Benarkah Mahasiswa Berisiko Terkena Tuberkulosis?

Benarkah Mahasiswa Berisiko Terkena Tuberkulosis?

UNS — Indonesia menempati posisi kedua negara dengan warga pengidap Tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia. Data tersebut berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2020 silam. Salah satu kelompok masyarakat yang mengidap TB adalah anak muda khususnya mahasiswa.

Dokter Spesialis Paru Konsultan Rumah Sakit (RS) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Hendrastutik Apriningsih, Sp.P(K), M.Kes. mengatakan, umumnya TB diidap oleh anak kecil dan orang tua. Hal itu karena daya tahan mereka dianggap cukup rentan sehingga mudah terserang kuman.

Namun, dr. Hendrastutik juga membenarkan bahwa mahasiswa dapat menjadi pengidap TB. Banyak faktor yang menyebabkan mahasiswa dapat terkena TB.

“Kasus TB ini banyak dan merata. Pertama, orang-orang tua yang punya komorbid atau penyakit bawaan seperti diabetes melitus dan kanker. Kedua, anak-anak muda. Ini cukup banyak, lo,” ujar dr. Hendrastutik.

Beliau menyebut bahwa faktor lingkungan dan kebiasaan mahasiswa dapat menyebabkan mereka terkena TB. Pertama, mahasiswa yang kelelahan kuliah seringkali lupa makan sehingga daya tahan tubuh mereka menurun. Selain itu, mahasiswa perokok pasif juga sangat rentan terpapar kuman TB. Hal ini karena daya tahan perokok pasif umumnya menurun.

Mahasiswa juga sangat sering berinteraksi dengan orang banyak. Sementara itu, orang-orang yang ditemui bisa saja merupakan salah satu pengidap TB. Itulah yang menyebabkan kerentanan mahasiswa terpapar TB meningkat.

Jika sudah terpapar dan daya tahan tubuh tidak kuat, mahasiswa bisa langsung menjadi pengidap TB. Ciri-ciri pengidap TB di antaranya batuk berdahak, batuk berdarah, nyeri  dada, sesak napas, dan disertai demam. Gejala-gejala tersebut biasanya dialami lebih dari dua minggu.

Jika mengalami gejala-gejala tersebut, mahasiswa diminta untuk segera periksa ke dokter spesialis paru. Dokter biasanya akan mendiagnosis dan menyarankan rontgen untuk memastikan penyakit yang dialami. Jika hasil rontgen menunjukkan pasien mengidap TB, pasien harus menjalani pengobatan minimal selama enam bulan.

“Kuman TB ini pintar. Minimal pengobatan 6 bulan. Jika tidak diobati, kuman kebal. Jika kuman sudah kebal, pasien tidak bisa diobati dengan  obat TB standar dan pengobatannya durasi lebih panjang,” ungkap dr. Hendrastutik.

Selama pengobatan, pengidap TB harus meminum obat secara rutin setiap hari. Jika tidak meminum obat, kuman akan kebal. Apabila kuman kebal, dampak kerusakan organ yang disebabkan oleh TB juga akan semakin parah. Untuk itu, para mahasiswa yang mengalami gejala TB disarankan untuk segera memeriksakan diri ke dokter. Humas UNS

Reporter: Ida Fitriyah
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content