Bersama Pakar HTN, CLC FH UNS Ulas Pentingnya Kesadaran Konstitusi dan Bela Negara

UNSContitutional Law Community (CLC) Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bersama sejumlah Pakar Hukum Tata Negara (HTN) mengulas pentingnya pemahaman akan konstitusi dan bela negara dalam Webinar “Pendidikan Konstitusi dan Bela Negara”, Rabu (29/7/2020).

Pembicara yang dihadirkan dalam webinar tersebut adalah Kepala Pusat Demokrasi dan Ketahanan Nasional (Pusdemtanas) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS, Dr. Sunny Ummul Firdaus, Guru Besar HTN FH Universitas Islam Indonesia, Prof. Ni’matul Huda, dan Dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) UNS, Dr. Sri Haryati.

Di hadapan 285 peserta yang mengikuti webinar melalui Zoom, Prof. Ni’matul Huda mengatakan, praktek dalam konstitusi adalah hubungan nyata antarkekuasaan dalam sebuah negara. Kekuasaan tersebut meliputi raja, parlemen, kabinet, pressure groups dan partai politik.

Namun, dalam pengamatannya, Prof. Ni’matul Huda memandang praktek konstitusi yang terjadi di Indonesia belum dijalankan dengan baik. Hal itu tercermin dari kurang maksimalnya peran MPR pascareformasi.

Sebagai lembaga negara yang semula merupakan lembaga tertinggi negara, kini MPR posisinya sejajar dengan lembaga eksekutif, yudikatif, termasuk lembaga legislatif lainnya, yaitu DPR dan DPD.

“Sejak utusan golongan dihapuskan dari ketentuan Pasal 2 ayat (1) UUD NKRI Tahun 1945, apakah MPR masih menjadi rumah kedaulatan rakyat atau berubah menjadi kedaulatan partai politik,” terang Prof. Ni’matul.

Dalam hal ini, Prof. Ni’matul Huda menyarankan agar posisi MPR dikembalikan sebagai rumah kedaulatan rakyat. Alasannya, supaya suara rakyat dapat terwakili oleh utusan golongan dan tidak hanya disuarakan melalui partai politik.

Menyambung pemaparaan materi Prof. Ni’matul Huda, Dr. Sunny yang juga pakar HTN FH UNS menyebut dalam konstitusi terdapat tiga pokok konstitusi. Yaitu, keadilan (justice), kepastian (certainty atau zekenheid) dan kebergunaan (utility).

Tiga pokok konstitusi tersebut disebut Dr. Sunny sebagai hakikat dari konstitusi yang ditujukan untuk melindungi suatu negara dari berbagai pengaruh yang terus bergerak. Oleh karena itu, Dr. Sunny juga menyebut pentingnya konstitusi untuk menyesuaikan diri dengan perubahan jaman.

“Sangat bisa untuk dirubah sesuai dengan perkembangan (red: jaman). Konstitusi harus menyesuaikan agar tidak ada pengkultusan-pengkultusan,” ujarnya.

Agar konstitusi dapat dipahami dan dijadikan sebagai pedoman dan pandangan hidup suatu bangsa, tentunya perlu didukung dengan sikap bela negara dari setiap warga negaranya. Membahas hal ini, Dr. Sri Haryati mengatakan, sikap bela negara ditujukan untuk menjaga kelangsungan hidup bangsa dan negara dari berbagai ancaman.

Amanat untuk menegaskan pentingnya penanaman sikap bela negara telah dituangkan dalam Pasal 27 Ayat (3) UUD 1945 yang berbunyi, ”setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha bela negara.”

Dr. Sri Haryati menjelaskan pemahaman akan sikap bela negara dapat diselenggarakan melalui Pendidikan Kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran secara wajib, pengabdian TNI secara sukarela/ wajib, dan pengabdian secara profesi.

Dalam Pendidikan Kewarganegaraan, Dr. Sri Haryati mengatakan diperlukan adanya Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN). Dalam hal ini, PKBN dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pendidikan, masyarakat, dan pekerjaan.

“Pendidikan di setiap jalur, jenis, jenjang pendidikan. Di masyarakat ditujukan pada tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, kader orang masyarakat, kader komunitas, kader profesi, kader Parpol, dan kelompok masyarakat lainnya. Sedangkan pada pekerjaan warga negara yang bekerja pada lembaga negara, lembaga pemerintahan, TNI/ Polri, BUMN/ BUMD, badan usaha swasta, dan badan lain sesuai ketentuan UU,” pungkas Dr. Sri Haryati. Humas UNS

Reporter: Yefta Christopherus AS
Editor: Dwi Hastuti

Skip to content