit.

Selain itu, sebaiknya bahan-bahan diolah kembali menggunakan panas bahan. Namun, jika dalam pengolahan lanjutannya memang tidak menggunakan panas, seperti hancuran buah terlalu matang yang dibuat smoothies, maka harus ditangani secara bersih dan higienis. Poin ini tentu juga berlaku untuk semua jenis pengolahan.

“Hal-hal yang disebutkan tersebut harus diperhatikan agar makanan olahan yang dihasilkan tetap aman untuk dikonsumsi,” imbuhnya.

Di akhir, Dwi Ishartani, M.Si. kembali menekankan pentingnya pencegahan sampah makanan. Pengolahan sisa makanan dapat menunjang ketahanan pangan karena makanan tidak jadi terbuang sia-sia dan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat.

“Ketahanan pangan tidak hanya berbicara tentang memproduksi pangan dalam jumlah besar, tetapi juga tentang menggunakan pangan yang ada secara bijaksana,” katanya. Humas UNS

Reporter: Kaffa Hidayati
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content