BKKBN: Banyak Anak Boleh Asal Berkualitas

SOLO – Pemerintah melalui Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) RI membolehkan pasangan suami isteri memiliki banyak anak. Namun, pemerintah menyaratkan anak-anak itu harus berkualitas baik sehingga saat dewasa kelak tidak menjadi buruh di negeri sendiri.

Hal itu diungkapkan oleh Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN RI Dr. Wendy Hartanto, MA usai menyampaikan keynote speech dalam seminar kependudukan bertajuk Pendidikan Kependudukan untuk Menyiapkan Generasi Berencana yang Berkarakter Demi Indonesia yang Berkualitas di kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Jawa Tengah, Senin (20/5/2013).

Wendy menjelaskan, saat ini kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia tergolong rendah. Menurut laporan UNDP tahun 2011 menyebutkan indeks pembangunan manusia (IPM) Indonesia yang diukur dengan variabel pendidikan, kesehatan, dan ekonomi berada pada peringkat 124 dari 187 negara. Jika dipandang dari variabel pendidikan, kualitas SDM Indonesia rata-rata menempuh pendidikan selama 5,8 tahun.

“Itu menunjukkan pada umumnya mereka belum menyelesaikan pendidikan dasar atau mungkin belum lulus SD. Kalau mereka bekerja di luar negeri, posisinya paling rendah. Mereka tidak mampu bernegosiasi, mudah ditindas, dan mudah dibihongi,” kata Wendy.

Tergantung Daerah

Saat dimintai konfirmasi perihal penanganan keluarga berencana, Wendy menuturkan bahwa sejak tahun 2000 penanganan keluarga berencana telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah (desentralisasi). Dengan begitu, implementasi di tiap daerah berbeda, bergantung pada kemauan kepala daerah. Ada daerah yang serius dengan membentuk badan yang memiliki kewenangan dan anggaran yang besar. Namun, ada pula yang hanya mengafiliasikan program KB pada unit tertentu dengan anggaran minim. Bahkan, di beberapa daerah dijumpai pimpinan yang ditunjuk kepala daerah bukan orang yang paham tentang kependudukann dan KB.

“Saya sedih, ada pejabat yang sebelumnya mengurusi kematian, diangkat jadi kepala Badan Keluarga Berencana. Ada juga kepala KB yang berasal sebelumnya bekerja di dinas pasar. Akibatnya, dalam melaksanakan program yang terpikir hanya seperti saat mengelola pasar,” pungkas Wendy.[]

Skip to content