Cerita Widya Ristiawati, Mahasiswa UNS yang Ikuti PMM di Universitas Negeri Medan

Cerita Widya Ristiawati, Mahasiswa UNS yang Ikuti PMM di Universitas Negeri Medan

UNS — Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah usai. Selama satu semester, mahasiswa diberi kesempatan untuk mengambil mata kuliah secara langsung di universitas lain.

Lebih dari 12.000 mahasiswa turut berpartisipasi dalam program ini, salah satunya Widya Ristiawati, mahasiswa Program Studi (Prodi) Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Widya mengikuti program PMM 2022 di Universitas Negeri Medan (Unimed).

Alasan Ikut PMM

Mahasiswa semester tiga tersebut menuturkan awal mula ketertarikannya mengikuti PMM karena salah satu kontek Tiktok yang Ia tonton.

“Pas lihat, kok kaya seru banget bisa ikut PMM. Meskipun saat itu aku baru mau semester tiga, tapi aku pengin ikutan. Alhamdulillah lolos PMM angkatan kedua. Apalagi di PMM ada mata kuliah Modul Nusantara yang kuliahnya di luar kelas, ini bikin aku makin tertarik dan semangat buat nyoba PMM,” terangnya, Kamis (12/1/2023).

Modul Nusantara merupakan mata kuliah dengan konversi empat SKS yang disediakan pada program PMM. Pada Modul Nusantara ini, para mahasiswa akan diajak belajar budaya daerah setempat setiap Sabtu—Minggu.

“Jenis kegiatannya ada banyak, seperti refleksi, inspirasi, dan kebhinekaan. Kalau kebhinekaan, kita belajar budaya dan adat setempat. Sementara kalau refleksi, dari budaya-budaya yang dipelajari kita diskusikan dan saling tukar pendapat dengan teman kelompok. Nah, kalau inspirasi, kita ngadain semacam seminar dengan narasumber orang setempat yang nantinya ngebahas seputar budaya, adat, dan sejarah,” jelas Widya.

Selain itu, pada Modul Nusantara juga terdapat kegiatan kontribusi sosial dengan target masyarakat setempat. Dalam kegiatan ini, Widya dan kelompoknya membuat bak sampah di Desa Belinteng, Kecamatan Sei Bingai, Langkat.

Perbedaan Budaya

Medan dan Solo memiliki banyak perbedaan dalam hal budaya, suku, dan kuliner. Masyarakat Medan cenderung berbicara secara lantang atau keras, sementara masyarakat Solo cenderung halus dan pelan. Hal tersebut membuat Widya sempat mengalami ‘kaget’ saat tiba di Medan.

“Di Medan ngomongnya kaya teriak-teriak, padahal lagi hadap-hadapan tapi ngomongnya kenceng kaya lagi berjauhan. Terus kalau makanan, di Medan pedes-pedes, pas awal sampai sempet sakit perut,” imbuhnya.

Selain perbedaan budaya di lingkungan masyarakat, dalam hal akademik atau perkuliahan juga terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Salah satunya pada kurikulum Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI) yang mengharuskan setiap mata kuliah harus terdiri dari enam tugas wajib dan tugas rutin.

“Awalnya agak kaget karena di UNS kan kuliahnya cenderung santai, jarang ada tugas. Pas di sana, tiap kelas pasti ada tugas, ada critical book review, critical journal review, dan mini riset/project. Tiap mata kuliah juga harus ada luarannya. Sebelum UAS sempet bingung karena delapan mata kuliah ada project-nya semua, harus nyari dana ke sana-sini biar project-nya jalan. Intinya lebih padat di Unimed dibanding UNS,” terangnya.

Selain itu, setiap mahasiswa selesai presentasi, mereka dituntut untuk membuat berita acara yang menunjukkan bahwa mahasiswa tersebut telah melakukan presentasi.

Kuliah Sambil Jalan-Jalan

Salah satu hal yang membuat mahasiswa menjadi tertarik mengikuti PMM ini adalah Modul Nusantara. Setiap Sabtu—Minggu para mahasiswa akan mengunjungi tempat-tempat budaya, sejarah, dan wisata sehingga secara tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk jalan-jalan atau refreshing. Widya mengatakan bahwa salah satu alasannya memilih Unimed karena Ia ingin mengunjungi Danau Toba.

“Penginnya di Sumatera Utara karena deket sama Danau Toba, sebenernya ada Universitas Sumatera Utara (USU), tapi udah ada mahasiswa UNS yang daftar PMM di sana. Jadi, aku pengin belajar survive karena ga ada siapa-siapa di sini,” ungkap Widya.

Selama PMM, Ia sempat berkunjung ke banyak tempat yang ada di Kota Medan, Berastagi, dan Danau Toba.

Pengalaman Paling Berkesan

Mahasiswa semester tiga tersebut menuturkan salah satu pengalaman paling berkesan ketika mengikuti PMM adalah saat mengerjakan project mata kuliah.

“Waktu itu ada Mata Kuliah (Matkul) manajemen pertunjukan dan broadcasting, anak PMM-nya engga sampai 10 mahasiswa. Jadi harus gabung mahasiswa reguler buat garap project itu, kadang baru pulang jam 10 malam buat latihan dan sebagainya. Nah, yang paling aku kagumin adalah kerja sama anak PMM dan anak reguler buat ngejual tiket, ada sekitar 400—500 tiket pertunjukan bisa kejual habis,” ungkapnya.

Selain itu, terdapat pengalaman mengesankan lainnya, yaitu saat Widya berkunjung ke Danau Toba. Meskipun mayoritas masyarakat di sana beragama Kristen dan Katolik, tetapi mereka sangat menghargai mahasiswa PMM yang memiliki kepercayaan berbeda. HUMAS UNS

Reporter: Bayu Aji Prasetya
Redaktur: Dwi Hastuti

Skip to content