BSMI dan UNS Panggil Nurani Kemanusiaan Masyarakat Indonesia untuk Peduli Rohingya

UNS – Rohigya kembali terluka. Noktah hitam kembali tergores dalam catatan sejarah manusia, memanggil nurani segenap umat untuk peka dan sadar. Permasalahan Rohingya merupakan sebuah tragedi, yang mencabik-cabik dan merenggut hak-hak manusia seutuhnya. Hidup terlunta-lunta, dicabut kewarganegaraannya, kehilangan haknya, dan bantuan luar negeri tak boleh diterima. Singkatnya, krisis kemanusiaan masyarakat Rohingya hingga kini belum menemui titik terang.

Walaupun bantuan sudah mulai mengalir, Rohingya masih membutuhkan perhatian dan pertolongan. Inilah yang mendorong Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) bersama dengan Takmir Masjid Nurul Huda Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Sentra Kegiatan Islam (SKI) UNS, dan Lembagai Amal Zakat Infaq Shadaqah (LAZIS) UNS untuk memanggil empati masyarakat UNS melalui talkshow bertajuk Rohingnya Memanggil.

Para pembicara dan moderator pada talkshow Rohingya Memanggil pada hari Jumat (29/09/2017) di Masjid Nurul Huda. Tampil (dari kiri ke kanan) Hatta Syamsudin, Muhammad Rudi, Mu’in, dan Farhan Azumar sebagai moderator

Acara talkshow yang dihelat hari Jumat lalu (29/09/2017) di Masjid Nurul Huda UNS ini disambut antusias oleh kalangan mahasiswa. Tampil tiga orang narasumber yakni Muhammad Rudi selaku Sekretariat Jenderal BSMI, Hatta Syamsudin dari Ikatan Da’i Indonesia, dan Mu’in sebagai salah satu mahasiswa asal Palestina yang tengah menyelesaikan Pendidikan Profesi Dokter Spesialis (PPDS) di UNS.

“Masyarakat etnis Rohingya yang berdiam di Rakhine State sudah lama ada sejak abad ke-18. Sehingga mereka bukan masyarakat pendatang seperti yang dituduhkan pemerintahan Myanmar,” ujar Rudi.

Rudi menjelaskan bahwa kondisi masyarakat Rohingya jauh lebih memprihatinkan dibandingkan masyarakat Palestina. Etnis ini tidak memiliki kewarganegaraan (stateless), ditindas pemerintahannya sendiri, bahkan dilarang untuk menerima bantuan kemanusiaan. Belum lagi pembunuhan dan kekerasan fisik yang kerap kali dilakukan oleh kalangan militer setempat.

“Krisis Rohingya sudah termasuk genosida. Presiden Turki, Recep Erdogan sampai mengatakan tak perlu menjadi Muslim untuk mengerti Rohingya. Kita sebagai umat Islam terbesar harusnya malu bila acuh terhadap saudara sendiri,” pungkasnya.

Sebagai mahasiswa PPDS UNS, Mu’in mengaku keadaan hidupnya kini banyak berubah setelah BSMI mengadakan program beasiswa bagi pelajar asal Palestina. Setelah menyelesaikan pendidikan Magister di UGM, Mu’in berharap BSMI bisa membuat program serupa untuk pemuda-pemudi Rohingya.

Dalam sesi terakhir talkshow, Hatta mengatakan bahwa adalah kewajiban bagi tiap Muslim untuk menjaga ukhuwah dan peduli sesama. Justru bila ada yang berdalih kalau Rohingya bukan urusan bangsa Indonesia, patut dipertanyakan keislamannya.

“Sudah sepantasnya umat Muslim khususnya Indonesia aktif memperjuangkan hak-hak hidup etnis Rohingya. Kita sesama manusia adalah saudara,” tutup Hatta. humas.red.uns.ac.id/Oss/Dty

Skip to content