Benarkah Ada Jurnal yang Buktikan Vaksin Covid-19 jadi Penyebab Hepatitis Akut Misterius? Simak Jawaban Dokter RS UNS

Benarkah Ada Jurnal yang Buktikan Vaksin Covid-19 jadi Penyebab Hepatitis Akut Misterius? Simak Jawaban Dokter RS UNS

UNS — Sebuah jurnal berjudul “SARS-CoV-2 vaccination can elicit a CD8 T-Cell dominant hepatitis” yang diunggah di Journal of Hepatology beberapa hari ke belakang ramai diperbincangkan warganet.

Pasalnya, mereka percaya jurnal tersebut membuktikan keterkaitan antara vaksin Covid-19 dengan munculnya hepatisis akut misterius yang kini kasusnya mulai terkonfirmasi di Indonesia.

Meski penyebab pasti dari hepatitis akut misterius belum diketahui, namun hubungan kedua hal tersebut seperti yang disebutkan di jurnal dibantah oleh Dokter Spesialis Patologi Klinik Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK(K), Ph.D, FISQua.

Ia mengatakan, jurnal tersebut tidak membahas hepatitis akut misterius yang kini dikhawatirkan banyak orang tua. Lebih tepatnya, kata dr. Tonang, jurnal yang diributkan warganet membahas kondisi hepatitis yang dikaitkan dengan autoimun hepatitis usai pemberian vaksinasi.

“Yang sedang jadi ramai itu diduga kuat karena virus. Sedangkan yang dalam laporan yang fotonya terlampir itu diduga karena autoimun. Jadi beda,” ujar dr. Tonang kepada uns.ac.id, Jumat (13/5/2022).

Autoimun yang disinggung dalam Journal of Hepatology, dikatakan dr. Tonang terjadi karena kemiripan (similarity) antara susunan protein pada bagian S (spike) antara Covid-19 dengan suatu susunan protein pada orang-orang tertentu.

Ia menerangkan, protein bawaan dalam tubuh orang-orang tertentu kemungkinan punya kemiripan dengan protein di bagian S Covid-19 yang dalam bahasa ilmiahnya disebut Molecular Mimicry.

Ketika terinfeksi Covid-19, tubuh membentuk antibodi, khususnya antibodi terhadap bagian S yang lazim disebut antibodi S-RBD.

“Karena dalam tubuh orang-orang tertentu ada protein yang mirip bagian S-nya Covid-19, maka antibodi S-RBD itu bereaksi terhadap protein orang itu sendiri. Terjadilah yang disebut autoimunitas,” terang dr. tonang.

Jika hal itu sampai terjadi, orang-orang akan mengalami peradangan dalam tubuh. dr. Tonang mengatakan, seberapa kuat peradangan, tergantung kemiripan dengan protein S Covid-19.

dr. Tonang menyampaikan bahwa semakin mirip protein S-nya tentu semakin kuat reaksi yang dirasakan.

“Ketika peradangan akibat kemiripan itu terjadi di jaringan hati, maka terjadi hepatitis. Sama dengan tadi, derajatnya tergantung seberapa kemiripannya,” tambahnya.

Apabila seseorang terjangkit Covid-19 bisa jadi tidak terjadi masalah ketika terinfeksi. Namun, setelah sembuh dari Covid-19, dapat terbentuk antibodi yang menyebabkan masalah jika ditemui kemiripan protein tubuh dengan bagian S Covid-19.

dr. Tonang mengatakan, kejadian tersebut bisa diatasi dengan obat yang bersifat sementara untuk meredakan reaksi autoantibodi. Namun, khusus untuk seseorang yang mengidap autoimun sejak lahir, biasanya butuh pengobatan jangka panjang.

“Seperti juga dalam jurnal tersebut, pasiennya dapat sembuh dengan baik setelah terapi sementara waktu. Maka penulisnya menyebut ‘… possibly transient immune-mediated hepatitis post vaccination’,” pungkasnya. Humas UNS

Reporter: Y.C.A Sanjaya
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content