Bahas Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika, MCC FH UNS Gelar Webinar Nasional

Bahas Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika, MCC FH UNS Gelar Webinar Nasional

UNS — Moot Court Community (MCC) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta menggelar webinar nasional dengan mengangkat tema “Implementasi Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika terhadap Penyalahgunaan Narkotika untuk Diri Sendiri”.

Webinar ini merupakan salah satu upaya dalam mendiseminasikan informasi mengenai berbagai isu hukum yang aktual bagi masyarakat untuk memberikan pencerdasan hukum. Terdapat tiga narasumber yang dihadirkan dalam webinar ini, yaitu Dr. Muhammad Rustamaji (Dosen FH UNS), Galuh Wahyu Kumalasari, M.H. (Hakim Pengadilan Negeri Tais), dan Arga Adhitya Wardhana, S.H. (Penyidik Muda Pemberantasan Badan Narkotika Nasional Kabupaten/Kota (BNNK) Surakarta).

Ketua Divisi Kajian MCC, Lefri Mikhael mengatakan bahwa tema ini diangkat untuk memberikan pemahaman lebih dalam baik dari sisi akademisi maupun praktisi secara akurat dan detail terkait implementasi restorative justice.

Restorative justice ini merupakan salah satu bagian dari hukum progresif pada penyelesaian perkara tindak pidana dalam kasus penyalahguna narkotika untuk diri sendiri. Selain itu, restorative justice juga menjadi jawaban atas ketidakefektifan pemberian pidana penjara pada penyalahguna narkotika untuk diri sendiri,” terang Lefri.

Pemateri pertama, Dr. Muhammad Rustamaji menyampaikan mengenai restorative justice secara konseptual. Ia berpendapat bahwa restorative justice merupakan implementasi dari asas peradilan yang cepat, sederhana, dan biaya ringan.

Bahas Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika, MCC FH UNS Gelar Webinar Nasional

“Selain itu juga dapat menjadikan pidana penjara sebagai ultimum remedium, yaitu sebagai hukuman terakhir setelah restorative justice dengan rehabilitasi tidak dapat dilakukan lagi. Hal ini sehingga pidana penjara dapat dilakukan, dalam konteks ini adalah kepada penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri,” jelas Dr. Muhammad Rustamaji di sela-sela webinar pada Sabtu (5/2/2022).

Materi berikutnya dipaparkan oleh Galuh Wahyu Kumalasari, M.H. Ia mengatakan bahwa konsep restorative justice dalam penanganan perkara penyalahgunaan narkotika bagi diri sendiri, telah diwadahi oleh Mahkamah Agung (MA). Dalam hal ini, MA berperan sebagai salah satu institusi tertinggi peradilan di Indonesia. Restorative justice juga diatur dalam SK Dirjen Badan Peradilan Umum (Badilum) Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Hukum.

“Dalam menilai suatu perkara dapat diterapkan restorative justice, hakim melihat beberapa parameter. Apabila ditentukan pemidanaan berupa rehabilitasi, hakim harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi yang terdekat dalam amar putusannya dengan durasi proses rehabilitasi dengan mempertimbangkan kondisi tingkat kecanduan terpidana,” jelasnya.

Bahas Restorative Justice dalam Penanganan Kasus Narkotika, MCC FH UNS Gelar Webinar Nasional

Ia menambahkan bahwa penerapan restorative justice dalam perkara ini belum maksimal karena kurang tersedianya tenaga kerja medis yang menangani rehabilitasi.

Selanjutnya, Arga Adhitya Wardhana, S.H. sebagai pemateri terakhir menyampaikan mengenai pelaksanaan restorative justice di tingkat penyidikan. Ia membenarkan penerapan restorative justice berupa tindakan rehabilitasi sesuai dengan Program Pencegahan, Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (Program P4GN) yang dicanangkan Pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional (BNN).

“Saat ini, belum bisa dilakukan restorative justice di tingkat penyidikan karena belum tersedianya ketentuan hukum yang mengatur di tingkat internal BNN sehingga pelaksanaannya dapat dilaksanakan di tingkat penuntutan. Pada pelaksanaannya di Kota Surakarta, BNN Surakarta melalui mekanisme yang disebut assesment terpadu telah memberikan berbagai rekomendasi terhadap aparat penegak hukum apakah seorang pengguna narkoba dapat diberikan rehabilitasi atau tidak,” papar Arga.

Sebagai penutup acara webinar yang dihadiri sekitar 200 peserta, para narasumber sepakat untuk mengampanyekan perilaku menjauhi narkotika. Namun, apabila telah terlanjur menggunakan narkotika, alangkah lebih baik bagi pengguna untuk proaktif mengajukan rehabilitasi secara mandiri sebelum tertangkap oleh aparat penegak hukum. Humas UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content